TUGAS MALPRAKTIK KELOMPOK 5 - INKUBATOR BAYI KEMBAR PREMATUR BERUJUNG KERUSAKAN MATA

TUGAS MALPRAKTIK KELOMPOK 5 - INKUBATOR BAYI KEMBAR PREMATUR BERUJUNG KERUSAKAN MATA



Disusun oleh :

Hansen Evandore - 41170154
Ormy Abiga Mahendra - 41170155
Novita Eveline T - 41170162
Choya Alvis Chenarchgo - 41170166
Gregorius Daniel Gokasi Ambarita - 41170172
Victoria Filialni R.A - 41170176
Tandean Jeffrey Ferdinand - 41170180
Edenia Asisaratu - 41170186
Sulistyo - 41170189
Oey, Yedida Stephanie Sugianto - 41170190
Intan Saraswati Dara Dwiyoga - 41170194
Clara Margareta - 41170195
Hansen Wilbert Kusila - 41170200
F. Julian Sciffa Mulya - 41170201
Anastasia Dwi Maharani - 41170206
Valentino Y. Buriko - 41170209



BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang

Malpraktek atau malapraktik merupakan kata gabungan antara “mala” dan “praktik” yang berarti celaka. Dalam KBBI malapraktik berarti praktik kedokteran yang salah, tidak tepat, menyalahi undang-undang atau kode etik. Dalam buku etika kedokteran dan hukum kesehatan, malapraktik (malpraktik) atau malpraktek adalah menjalankan pekerjaan yang buruk kualitasnya, tidak tepat. Malapraktik tidak hanya terdapat dalam bidang kedokteran, tetapi juga dalam profesi lain. Malapraktik medik yaitu kelalaian  seorang dokter atau tenaga medis untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang dimiliki  dalam mengobati pasien atau  cedera, kelalaian tersebut dapat berasal dari kesalahan pada diagnosis, perawatan, rehabilitasi, atau pun manajemen kesehatan. Kelalaian ini tidak hanya berfokus kepada profesi dokter tetapi berlaku juga untuk tenaga medis lainnya.

Dalam menjalankan tugasnya, dokter bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan kepada pasien, namun dalam melakukan tindakan beberapa dokter dapat melakukan kesalahan baik yang disengaja atau tidak dan berakibat pada tindakan malapraktik. Hal ini tentunya menyebabkan keresahan pada masyarakat yang sedang membutuhkan pelayanan kesehatan. Malapraktik dapat terjadi tidak hanya antara pasien dengan dokter tapi juga dapat terjadi antara pasien dengan pihak rumah sakit. Umumnya untuk dapat dinyatakan malapraktik secara legal, beberapa syarat harus dipenuhi antara lain, dokter misalnya harus memenuhi standarisasi terhadap perawatan yang dilakukan, selanjutnya terdapat cedera maupun kerusakan yang signifikan yang terjadi akibat kelalaian dari dokter/oknum yang merawat dan pasien harus bisa membuktikan bahwa kelalaian itulah yang menyebabkan hal tersebut.

Pada tahun 2018, beredar pemberitaan mengenai malapraktik Rumah Sakit Omni Alam Sutera, Tangerang yang dilakukan oleh dokter spesialis anak RS Omni Fredy Limawal sebagai tergugat I dan RS Omni Alam Sutera sebagai tergugat II. Rumah Sakit Omni Alam Sutera diduga menyebabkan kedua kembar Jared Cristophel mengalami kebutaan permanen dan Jayden Cristophel mengalami gangguan silindris. Hal ini bermula dari dokter Fredy Limawal memutuskan memasukkan bayi kembar itu ke dalam inkubator. Tapi ternyata dalam beberapa minggu kemudian, Jayden mengalami kelainan silindris pada matanya sedangkan Jared mengalami kebutaan permanen. Dokter spesialis anak RS Omni Fredy Limawal  dituduh melanggar Pasal 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang kelalaian yang mengakibatkan kecacatan orang lain. Namun, saat itu penyidikan atas kasus dugaan malapraktik ini dihentikan (SP3) karena dianggap kurang bukti namun kemudian kembali dilanjutkan karena terdapat barang bukti tambahan. Dengan adanya kejadian malapraktik dalam kasus ini, maka dalam analisis ini akan dibahas mengenai apa saja kasus malapraktik yang terjadi dan konsekuensinya.

 

 

B. Tujuan Penulisan
  • Mengenali dan melakukan kajian masalah aktual malapraktik RS Omni Alam Sutera.
  • Dapat menyajikan adanya konflik nilai dari peristiwa malapraktik RS Omni Alam Sutera.
  • Menggunakan dan menerapkan teknik-teknik deliberasi fakta, nilai dan konsekuensi dari malapraktik yang dilakukan oleh dr Fredy Limawal SP, A.
  • Membuat kesimpulan pilihan keputusan yang etis mengenai peristiwa malapraktik RS Omni Alam Sutera.


BAB II
Ringkasan Kasus

Kasus bermula saat Juliana melahirkan bayi kembarnya yang bernama Jared dan Jayden secara prematur di Rumah Sakit Omni pada 24 Mei 2008. Jared lahir dengan berat 1,5 kilogram, sedangkan Jayden 1,3 kilogram. Pada saat itu dokter spesialis anak Fredy Limawal menyarankan agar bayi kembar itu dimasukan ke dalam inkubator.

42 hari (6 minggu) kemudian setelah dirawat dalam inkubator, tanggal 6 Juni 2008 Juliana membawa pulang kedua anaknya. Pihak RS mengaku bahwa ketika Jared dan Jayden hendak dibawa pulang sehari sebelum waktu yang ditentukan, pihak RS sudah menyampaikan bahwa kedua bayi tersebut harus dibawa kembali ke rumah sakit keesokan harinya (7 Juni 2008) untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis mata retina anak di RS Omni, namun saran tersebut tidak dipenuhi Juliana. Akan tetapi hal pemberitahuan ini dibantah oleh Juliana, bahwa sesungguhnya pihak Omni belum pernah meminta dirinya untuk datang berkonsultasi masalah kedua mata anaknya.

Juliana kembali ke RS tanggal 28 Juni 2008 untuk memberikan imunisasi pada kedua anaknya. Kala itu dokter memberikan rujukan ke Klinik Mata Nusantara di Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Ia membawa anaknya itu ke klinik pada 1 Juli 2008. Di sana untuk pertama kalinya Juliana menyadari bahwa anaknya sel saraf mata Jared lepas dari retina sudah mencapai stadium 4 sehingga membuat Jared buta permanen dan kedua mata Jayden mengalami kelainan silindris 2,5. Masalah pada kedua bayi mungil itu diduga terjadi karena dokter spesialis anak yang menangani Jayden dan Jared kurang mengontrol, bahkan tidak melakukan SOP (Standar Operasional Prosedur) yang benar. Tepatnya karena mereka menerima oksigen berlebihan selama dalam inkubator sehingga Jared pun tidak bisa melihat. Masih tidak terima dengan hasil pemeriksaan tersebut, Juliana kembali mengecek kondisi Jared ke RS Aini dan hasilnya sama. Tidak menyerah akan hal tersebut, Juliana terbang bersama Jared ke Westmead International Children Hospital di Sydney, Australia. Dari sana Juliana mendapatkan surat statement medis dari Australia yang memperkuat dugaan kesalahan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dilakukan RS Omni. 

Tanggal 10 Juni 2008, Juliana melaporkan Fredy Limawal, dokter spesialis anak yang menangani anaknya, ke kantor Kepolisian Daerah Metro Jaya. Dalam laporan polisi bernomor 1718/K/SPK unit II, Fredy dituduh melanggar Pasal 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang kelalaian yang mengakibatkan kecacatan orang lain. Dokter spesialis anak Fredy Limawal dinyatakan sebagai tergugat I kasus dugaan malapraktik ini. Namun pada saat itu Polisi menghentikan (Surat Perintah Penghentian Penyidikan/SP3) kasus penyidikan kasus malapraktik terhadap Jared dan Jayden dengan alasan kurang bukti. 

Hari Selasa, 20 April 2010 Juliana Ong kembali muncul untuk memperjuangkan keadilan bagi anak-anaknya. Pada keterangan pers di kantor pengacara OC Kaligis, ia memaparkan bukti rekaman hasil perbincangannya dengan dr. A (sebutan dimisalkan oleh Juliana) bahwa kedua anaknya tidak buta dari lahir. Kedua anaknya lahir sempurna secara normal. Keduanya tidak mengidap retinopathy of prematurity (ROP) saat lahir. Potensinya ada, tapi hanya mungkin muncul karena kelalaian pada perawatan anak prematur setelah lahir. Kasus ini sempat ‘hilang’ dari media setelah sebelumnya berhasil membuka kembali SP3 sejak November 2009. 

Februari 2018, Juliana kembali menyatakan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Tangerang. Juliana menggugat dokter spesialis anak Fredy Limawal dan RS Omni Alam Sutera sebesar Rp 20 miliar. Maret 2018 sidang perdata dimulai. Pengadilan Negeri Tangerang menjadwalkan putusan gugatan perdata dugaan malapraktik Rumah Sakit Omni itu akan diadakan pada 18 September 2018. Pada persidangan 29 Agustus 2018, majelis hakim yang dipimpin Gatot Sarwadi menerima berkas kesimpulan dari para penggugat dan tergugat yang akan diputuskan pada sidang akhir 12 September 2018 pukul 11.00 WIB.

Selasa, 18 September 2018, Ketua Majelis Hakim Gatot Sarwadi menyatakan keputusan bahwa RS Omni secara sah dan terbukti melanggar hukum. Dalam amar putusannya majelis hakim menghukum RS Omni untuk membayar kerugian material terhadap pengugat Julian Dharmadi, ibu Jared dan Jayden Cristophel, sebesar Rp 105 juta dan membayar biaya perkara sebesar Rp 571 ribu. Majelis hakim menilai RS Omni Alam Sutera tidak melayani dengan baik pasien sehingga menyebabkan kedua kembar Jared Cristophel mengalami kebutaan permanen dan Jayden Cristophel mengalami gangguan silindris.

BAB III
Analisis

     A. Pencermatan/Deliberasi Fakta Berupa Kronologi Kasus

  1. Pada 26 Mei 2008, Juliana Dharmadi melahirkan dua anak kembar prematur, 10 minggu sebelum jadwal kelahiran normalnya karena sudah mengalami pecah ketuban. Kedua anak yang diberi nama Jared (1,5 kg) dan Jayden (1,3 kg) dirawat dalam inkubator selama 42 hari di ruang ICU RS Omni setelah disarankan oleh dokter spesialis anak Fredy Limawal.
  2. Pada 6 Juni 2008, Juliana Dharmadi membawa pulang Jared dan Jayden dan tidak ada pemberitahuan dari RS Omni mengenai masalah mata anaknya.
  3. Pada 7 Juni 2008 dokter spesialis anak Fredy Limawal menyarankan untuk kembar Jared dan Jayden untuk kembali ke Rumah Sakit Omni Alam Sutera untuk mengecek kesehatan mata di dokter spesialis mata Rumah Sakit Alam Sutera, namun pada saat itu dokter spesialis mata Rumah Sakit Omni Alam Sutera sedang tidak bertugas.
  4. Pada 28 Juni 2008, Juliana Dharmadi  kembali ke RS Omni untuk memberikan imunisasi kepada kedua anaknya dan dokter memberikan surat rujukan untuk ke klinik Mata Nusantara di Kebon Jeruk.
  5. Pada 1 Juli 2008, Juliana Dharmadi membawa anaknya ke klinik  Mata Nusantara di Kebon Jeruk. Hasil pemeriksaan menyatakan, sel saraf mata Jared lepas dari retina sudah mencapai stadium 4. Jared pun tidak bisa melihat. Sementara, Jayden mengalami kerusakan mata dimana kedua matanya menjadi silindris 2,5.
  6. Juliana Dharmadi membawa anaknya ke Rumah Sakit AINI, Jakarta dan mendapatkan hasil yang sama. Kemudian, selama sebulan, Juliana Dharmadi membawa Jared berobat ke Westmead International Children Hospital di Sydney, Australia. Dokter di Australia mengatakan, kerusakan mata keduanya tak dapat disembuhkan dan tidak melakukan operasi karena tingkat keberhasilannya di bawah 10%. Hal ini menjadi alasan mengapa Juliana Dharmadi dan suaminya, Kiki Kurniadi menggugat RS Omni atas tuduhan kelalaian yang mengakibatkan seseorang cacat.
  7. Pada 10 Juni 2009, Juliana Dharmadi mengadukan dr. Fredy Limawal, spesialis anak yang menangani Jayden dan Jared di RS Omni, ke kantor kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya melalui pengacara OC Kaligis.
  8. Pada 15 Juni 2009, Juliana Dharmadi dan Kiki Kurniadi memberikan keterangan kepada penyidik kepolisian terkait kronologi kerusakan mata Jared dan Jayden selama lebih dari lima jam.
  9. Menurut Direktur RS Omni Internasional, Bina, tim dokter yang menangani Jared dan Jayden sudah memberi tahu keluarga mengenai risiko gangguan penglihatan pada bayi prematur. Penanganan bayi kembar yang dilahirkan prematur itu sudah sesuai dengan standar operasional prosedur atau SOP yaitu dengan pemberian terapi inkubator selama 40 hari dan pemberian oksigen.
  10. Pada hari yang sama, Pihak RS Omni international mengatakan bahwa semua dokter yang terkait dengan proses kelahiran bayi kembar Jared dan Jayden Christopel sedang diperiksa oleh komite medis.
  11. Pada November 2009, penyidikan kasus dihentikan karena penyidik Remaja Anak dan Wanita menerbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3), dimana seharusnya sebelum penerbitan SP3, penyidik harus mengeluarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) sebanyak dua kali. Penerbitan SP3 oleh Kapolri dikarenakan kasus dianggap kurang memiliki bukti
  12. Pada April 2010, melalui pengacara O.C Kaligis, Juliana mengatakan bahwa dia memiliki bukti baru yaitu rekaman pengakuan dokter yang menangani kelahiran anaknya dan dukungan data dari rumah sakit anak di Australia. Dalam rekaman, dokter AHS, spesialis kandungan mengakui bahwa Jared dan Jayden tidak mengidap retinopathy of prematurity (ROP) saat lahir. Potensinya terjadi ROP memang ada, tetapi dokter mengakui bahwa ROP hanya mungkin muncul karena kelalaian pada perawatan anak prematur setelah lahir.
  13. Pada Februari 2018, Juliana mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Tangerang.
  14. Pada Maret 2018, sidang perdata dimulai
  15. Pada 18 September 2018, Ketua Majelis hakim Gatot Sarwadi menyatakan bahwa tergugat II (RS Omni) secara sah dan terbukti melawan hukum. Sehingga RS Omni dijatuhkan hukuman untuk membayar kerugian material terhadap penggugat Julian darmadi, ibu Jared dan Jayden Cristopel sebesar Rp 105 juta dan membayar perkara sebesar Rp 571 ribu.

     B. Pencermatan Norma Hukum Yang Dilanggar

I. Pencermatan Nilai Norma

1. Berdasarkan KODEKI

  • Menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia ( KODEKI ) Pasal 7B  yang menyebutkan seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
  • Pasal 7D : Setiap dokter harus selalu mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani
  • Pasal 10 : Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilan untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut

2. Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 2009
TENTANG KESEHATAN

  • Pasal 5 ayat (2) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
  • Pasal 8 Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.
  • Pasal 29 Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.
  • Pasal 58 ayat (1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44 TAHUN 2009
TENTANG
RUMAH SAKIT

  • Pada Pasal 13 ayat (3) menyebutkan bahwa setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien.
  • Pada Pasal 29 ayat (1) tentang kewajiban Rumah sakit yang berbunyi setiap Rumah sakit mempunyai kewajiban: 
  1. Memberi informasi yang benar tentang pelayanan Rumah sakit.
  2. Memberi layanan kesehatan yang aman bermutu, anti diskriminasi dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai standar pelayanan Rumah sakit.
  3. Memberi pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanan
  4. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien

Berdasarkan KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana)

(WETBOEK VAN STRAFRECHT)

Bab XV

Meninggalkan Orang Yang Perlu Ditolong

Pasal 304 

Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan dia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. 

Pasal 305 

Barangsiapa menempatkan anak yang umurnya belum tujuh tahun untuk ditemukan atau meninggalkan anak itu dengan maksud untuk melepaskan diri daripadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. 

Pasal 306 

(1) Jika salah satu perbuatan berdasarkan pasal 304 dan 305 mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun enam bulan. (2) Jika mengakibatkan kematian pidana penjara paling lama sembilan tahun. 

 

KUHP pasal 360: ayat 1: Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang lain luka berat dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun atau hukuman kurungan selama-lamanya 1 tahun.


Berdasarkan KUHPer ( Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)

Buku III

Tentang Perikatan

 

Pasal 1365

Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian pada kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.

Pasal 1366

Tiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya.

Pasal 1371

Menyebabkan luka atau cacat anggota badan seseorang dengan sengaja atau karena kurang   hati-hati, memberi hak kepada korban selain untuk menuntut penggantian biaya pengobatan juga untuk menuntut oenggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat badan tersebut. Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua bela pihak dan menurut keadaan. Ketentuan terakhir ini pada umumnya berlaku dalam hal menilai kerugian yang ditimbulkan oleh suatu kejahatan terhadap pribadi seseorang.


II. Pencermatan Konsekuensi/Risiko

1.       1. Berdasarkan KODEKI

  • Di kasus ini dokter Fredy telah menyalahi kode etik, dimana dokter Fredy dalam melakukan pelayanan medis dianggap kurang kompeten dengan  membiarkan pasien (bayi kembar) dirawat di inkubator dalam waktu yang cukup lama sehingga berpotensi mengalami gangguan penglihatan karena kelebihan oksigen
  • Dokter yang dalam melaksanakan pelayanan dianggap kurang kompeten maka dokter tersebut hendaknya akan diberi pelatihan tentang pelayanan kesehatan atau akan dipindahkan.

2.        2. Berdasarkan Hukum Perundang-Undangan

  • Menurut undang-undang no 39 tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 58 ayat (1) menyebutkan bahwa Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.
  • Pada kasus ini Ibu Juliana berhak untuk meminta ganti rugi terhadap tenaga kesehatan dan/atau penyelenggara kesehatan karena merasa telah menimbulkan kerugian akibat kelalaian dalam pelayanan kesehatan terhadap anaknya sehingga mengalami masalah dalam penglihatan. 
  • Pencermatan pasal 304 sampai 306 dan pasal 360 KUHP ( Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) “dihukum sebagai pelaku tindak pidana : 
  1. Mereka yang diduga menelantarkan anak yang berusia kurang dari tujuh tahun. Pada kasus ini  pihak Rumah sakit tidak segera menangani pasien ini setelah dirujuk oleh dr Fredy.
  2. Mereka yang dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara dalam melakukan pelayanan kesehatan. 
  3. Mereka yang karena kesalahannya menyebabkan orang lain luka. Dalam hal ini dengan membiarkan si bayi kembar di inkubator dalam waktu yang lama sehingga bisa menimbulkan adanya kelainan pada bayi kembar.

     C. Peran Yang Seharusnya Dilakukan Oleh Komite Medik

PERMENKES 755/MENKES/PER/IV/2011

Berdasarkan Permenkes 755/Menkes/Per/IV/2011 pasal 1 dijelaskan bahwa komite medis ini bertujuan untuk mengatur tata kelola klinis (clinical governance) yang baik agar mutu pelayanan medis dan keselamatan pasien di rumah sakit lebih terjamin dan terlindungi serta mengatur penyelenggaraan komite medik di setiap rumah sakit dalam rangka peningkatan profesionalisme staf medis.

Komite medis adalah perangkat RS untuk menetapkan tata kelola klinis agar staf medis di RS terjaga profesionalismenya melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi medis, pemeliharaan etika dan disiplin profesi medis.

Peranan komite medis juga ditunjang dari tugas dan fungsinya dalam Permenkes 755/Menkes/Per/IV/2011 yaitu :

Bagian Ketiga

Tugas dan Fungsi

Pasal 11

(1)  Komite medis mempunyai tugas  meningkatkan profesionalisme staf medis yang bekerja di rumah sakit dengan cara:

a. Melakukan kredensial bagi seluruh staf medis yang akan melakukan pelayanan medis di rumah sakit;

b. Memelihara mutu profesi staf medis; dan

c. Menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi staf medis.

(2) Dalam melaksanakan tugas kredensial komite Medik memiliki fungsi sebagai berikut:

a. Penyusunan dan mengkompilasikan daftar wewenang klinis sesuai dengan masukan dari kelompok staf medis berdasarkan norma keprofesian yang berlaku;
b. Penyelenggaraan pemeriksaan dan pengkajian :

  1. Kompetensi
  2. Kesehatan fisik dan menta
  3. Perilaku
  4. Etika profesi

c. Evaluasi data pendidikan profesional kedokteran / kedokteran gigi berkelanjutan
d. Wawancara terhadap Pemohon kewenangan klinis;

e. Penilaian dan pemutusan kewenangan klinis yang adekuat

f. Pelaporan hasil penilaian kredensial dan menyampaikan rekomendasi kewenangan klinis kepada komite medis

g. Melakukan proses re kredensial pada saat berakhirnya masa berlaku surat penugasan klinis dan adanya permintaan dari komite medis; dan

h. Rekomendasi kewenangan klinis dan penerbitan surat penugasan klinis.

(3) Dalam melaksanakan tugas memelihara mutu profesi staf medis komite medik memiliki fungsi sebagai berikut:

a. Pelaksanaan audit medis
b. Rekomendasi pertemuan ilmiah internal dalam rangka pendidikan berkelanjutan bagi staf medis;

c. Rekomendasi kegiatan eksternal dalam rangka pendidikan berkelanjutan bagi staf medis rumah sakit tersebut; dan

d. Rekomendasi proses pendampingan (proctoring) bagi staf medis yang membutuhkan.

(4) Dalam melaksanakan tugas menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi staf medis komite medik memiliki fungsi sebagai berikut:

a. Pembinaan etika dan disiplin profesi kedokteran;
b. Pemeriksaan staf medis yang diduga melakukan pelanggaran disiplin

c. Rekomendasi pendisiplinan pelaku profesional di rumah sakit; dan

d. Pemberian nasihat / pertimbangan dalam pengambilan keputusan Etis pada Asuhan medis pasien

Pasal 12

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya komite medik berwenang:

a. Memberikan rekomendasi rincian kewenangan klinis (delineation of clinical privilege)
b. Memberikan rekomendasi surat penugasan klinis (clinical appointment);

c. Memberikan rekomendasi penolakan kewenangan klinis (clinical privilege) tertentu ; dan

d. Memberikan rekomendasi perubahan / modifikasi rincian kewenangan klinis (delineation of clinical privilege)

e. Memberikan rekomendasi tindak lanjut audit medis;

f. memberikan rekomendasi pendidikan kedokteran berkelanjutan;

g. Memberikan rekomendasi pendampingan (proctoring) ; dan

h. Memberikan rekomendasi pemberian tindakan disiplin

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44  TAHUN  2009
TENTANG
RUMAH SAKIT

Adanya komponen komite medis di rumah sakit juga dijelaskan dalam UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Bab X terkait penyelenggaraan, pasal 33 terkait pengorganisasian-nya. Pada pasal itu salah satunya dijelaskan bahwa organisasi Rumah Sakit paling sedikit memiliki komite medis. 

Pasal 33

(1) Setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel.
(2) Organisasi  Rumah  Sakit  paling  sedikit terdiri  atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur  Rumah Sakit,unsur  pelayanan  medis, unsur  keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan.

FUNGSI, TUGAS & WEWENANG KOMITE MEDIS SESUAI EDARAN DIRJEN BINA YANDIK DEPKES NOMOR: HK.00.06.1.4.2895

 

Komite Medik berperan untuk mengendalikan staf medis yang bekerja di rumah sakit demi menegakkan profesionalisme. Berdasarkan Edaran Dirjen Bina Yandik Depkes Nomor: HK.00.06.1.4.2895

Peran steering/pengarah dalam pelayanan kesehatan :

  • Sebagai penasehat direktur utama RS
  • Memberi pengarahan dan koordinasi dengan pelayanan kesehatan
  • Bertanggung Jawab dalam penanganan masalah Etik Kedokteran
  • Melakukan penyusunan kebijakan medis.

Tugas :

  • Menyusun kebijakan-kebijakan seperti  Standar Pelayanan Medis, prosedur medikolegal & etikolegal, medical staff by laws, dan melakukan pengawasan dalam pelaksanaannya
  • Menjunjung tinggi dan membina etika profesi, disiplin profesi, dan mutu profesi.
  • Pengaturan antar kelompok staf medis dalam hal kewenangan profesi
  • Meningkatkan pengembangan dan penelitian

Wewenang :

  • Berpartisipasi dalam bentuk saran pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kualitas seluruh tenaga medis
  • Mempertimbangkan program pengadaan, penggunaan, dan pemeliharaan alat medis sebagai kebutuhan pelayanan kesehatan
  • Pemantauan dan evaluasi dari mutu pelayanan kesehatan RS
  • Pemantauan dan evaluasi alat medis dalam hal efisiensi dan keefektivitasannya
  • Pembinaan terhadap etika dan kewenangan profesi oleh KSM
  • Pembentukan tim klinis dalam menangani kasus-kasus tertentu
  • Perekomendasian kerjasama antara FK/FKG dengan RS

Dalam kasus ini, Komite Medik  tidak terlalu banyak berperan, berdasarkan sumber berita Koran Tempo Komite Medik hanya memberi keterangan berupa sanggahan bahwa dokter tergugat dan RS tidak bersalah.

Pada dasarnya tujuan komite medik adalah mengatur tata kelola klinis agar mutu pelayanan medis dan keselamatan pasien di RS lebih terjamin dan terlindungi. Namun, dalam kasus ini mutu pelayanan medis yang diberikan serta keselamatan pasien masih kurang terjamin. Kasus ini menunjukan adanya kelalaian tenaga medis yang berdampak pada kecacatan fisik pasien dan bahkan mungkin saja dapat mengancam keselamatan pasien.

D. Kesimpulan

         Kasus malapraktik yang dilakukan oleh RS Omni Alam Sutra terhadap Jared dan Jayden merupakan salah satu kasus malapraktik dalam dunia kedokteran. Terdapat alasan sebuah kesalahan dalam bidang medis dikatakan sebagai malapraktik yaitu dokter atau rumah sakit tidak menjalankan prosedur sesuai dengan SOP, ataupun dokter dan rumah sakit tidak memberikan pelayanan yang sesuai atau lalai dalam memberikan pelayanan sehingga dapat mencederai atau mencelakakan pasien.

Dari perbuatan yang dilakukan dr. Fredy dokter spesialis anak yang menangani dituduh melanggar Pasal 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang kelalaian yang mengakibatkan kecacatan orang lain. Tetapi dihentikan karena tidak ada bukti yang kuat yang membuktikan bahwa dr Fredy tidak menjalankan prosedur sesuai dengan SOP. RS Omni Alam Sutra secara sah terbukti melawan hukum karena mereka diduga menelantarkan anak yang berusia kurang dari tujuh tahun. Pada kasus ini  pihak rumah sakit tidak segera menangani pasien ini setelah dirujuk oleh dr Fredy. RS Omni Alam Sutra melanggar UU no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang menyatakan bahwa setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus menghargai hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien.

Karena perbuatannya, RS Omni Alam Sutra didenda untuk membayar kerugian material sebesar Rp 105 juta dan membayar biaya perkara Rp 571 ribu.


BAB IV
Penutup

A. Refleksi Kelompok


Hansen Evandore - 41170154

Saya merasa bahwa menjadi seorang dokter harus bisa mengerjakan suatu kasus sesuai dengan SOP, namun jangan hanya sesuai dengan SOP rumah sakit, namun juga melihat SOP sesungguhnya dari kasus tersebut. Walaupun dr. Fredy belum mendapat hukuman yang pasti, tapi menurut saya seharusnya dr. Fredy juga menerima hukuman karena sudah lalai. Menjadi seorang dokter harus bisa menjadi pelayan yang baik, maka dari itu harus belajar dengan sungguh-sungguh sehingga permasalahan seperti ini tidak terulang lagi.

 

Ormy Abiga Mahendra - 41170155

Praktikum analisis kasus malpraktik kelompok saya mengambil kasus malpraktik yang dilakukan dokter Fredy (dokter spesialis anak yang menangani jayden dan jared) dan RS Omni Alam Sutra . Saya belajar bahwa untuk menjadi seorang dokter perlu berhati-hati dalam melakukan suatu tindakan, perlu bertanggung jawab ketika mempunyai pasien untuk memantau keadaan pasien dari tindakan yang sudah dilakukan. Ketika kelak saya menjadi seorang dokter nantinya harus melakukan pekerjaan sesuai SOP secara disiplin dan berintegritas, serta memperhatikan setiap tindakan yang dilakukan. Hal yang tidak kalah penting yaitu memahami kode etik kedokteran, peraturan yang ada dan tata tertib dalam melayani pasien, sebelum melakukan tindakan pastinya harus melakukan informed consent terlebih dahulu agar mengerti tentang manfaat yang ditimbulkan dan juga resiko dari tindakan tersebut. Jika terjadi kasus yang tidak disengaja seperti ini bisa menjadi salah satu bukti bahwa ada persetujuan pada kedua pihak.

 

Novita Eveline T - 41170162

Menjadi seorang dokter adalah suatu pekerjaan yang tidak mudah karena berhubungan dengan fisik maupun jiwa manusia. Dari kasus ini saya belajar bahwa menjadi seorang dokter tidak cukup hanya ketika pasien sudah ditangani, tetapi menjadi seorang dokter harus selalu bertanggung jawab untuk memantau keadaan pasien dari tindakan yang sudah dilakukan. Dalam hal ini ketika menjadi seorang dokter tidak boleh sedikit pun lalai dalam hal menangani pasien karena seorang dokter wajib untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, efektif dan efisien kepada pasiennya. Selain itu saya juga belajar bahwa ketika menjadi seorang dokter kemudian merasa sudah tidak mampu dalam menangani pasien maka seorang dokter wajib merujuk pasien kepada dokter yang lebih ahli dan harus memastikan bahwa pasien yang dirujuk telah mendapatkan penanganan yang terbaik serta tidak langsung lepas tangan terhadap pasien tersebut. Pada kasus ini juga mengingatkan saya akan pentingnya suatu kode etik kedokteran karena dengan begitu setiap keputusan maupun tindakan yang hendak dilakukan oleh seorang dokter merupakan sesuatu yang tepat terhadap pasien dan tidak akan merugikan dari sisi dokter, pasien maupun masyarakat.

 

Choya Alvis Chenarchgo - 41170166

Tugas menganalisa kasus malpraktek ini mengajarkan saya banyak hal mengenai menjadi seorang dokter dan cara melihat kinerja yang dokter berikan pada pasiennya. Saya memperlajari bahwa pada kasus ini banyak sekali “spot” yang dapat menyebabkan kehilangan informasi. Seperti dokter telah mengikuti SoP untuk bayi premature maka harus dimasukan NICU namun, tidak ada lanjutan untuk mengecek/melakukan observasi kondisi bayi sehingga dapat memberi pelayanan yang kurang optimal. Bisa juga dari pihak kesehatan tidak cepat tanggap dan menjelaskan sebaik mungkin tentang tatalaksana yang diberikan pada bayinya. Sehingga ibu tersebut pergi ke negara lain untuk mengecek kondisi bayinya. Hal tersebut sudah membuang uang dan waktu yang sebenarnya bisa diprevensi bila dari pihak kesehatan memerankan perannya seoptimal mungkin, bila sudah seperti kasus ini maka dari pihak rumah sakit sendiri merugikan waktu mereka untuk menaggapi kasus ini dan telah merugikan uang dan waktu orang lain. Saya ingin menjadi dokter yang bisa lebih perhatian dan memberikan pelayan sebaik mungkin dengan menggunakan SoP yang ada dan selalu up to date untuk menghindari kasus seperti ini.

 

Gregorius Daniel Gokasi Ambarita - 41170172

Dalam melakukan tindakan medis baik dari instansi rumah sakit maupun tenaga medis yang bekerja disana memerlukan adanya pedoman pelaksanaan pada kegiatan operasional yang dilakukannya. Oleh sebab itu , diperlukan adanya SOP (Standard Operating Procedure) untuk membantu kesatuan medis (instansi rumah sakit dan tenaga medis) dalam mengatur kelancaran kegiatan operasionalnya. Dengan adanya SOP ini , dokter dan tenaga medis lainnya akan memiliki pedoman dalam bekerja dan rumah sakit dapat mempermudah pengawasan dalam sistem kerja tenaga medis yang bekerja disana. Namun , jika SOP ini tidak dijalankan sedemikian rupa akan menimbulkan masalah baik bagi tenaga medis maupun bagi nama baik instansi rumah sakit. Berdasarkan kasus terkait dengan malpraktik ini , pelajaran yang dapat saya petik adalah dalam melakukan tindakan medis harus didasarkan oleh pedoman yang baik dalam hal ini adalah SOP , tidak boleh menganggap remeh pekerjaan sebagai tenaga medis, tidak boleh lalai dalam melakukan perawatan terhadap pasien dan mampu untuk bertanggung jawab serta disiplin dalam melaksanakan tugasnya. Menurut saya, jika seorang dokter dapat bekerja sesuai dengan SOP maka tidak akan terjadi kelalaian seperti ini. SOP juga akan menghindarkan dokter dari kasus malpraktik seperti ini yang pada kasus tersebut berdampak pada kecacatan pada mata pasien. Bagi instansi rumah sakit sendiri , dengan adanya SOP ini akan membantu pelaksanaan pengawasan bagi tenaga medis sehingga hal seperti ini tidak seharusnya terjadi. Serta bagi pasien , dengan adanya SOP ini maka keselamatan pasien akan lebih terjamin dan terhindar dari tindakan medis yang menyebabkan kecacatan fisik maupun keadaan yang mengancam nyawa pasien.

 

Victoria Filialni R.A - 41170176

Setelah mempelajari kasus ini, saya berpendapat bahwa menjadi seorang dokter harus cepat,cekatan, dan teliti dalam mengambil tindakan medis pada pasien. Sudah menjadi tanggung jawab seorang dokter dalam memberikan pendampingan berupa informasi mengenai tindakan medis yang akan dilakukan, resiko, tingkat keberhasilan, biaya, terapi, serta prognosis kepada pasien dan keluarga, sehingga diharapkan tidak menimbulkan kekeliruan ataupun kekecewaan pasien dan keluarga. Memberikan edukasi kepada pasien juga dapat membantu seorang dokter dimana saat ada hal yang buruk terjadi, dokter tidak sepenuhnya disalahkan, mengingat profesi seorang dokter sangat rentan dengan risiko. Oleh karena itu, sebagai seorang mahasiswa kedokteran yang nantinya akan menjadi seorang dokter, saya berharap akan menjadi seseorang yang lebih berhati-hati lagi dalam bersikap apalagi berhubungan dengan keselamatan pasien. Saya bertekad, kesalahan yang pernah saya lakukan saat kuliah (kurang teliti, teledor) dapat saya ubah saat menjadi seorang dokter dengan menjadikan hal tersebut sebagai pembelajaran dan menjadi pribadi lebih baik.

 

Tandean Jeffrey Ferdinand - 41170180

Dari kasus Jayden dan Jared ini mengenai terjadinya kebutaan karena malrpaktik (kesalahan procedural). Saya menjadi belajar bahwa ketika menjadi dokter tentu dapat melakukan kesalahan baik disengaja maupun tidak disengaja. Dari sini saya sadar, saya masih suka menyepelekan banyak hal sehingga kadang hal-hal jadi berantakan ataupun tidak terurus. Disini saya merasa perlu untuk bisa menjadi lebih baik dan tidak mudah menyepelekan segala sesuatu karena bisa berakibat fatal, seperti pada kasus Jayden dan Jared ini. Dokter bahkan rumah sakit sampai dituntut karena sebuah kesalahan yang seharusnya bisa tidak terjadi.

 

Edenia Asisaratu - 41170186

Dari analisa kasus malpraktik yang telah saya pelajari ini, sebagai dokter dalam bekerja harus sesuai dengan SOP yang telah ditentukan dan sesuai dengan kode etik dan hukum agar tidak terjadi kesalahan yang dapat dianggap sebagai malapraktik, tertutama karena pekerjaan dokter berhubungan dengan hidup seseorang sehingga harus meminimalisir segala kesalahan yang mungkin terjadi. Selain itu, dengan bekerja sesuai SOP juga dapat melindungi dokter dari jerat hukum. Dokter juga perlu menjelaskan semua tindakan yang akan dilakukan beserta beserta risikonya pada pasien sehingga pasien juga mengerti tentang tindakan yang akan diterimanya.

 

Sulistyo - 41170189

Melihat dari kasus ini saya merasa bahwa terdapatnya kode etik dalam kehidupan profesi seorang tenaga medis sangatlah penting dikarenakan kode etik atau peraturan etik itulah yang akan menjelaskan bagaimana seorang tenaga medis bekerja sesuai SOP yang ada sehingga kesalahan yang terjadi akan menjadi seminimal mungkin sehingga baik tenaga medis maupun pasien memiliki pemahaman terhadap kesalahan tersebut.

 

Oey, Yedida Stephanie Sugianto - 41170190

Kasus ini memberi pelajaran pada saya bahwa untuk tindakan yang terkesan simple tidak boleh kita sepelekan. Sebagai dokter spesialis anak seperti dr. Fredy Limawal, pastinya sudah sering memberi penanganan terkait bayi prematur yang harus masuk ke inkubator. Serta bagi rumah sakit ini sudah prosedur yang wajar. Akan tetapi, dalam kewajaran itu rentan terjadi kelalaian melencengnya dari SOP. Kasus ini cukup menjadi pelajaran bagi saya untuk kelak tidak menyepelekan “ketelitian”. Meskipun kelalaian adalah hal yang lumrah pada manusia, tetaplah kode etik profesi harus senantiasa dijunjung mengingat sumpah jabatan.  Tidak segala sesuatu dapat ditebus dengan uang. Berapapun nominalnya, organ tubuh tetap tak ada sandingannya karena anugerah Yang Maha Kuasa.

 

Intan Saraswati Dara Dwiyoga - 41170194

Pada praktikum analisis kasus malpraktik aktual kelompok saya mengambil kasus malpraktik yang dilakukan RS Omni Alam Sutera. Pada kasus ini awalnya dr. Fredy (dokter spesialis anak yang menangani jayden dan jared) yang dituntut dengan alasan tidak mengikuti SOP, namun dihentikan karena tidak ada bukti yang kuat apabila dr. Fredy tidak mengikuti SOP. Maka RS Omni lah yang diberikan sanksi. Setelah mempelajari kasus ini saya yang kelak akan menjadi dokter menyadari pentingnya memahami sumpah dokter, kode etik kedokteran, peraturan perundang-undangan, peraturan dan tata tertib dimanapun saya melayani pasien, dimana keselamatan pasien adalah tujuan utama dalam pelayanan kesehatan dan kedokteran. Saya juga menyadari pentingnya bertindak dengan teliti dan memiliki sifat berintegritas, sehingga apabila saya yang akan menjadi seorang dokter nantinya melakukan pekerjaan sesuai SOP secara teliti dan berintegritas, serta memperhatikan setiap tindakan yang dilakukan, maka apabila terjadi hal seperti dikasus, semua akan dapat dipertanggung-jawabkan.

 

Clara Margareta - 41170195

Dari kasus yang menjerat dokter Fredy dan RS Omni Alam Sutra yang di gugat oleh ibu dari Jared dan Jayden, saya belajar bahwa untuk menjadi seorang dokter perlu berhati-hati dalam melakukan suatu tindakan. Di kasus ini tidak ditemukan adanya kesalahan SOP yang dilakukan pihak dokter maupun pihak RS. Hal ini sebagai pengalaman sebelum melakukan tindakan kepada pasien informed consent sangat dibutuhkan tidak lupa untuk menyampaikan kekurangan, kelebihan, manfaat, maupun risiko dari tindakan yang akan dilakukan. Tidak lupa juga untuk mengarsipkan bukti informed consent tersebut sehingga apabila suatu saat dokter dituntut, jika memang tidak bersalah bisa memperlihatkan bukti tersebut. Selain itu kita sebagai dokter kelak harus juga bertindak hati-hati tanpa merugikan pasien dan menaati SOP berlaku pada rumah sakit yang berkaitan.

 

Hansen Wilbert Kusila – 41170200

Dari kasus ini saya belajar bahwa dokter atau pun rumah sakit harus mengambil tindakan yang tepat dan cepat apabila mengalami suatu kendala apalagi dalam keadaan darurat. Juga dokter harus menaati seluruh SOP yang berlaku serta mematuhi seluruh KODEKI dan profeisonalisme dalam pekerjaan.


F. Julian Sciffa Mulya - 41170201

Dari kasus ini saya mempelajari bahwa setiap prosedur atau tindakan pasti memiliki SOP nya masing-masing. Dokter yang bekerja harus benar-benar memahami SOP tersebut. Rumah sakit juga harus menyediakan pelayanan terbaik untuk pasien.

 

Anastasia Dwi Maharani - 41170206

Hal yang saya pelajari dari kasus ini adalah dalam praktik kedokteran, terdapat standar operasional prosedur (SOP) di tempat kerja masing-masing yang perlu diikuti dan dilakukan untuk meminimalisir terjadinya kekeliruan dalam melakukan prosedur medis yang ada. Dalam setiap tindakan medis pun perlu adanya informed consent atau persetujuan sebelum tindakan yang telah disetujui pasien atau walinya yang sah. Dimana sebelumnya kita harus menjelaskan proses, keuntungan, risiko, dan lain-lain secara jelas dan dimengerti oleh pasien atau walinya yang sah. Seorang dokter pun diminta untuk tidak memberikan garansi atau jaminan akan keberhasilan tindakan, karena yang dilakukan merupakan dalam bentuk daya upaya. Dalam setiap tindakan yang dilakukan kepada pasien, dokter harus mencatat di dalam rekam medis. Dokter pun harus menjalin komunikasi baik antara pasien dan keluarganya.


Valentino Y. Buriko - 41170209

Kasus ini memberi kita pelajaran sebagai seorang tenaga kesehatan nantinya terhadap pentingnya mengetahui dengan jelas dan teliti standar penanganan/pemberian prosedur (SOP) saat memberikan pelayanan, terlebih khusus pada pasien yang rentan dalam kasus ini bayi kembar yang dilahirkan prematur. Namun, selain itu pula walaupun prosedur yang dijalankan sudah memenuhi standar, kita juga tetap harus memperhatikan dan meminimalisasi hal-hal kecil lain yang mungkin terjadi dan menimbulkan kecelakaan/kerugian pada orang yang kita tangani. Karena hal-hal tersebut seringkali diabaikan dan dianggap kurang penting, maka kita harus waspada agar kita tidak lalai dalam mengawasi hal-hal tersebut.

B. Daftar Pustaka

Ottong, 2009, Ocklaw.com, KASUS JAYDEN DAN JARED CHRISTOPEL, dilihat 31 Mei 2020 <http://ocklaw.com/2009/06/19/kasus-jayden-dan-jared-christopel/>.

Detiknews, 2009, Detiknews.com, Bayi Prematur Jadi Buta, Keluarga Laporkan RS Omni ke Polisi, dilihat 31 Mei 2020 <https://news.detik.com/berita/d-1145570/bayi-prematur-jadi-buta-keluarga-laporkan-rs-omni-ke-polisi>.

Detiknews, 2009, Detiknews.com, Juliana: Dokter RS Omni Tak Pernah Bilang Jared dan Jayden Alami Masalah Mata, dilihat 31 Mei 2020 <https://news.detik.com/berita/d-1147091/juliana-dokter-rs-omni-tak-pernah-bilang-jared-dan-jayden-alami-masalah-mata>.

Joniansyah 2009,Tempo.com,Ibu Jared-Jayden Siapkan Bukti Dugaan Malpraktik RS Omni, dilihat 31 Mei 2020 <https://metro.tempo.co/read/202509/ibu-jared-jayden-siapkan-bukti-dugaan-malpraktik-rs-omni/full&view=ok>.

Detreskrimun 2009, Reskrimum.metro.polri.go.id, Kasus Bayi Kembar Buta Mata Jared & Jayden Tak Bisa Disembuhkan, dilihat 31 Mei 2020 <http://reskrimum.metro.polri.go.id/site/info/88/kasus-bayi-kembar-buta-mata-jared-jayden-tak-bisa-disembuhkan>.

Kompas 2009, Kompas.com, RS Omni: Semua Dokter "Kasus Jared-Jayden" Diperiksa, dilihat 31 Mei 2020 <https://megapolitan.kompas.com/read/2009/06/15/1323586/rs.omni.semua.dokter.kasus.jared-jayden.diperiksa>.

Made 2010, Kompas.com, Ibu Jared-Jayden Punya Bukti Baru, dilihat 31 Mei 2020 <https://nasional.kompas.com/read/2010/04/20/19461417/ibu.jared-jayden.punya.bukti.baru>.

Waskita,Ferdinand 2010, Tribunnews.com, Korban Malpraktik RS Omni Ngaku Hadapai Markus di Polda Metro, dilihat 31 Mei 2020 <https://www.tribunnews.com/nasional/2010/03/24/korban-malpraktik-rs-omni-ngaku-hadapai-markus-di-polda-metro>.

Joniansyah 2018,Tempo.com, Malpraktik Jared dan Jayden, RS Omni Alam Sutera Divonis Bersalah, dilihat 31 Mei 2020 <https://metro.tempo.co/read/1127638/malpraktik-jared-dan-jayden-rs-omni-alam-sutera-divonis-bersalah>.

Joniansyah 2018,Tempo.com, Vonis RS Omni Bersalah Kasus Malpraktik, Ini Pertimbangan Hakim, dilihat 31 Mei 2020 <https://metro.tempo.co/read/1127668/vonis-rs-omni-bersalah-kasus-malpraktik-ini-pertimbangan-hakim>.

Wuragil,Zacharias 2018,Tempo.com, Hari ini Putusan Gugatan Malpraktik Kembar Jared - Jayden, dilihat 31 Mei 2020 <https://metro.tempo.co/read/1125714/hari-ini-putusan-gugatan-malpraktik-kembar-jared-jayden>.

Guritno, Tubagus 2018, TabloidBintang.com, RS Omni Divonis Bersalah Kasus Malpraktik Si Kembar Jared dan Jayden Cristophel, dilihat 31 Mei 2020 <https://www.tabloidbintang.com/berita/peristiwa/read/111820/rs-omni-divonis-bersalah-kasus-malpraktik-si-kembar-jared-dan-jayden-cristophel>.

Joniansyah 2018,Tempo.com, Perjalanan Kasus Dugaan Malpraktik Terhadap Jared - Jayden, dilihat 31 Mei 2020 <https://metro.tempo.co/read/1122104/perjalanan-kasus-dugaan-malpraktik-terhadap-jared-jayden?page_num=3>.

Hukumonline.com. 2013. Hukum Malpraktik di Indonesia [online]. Tersedia di: https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt51314ec548bec/hukum-malpraktik-di-indonesia/. Diakses 29 Mei 2020.

American Board of Professional Liability Attorneys. 2020. What is Medical Malpractice? [online]. Tersedia di: https://www.abpla.org/what-is-malpractice. Diakses 29 Mei 2020.

Hanafiah, M.Yusuf dan Amri Amir. 2008. Etika Kedokteran Dan Hukum Kesehatan ed. 4. Jakarta: EGC.

Setiawan, Z. A. & Soebijoto, H. Wartakota.tribunnews.com. 2018. Ibu Anak Kembar Gugat Dugaan Malapraktik RS Omni Alam Sutera. Tersedia di: https://wartakota.tribunnews.com/2018/07/10/ibu-anak-kembar-gugat-dugaan-malapraktik-rs-omni-alam-sutera. Diakses 29 Mei 2020.

Anjas. 2018. Jurnalsumatra.com. PN Tangerang Sidangkan Gugatan Malpraktek Bayi Jared-Jayden. Tersedia di: http://jurnalsumatra.com/pn-tangerang-sidangkan-gugatan-malpraktek-bayi-jared-jayden/. Diakses 29 Mei 2020.

KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) (WETBOEK VAN STRAFRECHT).

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) 2004, Kode Etik Kedokteran dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia, Jakarta: IDI.

Republik Indonesia 2009, Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.

Republik Indonesia 2009, Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Permenkes 755/Menkes/Per/IV/2011.

UU No. 44 tahun 2009.

Edaran Dirjen Bina Yandik Depkes Nomor: HK.00.06.1.4.2895.























Komentar

  1. Menurut saya sebaiknya seorang dokter dalam melakukan sesuatu lebih mengedepankan sisi kemanusiaan, sehingga akan lebih berhati2 dan teliti dalam menangani pasien, menganggap bagaikan sedang menangani keluarganya sendiri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hallo , Terimakasih sudah membaca artikel ini dan memberikan pendapat yang baik. Dalam hal ini , saya sependapat dengan saudara Febby. Adapun dasar seorang dokter dalam menolong pasien sudah diatur dalam KODEKI.
      Menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia ( KODEKI ) Pasal 7B yang menyebutkan seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
      Pasal 7D : Setiap dokter harus selalu mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani
      Pasal 10 : Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilan untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut

      Namun , tidak cuma itu saja , tenaga medis lainnya dan juga instansi rumah sakit yang bersangkutan juga mempunyai kewajiban dalam hal memnjamin keselamatan pasien. Oleh sebab itu hal ini juga diatur dalam UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT .
      Pada Pasal 13 ayat (3) menyebutkan bahwa setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien.

      Oleh sebab itu , dengan adanya kolaborasi tenaga medis professional dan instansi rumah sakit akan menjamin keselamatan pasien berdasarkan prinsip kasih dan altruisme (mengutamakan kepentingan pasien dibanding diri sendiri)

      Mungkin itu saja yang bisa saya sampaikan , terima kasih atas perhatiannya semoga bisa bermanfaat.

      Salam, Gregorius Daniel Gokasi Ambarita (41170172) , Tuhan memberkati.

      Hapus
  2. Antonia Deta 41170177
    Terimakasih kel 5, pembahasan yang sangat menarik.
    Saya izin bertanya. Apakah yang mendasari bahwa merawat bayi prematur dalam inkubator selama 42 hari itu termasuk terlalu lama? Lantas normalnya berapa lama? Dan apakah mungkin sang dokter sudah melakukan standar sesuai SOP, namun ada masalah di alat inkubatornya? Bagaimana tanggapan kalian?
    Terimakasi, salam sejahtera

    BalasHapus
    Balasan
    1. maaf..meralat pertanyaan ke 3. Bagaimana jika ada kemungkinan sang dokter sudah melakukan standar sesuai SOP, namun ada masalah di alat inkubatornya?

      Hapus
    2. Selamat sore Antonia Deta, terima kasih sudah membaca dan bertanya. Saya ijin untuk mencoba menjawab.
      Pada dasarnya fungsi inkubator untuk mempertahankan suhu tubuh bayi pasca lahir tetap hangat sehingga mampu beradaptasi dengan suhu ruang. Fitur utama dari inkubator adalah pegaturan suhu ruang agar suhu dalam ingkubator sesuai yang diinginkan. Biasanya inkubator digunakan pada bayi-bayi prematur. Suhu yang dibutuhkan oleh bayi prematur sekitar 32 derajat C sampai 37 derajat C. Mengenai lamanya perawatan dalam inkubator itu tergantung dari berat janin itu sendiri dan suhu inkubator yang digunakan. Di berita tidak dicantumkan berapa suhu inkubator Jayden dan Jared. Namun, apabila meninjau dari berat badan keduanya yang masing-masing 1,3kg dan 1,5 kg yang tergolong bayi dengan berat badan rendah, itu menjadi indikator khusus untuk segera mendapatkan perawatan intensif dalam inkubator. Adapun suhu yang digunakan, misal dalam suhu 35 derajat C antara 1-10 hari, dalam suhu 34 derajat C antara 11 hari hingga 3 minggu, dalam suhu 33 derajat C antara 3-5minggu, dan pada suhu 32 derajat C bisa >5 minggu. Ya, beda 1 derajat saja efeknya sangat signifikan. Itu sebabnya seluruh tenaga kesehatan yang bertanggung jawab di bagian tersebut wajib memperhatikan keberlangsungan kehidupan bayi dalam inkubator, suhu ruang, lamanya perawatan, dan hal-hal lainnya. Jadi untuk pertanyaan pertama dan kedua, tidak ada indikator mutlak lamanya bayi harus berada dalam inkubator.
      Untuk pertanyaan ketiga, bisa saja dokter sudah melakukan bagiannya dan kerusakan pada inkubatornya. aOleh karena itu, pada kasus ini dinyatakan tuntutan oleh sang ibu korban terhadap Rumah Sakit Omni. Alasannya adalah lalainya dalam menerapkan SOP. Mereka lalai dalam prosedur perawatan bayi kembar tersebut. Baik dari segi pengecekan alat, kontrol rekam riwayat perawatan bayi, yang pastinya ada 'miss' sehingga bayi berada dalam inkubator dalam waktu yang cukup lama. Padahal tidak semua bayi harus diberlakukan 24 jam di dalam inkubator selama berminggu-minggu. Kadangkala sang ibu dapat berinteraksi dengannya dan mendekap hangat bayinya. Semua tergantung kondisi ibu dan bayi masing-masing.

      Sekian jawaban saya, mohon maaf bila kurang memuaskan.
      Oey, Yedida Stephanie S
      41170190

      Hapus
  3. Salah satu etika profesi dalam bekerja adalah jujur. Yang dilakukan dokter tersebut dari awal sudahlah tidak jujur. Ia berkata sudah pernah memberitahukan pihak keluarga korban untuk melakukan konsultasi organ mata anak nya, padahal kenyataannya tidak.
    Yang saya bingungkan, mengapa pihak hukum sangatlah lama memproses masalah ini sampe belasan tahun baru bisa? Padahal sudah ada bukti konkrit dokter tersebut sudah melanggar SOP.

    BalasHapus
    Balasan
    1. selamat malam, saya sulistyo 41170189 ijin menjawab pertanyaan saudara, suatu bukti dalam pengadilan memiliki minimal barang bukti yaitu 2 dari 5 alat barang bukti yang sah menurut Pasal 184 Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sehingga ketika alat bukti masih dianggap kurang peradilan atau dakwaan dapat ditunda menurut keputusan hakim atau dicabut dakwaannya. mengingat kasus yang kami terangkan korban masih dalam proses mencari barang bukti sehingga memakan waktu yang lama.

      Hapus
  4. Ni Kadek Ayu Divia P - 41170131

    Terima kasih kelompok 5 atas artikel yang sangat menarik ini.

    Saya ingin bertanya mengenai beberapa hal, yaitu :
    1. Pada artikel diatas disebutkan bahwa salah satu norma hukum yang dilanggar adalah KUHP Pasal 305 yang berbunyi "Barangsiapa menempatkan anak yang umurnya belum tujuh tahun untuk ditemukan atau meninggalkan anak itu dengan maksud untuk melepaskan diri daripadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan", yang ingin saya tanyakan yaitu apa hubungan dari kasus diatas dengan peraturan ini ? Apakah dokter yang bertugas sudah terbukti meninggalkan pasiennya atau meninggalkan tanggung jawabnya saat melakukan tindakan medis ?
    2. Apakah tindakan yang seharusnya dilakukan oleh Komite Medis dalam menanggapi kasus diatas dan untuk mencegah kasus diatas terulang kembali ?

    Terima kasih..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hallo , Terimakasih sudah membaca artikel ini dan memberikan pertanyaan yang baik. Saya Gregorius Daniel Gokasi Ambarita (41170172) izin mencoba menjawab pertanyaan saudara Divia.

      Untuk pertanyaan pertama , KUHP pasal 305 berhubungan dengan statement yang menyatakan bahwa dr. Fredy dan RS Omni melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan SOP. SOP yang dimaksud adalah tidak merawat pasien (meninggalkan) pasien yang masih dibawah umur. Namun berdasarkan kasus diatas, statement tersebut tidak berlaku pada dr. Fredy karena pada dasarnya dr. Fredy telah melakukan Standar Operasional Prosedur yang sesuai. Hal ini tampak pada vonis pengadilan yang menjatuhkan hukumannya pada RS Omni saja. Dengan kata lain , sebenarnya dr. Fredy sudah melakukan SOP dan perawatan kepada pasien (bayi kembar) tersebut dan tidak meninggalkannya.

      Untuk pertanyaan kedua, sebenarnya hal sudah di atur dalam Permenkes 755/Menkes/Per/IV/2011 pasal 1 yang menjelaskan bahwa komite medis ini bertujuan untuk mengatur tata kelola klinis (clinical governance) yang baik agar mutu pelayanan medis dan keselamatan pasien di rumah sakit lebih terjamin dan terlindungi serta mengatur penyelenggaraan komite medik di setiap rumah sakit dalam rangka peningkatan profesionalisme staf medis.

      Hapus
    2. Kemudian dijelaskan pula pada pasal 11 mengenai tugas dan fungsi komite medis sebagai berikut.

      (1) Komite medis mempunyai tugas meningkatkan profesionalisme staf medis yang bekerja di rumah sakit dengan cara:
      a. Melakukan kredensial bagi seluruh staf medis yang akan melakukan pelayanan medis di rumah sakit;
      b. Memelihara mutu profesi staf medis; dan
      c. Menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi staf medis.

      (2) Dalam melaksanakan tugas kredensial komite Medik memiliki fungsi sebagai berikut:
      a. Penyusunan dan mengkompilasikan daftar wewenang klinis sesuai dengan masukan dari kelompok staf medis berdasarkan norma keprofesian yang berlaku;
      b. Penyelenggaraan pemeriksaan dan pengkajian :
      Kompetensi
      Kesehatan fisik dan menta
      Perilaku
      Etika profesi
      c. Evaluasi data pendidikan profesional kedokteran / kedokteran gigi berkelanjutan
      d. Wawancara terhadap Pemohon kewenangan klinis;
      e. Penilaian dan pemutusan kewenangan klinis yang adekuat
      f. Pelaporan hasil penilaian kredensial dan menyampaikan rekomendasi kewenangan klinis kepada komite medis
      g. Melakukan proses re kredensial pada saat berakhirnya masa berlaku surat penugasan klinis dan adanya permintaan dari komite medis; dan
      h. Rekomendasi kewenangan klinis dan penerbitan surat penugasan klinis.

      (3) Dalam melaksanakan tugas memelihara mutu profesi staf medis komite medik memiliki fungsi sebagai berikut:
      a. Pelaksanaan audit medis
      b. Rekomendasi pertemuan ilmiah internal dalam rangka pendidikan berkelanjutan bagi staf medis;
      c. Rekomendasi kegiatan eksternal dalam rangka pendidikan berkelanjutan bagi staf medis rumah sakit tersebut; dan
      d. Rekomendasi proses pendampingan (proctoring) bagi staf medis yang membutuhkan.

      (4) Dalam melaksanakan tugas menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi staf medis komite medik memiliki fungsi sebagai berikut:
      a. Pembinaan etika dan disiplin profesi kedokteran;
      b. Pemeriksaan staf medis yang diduga melakukan pelanggaran disiplin
      c. Rekomendasi pendisiplinan pelaku profesional di rumah sakit; dan
      d. Pemberian nasihat / pertimbangan dalam pengambilan keputusan Etis pada Asuhan medis pasien


      Intinya adalah komite medis disini berperan dalam pengawasan dan kontrol bagi tenaga medis professional di rumah sakit baik dalam hal tindakan , etika ,mutu dll. Seharusnya kasus diatas dapat diselesaikan oleh komite medis dari rumah sakit yang bersangkutan. Namun, dalam hal ini saya tidak mengetahui mengapa komite medis dalam kasus ini kurang berperan.

      Mungkin itu saja yang bisa saya sampaikan , terima kasih atas perhatiannya semoga bisa menjawab dan semoga bermanfaat .

      Sumber:
      1. KUHP pasal 305
      2. Permenkes 755/Menkes/Per/IV/2011
      3. KODEKI

      Hapus
  5. Setelah dinyatakan bersalah, adakah usaha rumah sakit agar kejadian tersebut tidak terulang lagi ke depannya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih sudah membaca artikelnya. saya intan saraswati / 41170194 izin menjawab untuk pertanyaannya. jadi untuk usaha rumah sakit omni untuk mencegah kejadian ini terulang sebenarnya belum ada sumber yang menjelaskan. namun seharusnya komite medik rumah sakit omni yang berfungsi dalam hal ini. karena, seperti yang sudah dituliskan dalam artikel bahwa tujuan dibentuknya komite medik adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan medis dan keselamatan pasien. selain itu ada program lain yang dapat di terapkan di rumah sakit yaitu patient safety dimana tujuannya sama yaitu untuk menurunkan kejadian medical error dengan mengutamakan keselamatan pasien, menurunkan kejadian tidak diharapkan, serta mencegah pengulangan kejadian tidak diharapkan. dalam upaya ini nanti akan dilaukan penilaian terhadap kompetensi masing-masing staff medis, menilai apakah kewenangan klinis staff medis sudah sesuai kompetensi, dan apabila kurang sesuai maka akan dilakukan pencabutan ataupun modifikasi. semoga dapat menjawab pertanyaanya terimakasih

      Hapus
  6. Terimakasih atas artikelnya, perkenalkan nama saya Kezia Adya dengan NIM 41170107 ingin bertanya, jika memang kesalahannya memberikan terlalu banyak Oksigen, apakah memungkinkan tenaga medis lain melakukan kesalahan tersebut? Lalu pertanyaan kedua, di ringkasan kasis, ibu dari kedua bayi mengatakan tidak ada pemberitahuan untuk kembali melakukan pemeriksaan, nah pertanyaannya adalah, apakah anjuran untuk melakukan pemeriksaan kembali memerlukan surat? Atau hanya secara verbal saja? Dan apakah sebagai dokter nantinya, kita menganjurkan pasien secara verbal atau tertulis jika memang hal tersebut ternyata penting sebagai bukti? Terimakasihh

    Kezia Adya N -41170107

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hallo , Terimakasih sudah membaca artikel ini dan memberikan pertanyaan yang baik. Saya Gregorius Daniel Gokasi Ambarita (41170172) izin mencoba menjawab pertanyaan saudara Kezia.

      Untuk pertanyaan pertama, pada dasarnya seorang pasien yang datang kepada dokter dan menginginkan perawatan darinya merupakan tanggung jawab penuh dari dokter tersebut. Hal ini tampak jelas pada KODEKI Pasal 15 Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis. Jika pun memerlukan bantuan dari tenaga medis lainnya seperti yang tertera pada pasal diatas maka harus ada persetujuan yang etis dan lagi hal ini tetap menjadi pertanggungjawaban dari dokter yang bersangkutan yang memberikan izin (berbeda dengan merujuk memberi kan tanggung jawab kepada dokter yang lebih berkompeten di bidangnya). Jadi , memang ada kemungkinan tenaga medis lain dapat melakukan kesalahan tersebut namun hal ini tetap menjadi pertanggung jawaban dokter yang memberikan izin . Namun , hal ini tidak semerta-merta merupakan kesalahan dokter tersebut, ada sikap etis lainnya dalam menanggapi permasalahan ini. Adapun hal tersebut diatur dalam KODEKI dan PMK agar dokter dan tenaga medis professional lainnya dapat berlaku sesuai etis kedokteran maupun SOP yang berlaku.

      Untuk pertanyaan kedua , terkait dengan adanya persetujuan. Persetujuan seperti ini bisa bersifat lisan(verbal) maupun tertulis. Namun, dalam menentukan persetujuan ini juga memiliki syarat , biasanya persetujuan secara lisan diperlukan pada tindakan medis yang tidak mengandung resiko tinggi , sedangkan persetujuan tertulis mutlak diperlukan pada tindakan medis yang mengandung resiko tinggi seperti tindakan pembedahan. Dalam hal ini , sebenarnya tidak memerlukan persetujuan tertulis , dapat secara lisan(verbal), kecuali pemeriksaan yang dimaksudkan pada kontrol penyakit tertentu seperti kontrol penyakit diabetes ,dll. Selain itu dengan adanya sifat hubungan antara pasien-dokter hal tersebut merupakan suatu persetujuan (agreement) dan adanya kepercayaan (fiduciary) dari pasien kepada dokternya atas dasar saling percaya. Jadi, sebenarnya dengan metode lisan saja sudah didapatkan persetujuan baik dari dokter maupun dari pasien.Namun , karena dalam kasus ini kita tidak mengetahui siapa yang benar dapat diberikan persetujuan dengan tertulis , apalagi anak yang diberikan perawatan merupakan anak premature yang sangat rentan terhadap kondisi medis apapun. Tidak lupa juga kita sebagai seorang dokter memberikan informed consent agar pasien dapat mengetahui resiko dan penanganan yang diberikan. Dengan begitu , hal seperti ini tidak akan terjadi karena sudah ada persetujuan dari kedua belah pihak.

      Mungkin itu saja yang bisa saya sampaikan , terima kasih atas perhatiannya semoga bisa menjawab dan semoga bermanfaat .

      Sumber:
      -KODEKI
      -Permenkes

      Hapus
  7. Saya mau bertanya, kalau pasien BPJS itu apakah memiliki hak yang sama untuk menuntut ketika terjadi tindakan malpraktek? apakah ada regulasinya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Kak Mega atas pertanyaannya, saya Valentino Y. Buriko (41170209) mencoba menjawab pertanyaan tsb.

      Semua pasien baik BPJS ataupun non-BPJS memiliki hak yang sama untuk melakukan penuntutan, seperti yang terdapat pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 4 tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Pasien, Pasal 17 ayat 2q, pasien memiliki hak menggugat/menuntut Rumah Sakit apabila diduga telah terjadi tindakan pelayanan di Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar, dan hal tersebut dapat dilakukan baik secara perdata maupun pidana.
      Untuk regulasinya sendiri, tidak ada arahan khusus yang mengatur hal apa yang harus dilakukan dan ke siapa harus melakukan pengaduan. Namun berdasarkan pada Pasal 29 UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan malahan menyatakan bahwa jika diduga terjadi kelalaian oleh tenaga kesehatan, maka hal tersebut harus diselesaikan melalui mediasi terlebih dahulu. Akan tetapi, bisa saja pasien dapat langsung melaporkan dugaan ke Majelis Kehormatan Etik Kedokteran/Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKEK/MKDKI) tanpa mediasi, ataupun langsung menggugat secara perdata. Dan jika ternyata terdapat kesengajaan dalam dugaan kelalaian tersebut, maka dapat dilakukan penggugatan secara pidana, karena berdasarkan UU di bidang kesehatan lainnya (lihat referensi), kesalahan yang murni kelalaian tidak dapat dipidana karena tidak ada UU yang mencakup hal tersebut.

      Sekian jawaban saya, semoga mudah dipahami dan dapat menjawab pertanyaannya. Terima kasih.

      Referensi:
      - Permenkes 4 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien
      - Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
      - Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
      - Undang-Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

      Hapus
  8. Selamat Malam, kasus yang menarik :)

    Saya ingin bertanya beberapa hal:

    1. Dalam pembahasan disebutkan beberapa pasal KUHP yang dilanggar oleh dokter diatas. Menurut kelompok 5, apakah kasus ini merupakan kasus pidana / perdata? Bisa dijelaskan perbedaan kasus pidana dan perdata? Karena dalam kasus diatas pun jelas tertulis bahwa korban menggugat dokter diatas dengan hukum perdata
    2. Kapan dikatakan bahwa seorang dokter tidak mengikuti SOP yang ada, dan kapan seorang dokter dikatakan lalai dalam prosedur medis yang dilakukan?

    Terimakasih, semangat kelompok 5 :)
    Patrick K - 41170104

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya, saya Tandean Jeffrey Ferdinand (41170180) akan mencoba menjawab pertanyaan Saudara Patrick.

      1. Kasus ini awalnya dimulai sebagai kasus pidana karena diawal ada tuduhan bahwa Dokter Fredy melakukan pelanggaran KUHP pasal 304-305 namun kemudian dihentikan karena tidak ada bukti yang cukup, lalu pada waktu berikutnya Juliana mengajukan gugatan perdata dan diterima yang akhirnya dinyatakan oleh majelis hakim sah dan terbukti melanggar KUHPer pasal 1365-1366 & 1371. Jadi menurut kami kasus ini bisa disebut pidana jika ditemukan bukit yang mendukung namun hasil finalnya adalah kasus perdata (https://metro.tempo.co/read/1127638/malpraktik-jared-dan-jayden-rs-omni-alam-sutera-divonis-bersalah)

      Untuk penjelasan perbedaan kasus pidana dan perdata

      Hukum pidana bertujuan untuk melindungi kepentingan umum, misalnya yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang memiliki implikasi secara langsung pada masyarakat secara luas (umum), dimana apabila suatu tindak pidana dilakukan, berdampak buruk terhadap keamanan, ketenteraman, kesejahteraan dan ketertiban umum di masyarakat. Hukum Pidana sendiri bersifat sebagai ultimum remedium (upaya terakhir) untuk menyelesaikan suatu perkara. Karenanya, terdapat sanksi yang memaksa yang apabila peraturannya dilanggar, yang berdampak dijatuhinya pidana pada si pelaku.

      Hukum perdata bersifat privat, yang menitikberatkan dalam mengatur mengenai hubungan antara orang perorangan, dengan kata lain menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa akibat dari ketentuan-ketentuan dalam hukum perdata yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Per) hanya berdampak langsung bagi para pihak yang terlibat, dan tidak berakibat secara langsung pada kepentingan umum

      Sumber : KUHP dan KUHPer

      2. Dokter dikatakan tidak mengikuti SOP ketika dia terbukti tidak mengikuti SOP yang telah ditetapkan, hal ini akan diketahui ketika dilakukan pengecekan rutin oleh tim pelaksana audit medis dibawah komite medis
      Dokter dikatakan lalai dalam prosedur medis yang dilakukan ketika didapatkan outcome yang tidak sesuai ketika melakukan tindakan. Outcome yang dimaksud adalah

      • Keselamatan pasien
      • Efisien dalam pemanfaatan sumber daya
      • Asuhan telah berfokus pada pasien
      • Layanan dan asuhan yang tepat waktu
      • Asuhan yang secara klinis efektif
      • Perlakuan yang adil pada pasien
      Jika didapatkan salah satu outcome yang tidak sesuai dan dilaporkan oleh pihak pasien atau pegawai medis (perawat, dokter lain, dll) ataupun ditemukan ketidak sesuain tindakan dengan SOP yang ada oleh tim pelaksana audit medis maka dokter dikatakan lalai dalam memberikan prosedur medis

      Sumber :
      • Pedoman Praktik Dokter dan Dokter Gigi di Indonesia (Konsil Kedokteran Indonesia, Indonesia Medical Council). Jakarta. 2016
      • Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 496/MenKes/SK/IV/2005 (Tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit)
      Terima kasih, semoga jawaban saya dapat membantu :)

      Hapus
  9. Terimakasih artikelnya ingin bertanya apakah dr Fredy mendapatkan sanksi etik dari MKEK, atau sudah bebas secara secara hukum maupun etik kedokteran?

    Lalu saya masih bingung dengan yang dimaksud biaya perkara?

    Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaan nya, saya Hansen Wilbert (41170200) ijin menjawab. Jadi untuk kasus ini belum didapatkan ada nya sanksi etik dari MKEK. Lalu untuk yang biaya perkara, biaya perkara adalah biaya yang meliputi biaya pendaftaran, mediasi, persidangan dan biaya-biaya lainnya untuk keperluan penanganan perkara di pengadilan.
      Sumber: pa-surabaya.go.id

      Hapus
  10. Halo, saya ingin bertanya mengenai kasus penanganan bayi kembar tersebut. Pihak rumah sakit menurut saya sudah fatal sekali karena merugikan bayi kembar tersebut menyebabkan kecacatan seumur hidupnya padahal mereka dilahirkan dengan kondisi normal. Namun, mengapa pihak rumah sakit tidak langsung memproses masalah tersebut? bahkan ibu nya harus melakukan pemeriksaan di berbagai rumah sakit bahkan sampai rumah sakit luar negeri baru dapat diproses hukumnya? sudah merugikan anak2 nya, ibunya harus kerja keras untuk mengumpulkan bukti2 tersebut untuk menuntut kebenaran.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaan nya, saya Hansen Wilbert (41170200) ijin menjawab. Jadi memang dari kasus ini ibu dari si bayi yang membawa bayi nya untuk berobat di tempat lain. Juga bisa disebabkan karena ibu dari bayi tersebut sudahtidak percaya pada RS yang merawat anak nya sehingga mengambil keputusan untuk berobat di tempat lain

      Hapus
  11. Halo, saya ingin bertanya mengenai kasus penanganan bayi kembar tersebut. Pihak rumah sakit menurut saya sudah fatal sekali karena merugikan bayi kembar tersebut menyebabkan kecacatan seumur hidupnya padahal mereka dilahirkan dengan kondisi normal. Namun, mengapa pihak rumah sakit tidak langsung memproses masalah tersebut? bahkan ibu nya harus melakukan pemeriksaan di berbagai rumah sakit bahkan sampai rumah sakit luar negeri baru dapat diproses hukumnya? sudah merugikan anak2 nya, ibunya harus kerja keras untuk mengumpulkan bukti2 tersebut untuk menuntut kebenaran.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaan nya, saya Hansen Wilbert (41170200) ijin menjawab. Jadi memang dari kasus ini ibu dari si bayi yang membawa bayi nya untuk berobat di tempat lain. Juga bisa disebabkan karena ibu dari bayi tersebut sudahtidak percaya pada RS yang merawat anak nya sehingga mengambil keputusan untuk berobat di tempat lain

      Hapus
  12. selamat malam kak .. artikel yang sangat menarik terkait prosedur penanganan.
    izin bertanya kak, prosedur apakah yang dilanggar atau mengalami kesalahan dalam kasus ini dan seharusnya pengontrolan seperti apa yang perlu dilakukan oleh dokter sebagai bentuk evaluasi terhadap bayi dan tindakan yang dilakukan ?

    apakah penilaian dan evaluasi dokter salah terhadap penggunaan inkubator ? atau kesalahan teknis dari alat atau murni karena dokter salah memilih tindakan perawatan bayi prematur ?

    karena bisa saja dokter dibenarkan disini karena telah melakukan prosedur perawatan yang sesuai dan tepat dengan dasar penilaian dan evaluasi pasien ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat malam Vallen, terima kasih sudah membaca artikel kami dan bertanya. Saya ijin menjawab.
      1. Prosedur apakah yang dilanggar atau mengalami kesalahan dalam kasus ini dan seharusnya pengontrolan seperti apa yang perlu dilakukan oleh dokter sebagai bentuk evaluasi terhadap bayi dan tindakan yang dilakukan?
      Jawaban: Banyak aspek kemungkinan yang dapat 'miss' pada kasus ini. Bisa pada kualitas inkubator yang buruk, atau kelalaian tenaga medis mengontrol kondisi bayi hari lepas hari, atau kelalaian tenaga medis melakukan pengecekan alat inkubator secara berkala agar tetep terjaga pad suhu yang sesuai dibutuhkan oleh sang bayi, sesuai keadaan fisiknya pasca lahir, sesuai berat badannya, juga sesuai suhu lingkungan luar. Kemungkinannya ada banyak dan tidak dapat dikatakan PASTI begini, karena fakta yang dimunculkan berita tidak mengulasnya demikian..
      2. apakah penilaian dan evaluasi dokter salah terhadap penggunaan inkubator ? atau kesalahan teknis dari alat atau murni karena dokter salah memilih tindakan perawatan bayi prematur ?
      Jawab: Bisa saja dokter salah dalam memperkirakan keadaan sang bayi, atau mungkin sekedar salah berpikir, atau lalai lupa follow up keadaan sepasang kembar ini. Pada dasarnya bayi prematur memang disarankan untuk mendapat perawatan intensif dalam inkubator. Akan tetapi suhu dan lama perawatan harus sinkron dan sesuai dengan kondisi bayi. Selain itu, hal ini tidak harus berlangsung all day 24 jam. Kadangkala ibu (sesuai ijin dokter) dapat mendekap bayi dalam pelukannya guna melakukan bonding juga. Nah, mungkin bisa jadi juga hal seperti ini yang lalai di follow up oleh sang dokter sehingga bayi terlalu lama berada dalam inkubator, menghirup terlalu banyak oksigen yang berdampak pada saraf matanya.
      3. karena bisa saja dokter dibenarkan disini karena telah melakukan prosedur perawatan yang sesuai dan tepat dengan dasar penilaian dan evaluasi pasien ?
      Jawab : Ya, tidak ada garis batas tegas yang membuktikan bahwa kasus ini murni kesalahan dr. Freddy saja. Itu sebabnya saat Ibu Juliana mengajukan gugatan/tuntutan terhadap dr. Fredy, pengadilan tidak dapat memprosesny karena kurangnya bukti. Pada kasus ini tergugat lebih dijatuhkan pada satu kesatuan rumah sakit yang mengandung berbagai elemen di mana masing-masing ada kemungkinan untuk lalai dalam tugasnya (tentu yang ada kaitannya dengan perawatan bayi prematur ini), termasuk bagian Komite Medik saat mengurus audit medis.

      Demikian yang dapat saya utarakan, semoga cukup memuaskan. Mohon maaf bila terdapat kekurangan. Tuhan memberkati.
      Salam,
      Oey, Yedida Stephanie S
      41170190

      Hapus
  13. Selamat malam kak, terima kasih atas artikel nya yang bermanfaat. Saya izin bertanya, tadi dijelaskan bahwa kasus ini sempat diberhentikan karena kurangnya bukti. Saya pernah mencari di internet bahwa memang banyak sekali kasus-kasus malpraktik yang kurang bukti seperti informasi yang disediakan rumah sakit kurang atau dokter yang enggan memberi tanggapan dsb. Bagaimana tanggapannya mengenai hal tersebut? Apakah ada peraturan yang mengatur bahwa setiap dokter harus menyediakan informasi tentang penanganan pasiennya selengkap-lengkapnya dan apakah hal tersebut termasuk suatu pelanggaran juga?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya. Saya Anastasia Dwi M (41170206) ijin mencoba menjawab pertanyaannya. Menurut Undang-Undang nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran
      • Pasal 45, disebutkan bahwa:
      1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
      2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.
      3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup:
      a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
      b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;
      c. alternatif tindakan lain dan risikonya;
      d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
      e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
      4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan.
      5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
      6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
      • Pasal 52, disebutkan bahwa :
      Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:
      a) mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3)
      • Jadi, jika dilihat dari Menurut Undang-Undang nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran pasal 45 dan pasal 52 dapat disimpulkan bahwa dokter wajib memberikan informasi selengkap-lengkapnya tentang pelayanan yang dilakukan terhadap pasien dan pasien juga mempunyai hak untuk mengetahui informasi tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya.

      Hapus
    2. Terima kasih telah membaca artikel ini, semoga jawaban saya dapat membantu :)
      Sumber jawaban saya:
      Undang-Undang nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran

      Hapus
  14. Terimakasih, artikelnya sangat menarik dan menambah wawasan 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih sudah membaca artikel kami semoga bermanfaat :)

      Hapus
  15. Selamat pagi, sebuah artikel yang bagus. Namun saya ingin bertanya bukankah perbuatan yang dilakukan dokter tersebut merupakan hal yang terbaik yang memang bisa dilakukan, barangkali kalau tidak dilakukan inkubator malah terjadi hal yang lebih buruk. Lalu hal yang bisa dilakukan selain inkubator yang mungkin tidak menyebabkan cacat apa? Setelah dijatuhi hukuman tersebut, apakah dokter tersebut maaih bisa berkerja di RS tersebut. Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih sudah membaca artikelnya. saya intan saraswati / 41170194 izin menjawab, saya setuju dengan pendapat anda bahwa perlakuan yang diberikan dokter tersebut sudah merupakan upaya yang terbaik untuk menolong bayi yang terlahir prematur seperti pada kasus. karena memang yang dilakukan dokter tersebut sudah sesuai dengan SOP. namun seperti yang sudah dituliskan dalam artikel, bahwa kemungkinan penyebab ROP atau kelainan pada mata bayi tersebut karena kelalaian pada perawatan bayi prematur setelah lahir. sehingga seharusnya tenaga medis lebih memperhatikan quality control pada alat kesehatan dan lebih teliti dalam mengawasi setiap keadaan pasien sehingga keselamatan pasien akan lebih terjamin. maaf saudara saya kurang setuju untuk pernyataan anda mengenai dokter tersebut dijatuhi hukuman, karena pada kasus ini akhirnya rumah sakit omni lah yang diberikan sanksi, dan dokter dinyatakan tidak bersalah karena tidak ada bukti kuat apabila dokter tersebut melakukan pelanggaran terhadap SOP. saya sendiri belum mengetahui apakah dokter tersebut masih bekerja di rumah sakit tersebut atau tidak, karena beum ada sumber yang jelas mengenai hal ini. terimakasih, semoga terjawab

      Hapus
  16. Terimakasih kak,artikelnya sangat menarik dan memberi wawasan terutama dalam prosedur menangani pasien , dan memberi pelajaran bagi masing" orang (dokter) agar dapat lebih profesional lagi dalam penanganan kasus.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih banyak sudah membaca artikel kami, semoga bermafaat. saya juga sependapat dengan saudara herlin, dimana kejadian seperti ini dapat memberikan pelajaran baik untuk dokter serta tenaga medis lain, dimana harus mengingat dan menerapkan prinsip keselamatan pasien adalah prioritas dalam pelayanan kesehatan dan kedokteran.

      Hapus
  17. Artikel yang menarik..

    Menurut saya, sangat disayangkan bila dalam kedokteran terjadi malpraktik. Malpraktik pada akhirnya akan merugikan kedua belah pihak, dokter maupun pasien.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih sudah membaca artikel kami. saya setuju dengan pendapat saudara jika masalah malpraktik merugikan banyak pihak. baik pihak pasien dan keluarga, pihak dokter tenaga medis lain, rumah sakit, pemerintah, organisasi profesi serta pihak yang dapat terkait pada kasus seperti ini. maka dari itu, harus memperhatikan setiap tindakan yang dilakukan baik itu invasif ataupun hanya pemberian alat bantu sederhana seperti oksigen.

      Hapus
  18. Balasan
    1. Terimakasih sudah membaca artikel kami semoga bermanfaat :)

      Hapus
  19. Siang saya ingin bertanya
    Apakah mungkin jika kecelakaan kasus ini disebabkan oleh kualitas alat inkubator yang buruk?
    Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat sore kak Joshua, terima kasih sudah bertanya. Saya ijin untuk menjawab. Bisa saja hal ini terjadi. Akan tetapi alat inkubator yang buruk pun masih merupakan tanggung jawab rumah sakit. Entah ada kerusakan, error, atau apapun, karena itu masih berada di dalam rumah sakit, milik rumah sakit, dan rumah sakit yang mengelola, maka hal ini menjadi tanggung jawab rumah sakit. Apabila dianalisa, hal ini dapat terjadi karena lalainya petugas medis yang berwenang terhadap keberlangsungan alat-alat medis. Dokter spesialis anak jelas terseret di sini karena ia yang bertanggung jawab terhadap perawatan bayi sejak urusan kelahiran selesai. Namun, tidak dr Freddy seorang yang bisa salah. Akan tetapi perawat dsb yang ikut andil dalam perawatan bayi.

      Mungkin sekian yang dapat saya utarakan. Mohon maaf bila ada kekurangan. Terima kasih.
      Oey, Yedida Stephanie S
      41170190

      Hapus
  20. artikelnya sangat informatif sekali. Mantraa mantap trasa 👍

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih sudah membaca artikel ini, semoga bermanfaat. salam mantra, mantap trasa :)

      Hapus
  21. Artikel sangat menarik, salam untuk Intan Saraswati

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih sudah membaca artikel ini, artikel ini memang dibuat menarik seperti saya sendiri. salam kembali langsung dari intan saraswati.

      Hapus
  22. Terima kasih atas artikel menariknya.
    Saya mau bertanya, apakah ada regulasi tertentu yang mengatur saat seseorang ingin mendapatkan statement medis dari rumah sakit lain untuk meyakinkan kesalahan dokter/rumah sakit lain? Ataukah bebas saja dalam memilih rumah sakit yang lain (dalam negeri/luar negeri)?

    BalasHapus
    Balasan
    1. selamat malam kak ijin menjawab, saya sulistyo 41170189 menurut UU No 23 tahun 1992: tentang hak kewajiban pasien pada ayat 2 tertulis bahwa pasien berhak menerima pendapat kedua dalam arti lain dokter atau rumah sakit lain yang bagi pasien tersebut atau bagi tingkatan dalam kompetensinya ialah sama.

      Hapus
  23. Terimakasih, artikel yang sangat menarik! Sepertinya pertanyaan-pertanyaan saya sudah tersampaikan, jadi saya menunggu jawaban dari kelompok saja, sukses selalu!

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih regina telah mengunjungi blog kami, semoga dikesempatan selanjutnya bisa bertemu lagi, salam sulistyo 41170189

      Hapus
  24. Disini dikatakan bahwa pihak rumah sakit tidak segera menangani pasien ini setelah dirujuk oleh dr Fredy. RS Omni .. apakah ada sanksi untuk rmh sakit yang bisa dibilang lalai dalam menangani kasus demi keselamatan pasien!?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Victoria Filialni5 Juni 2020 pukul 12.34

      Selamat siang Ferent, terima kasih telah membaca artikel ini dan memberikan pertanyaan. Saya Victoria Filialni R.A (41170176), akan mencoba menjawab.
      Dalam kasus ini, saya tidak menemukan berita terkait sanksi yang diterima RS Omni. Namun, bila ditinjau dari PERMENKES No. 4 tahun tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah sakit dan Kewajiban Pasien, pada pasal 30-33 dijelaskan bahwa 1) Menteri, Pemerintah Daerah provinsi, dan/atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan dapat mengenakan sanksi administratif terhadap Rumah Sakit yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 25 (Kewajiban RS). (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dapat berupa: (a) sanksi administratif ringan berupa teguran lisan/tulisan,(b) sanksi administratif sedang berupa pemberhentian sementara sebagian kegiatan yang bertujuan agar RS dapat melakukan perbaikan pelayanan dan kegiatan dan (c) sanksi administratif berat dapat berupa denda dan pencabutan izin operasional.

      Mungkin ini yang bisa saya jawab, semoga bermanfaat. Terima Kasih.

      Sumber
      PERMENKES No. 44 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien

      Hapus
  25. Terima kasih untuk artikel menariknya.

    Sebagai orang "awam" tentang medis dan hukum, saya mau berkomentar begini, kasus di atas menerangkan bahwa kedua bayi memgalami masalah setelah proses inkubator. Itu artinya, terindikasi bahwa bisa jadi alat inkubator juga mengalami masalah. Pertanyaan saya adalah, jika alat inkubator yang bermasalah sehingga membahayakan pasien, lantas haruskah dokter yang menerima hukum?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat sore kak steven, Saya Novita Eveline T (41170162 ) sebelumnya mengucapkan terima kasih karena sudah membaca artikel kelompok kami. Disini saya izin menjawab pertanyaanya bahwa bila alat inkubator yang digunakan pasien bermasalah atau eror maka yang bertanggung jawab adalah pihak rumah sakit bukan dokter yang bersangkutan karena alat-alat medis adalah kepunyaan dari rumah sakit. Jadi dokter tersebut tidak bisa dikenai hukuman. Akan tetapi bila terjadi kelalaian pada pasien yang diakibatkan oleh tenaga medis/dokter terhadap alat-alat medis yang dipakai maka barulah bisa dikatakan sebagai tanggung jawab pertugas medis/dokter dan dokter tersebut bisa dikenai hukuman. Terima kasih

      Hapus
  26. Terima kasih untuk artikelnya, artikel yg menarik dan menambah wawasan para pembaca. Berdasarkan Pasal 29 UU No. 36 Tahun 2009 yang mengatakan Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi. Yg mnjdi pertanyaan saya, apakah kasus trsbt sebelumnya sdh dilakukan mediasi sblm pengguggat melaporkan tergugat terkait kasus trsbt kpd pihak yg berwajib?

    BalasHapus
    Balasan
    1. selamat malam, saya sulistyo 41170189 ijin menjawab pertanyaan saudara menurut kompas.com sebelum diberlakukannya peradilan pihak rumah sakit telah melakukan proses mediasi sehingga pada proses tersebut juga proses mediasi tidak menemukan ujungnya sehingga mengakibatkan etrjadinya proses peradilan.

      https://amp.kompas.com/megapolitan/read/2009/06/14/07155412/omni.tegaskan.sudah.maksimal.tangani.jayden.dan.jared

      Hapus
  27. Dari kasus ini semua orang bisa belajar meskipun orang yang sudah menggeluti pekerjaan di bidangnya bisa melakukan kesalahan. Meskipun sudah berpengalaman bertahun-tahun, kita tidak boleh menyepelekan suatu prosedur dalam pekerjaan, apa lagi yang berhubungan dengan kesehatan dan nyawa manusia

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas sudah membaca dan memberi tanggapan terkait artikel kami semoga bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua :)

      Hapus
  28. Terima kasih atas artikelnya. Izin bertanya, apakah ada sanki dari IDI terkait kasus ini (seperti teguran/ pencabutan izin)? Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaanya, saya Ormy Abiga Mahendra (41170155) akan mencoba menjawab pertanyaannya , sampai saat ini hingga kasus ini berakhir karena kurangnya bukti , dokter Fredy tidak mendapat sanksi dari IDI maupun Pidana karena sudah menjalankan sesuai dengan SOP yang berada di rumah sakit. Dalam UU 29 tahun 2004 juga menjelaskan bahwa ketika dokter melakukan praktik kedokteran mempunyai hak memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional. Jadi bisa dikatakan bahwa dr Fredy mendapat perlindungan dari rumah sakit terkait.
      Terimakasih, semoga membantu

      Hapus
  29. Izin menanyakan sekiranya pada kasus ini apabila dr. Freddy sudah melakukan informed consent sebelumnya yang menyatakan adanya risiko dari tindakan medis tersebut apakah masih dapat dituntut dan diperkarakan secara hukum? Karena meskipun dalam praktiknya seorang dokter wajib melakukan tindakan sesuai SOP yang berlaku namun ada beberapa tindakan medis emergency yang sifatnya life saving yang terkadang juga pelaksanaannya menyimpang dari SOP (misalnya bukan kompetensi dari dokter tersebut namun memang butuh penanganan saat itu juga sedangkan tidak ada dokter yang lebih kompeten di daerah tersebut)

    BalasHapus
    Balasan
    1. selamat malam erlin ijin menjawab, saya sulistyo 41170189, jadi menurut kasus yang ada benar sekali dr.freddy telah melakukan SOP dengan baik namun permasalahan inti dari kasus ini ialah selang oksigen yang disalurkan berlebihan kepada bayi jared jayden sehingga mengalami gangguan pada mata mereka berdua sehingga yang dituntut ialah rumah sakit yang notabene memiliki fasilitas pelayanan inkubator tersebut. kemudian menanggapi pada kasus emergency ialah menurut UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
      Paragraf Kedua Perlindungan Pasien Pasal 56 ayat 2 menerangkan bahwa dokter boleh melakukan tindakan medis tidak melalui jalur informed consent jika terdapat kondisi pasien a. penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam masyarakat yang lebih luas; b. keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atau c. gangguan mental berat.

      Hapus
  30. terimakasih, artikel diatas sangat mengedukasi
    namun ada hal yang ingin saya tanyakan
    Mengapa rumah sakit yang harus membayar ganti rugi akhir padahal kejadian ini juga menggugat dokter Fredy Limawal sebagai dokter spesialis anak yg khusus menangani kasus ini?
    terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih sudah membaca artikel kami, saya intan saraswati / 41170194 izin menjawab pertanyaanya. Pada awalnya memang pihak penggugat mengadukan dokter spesialis anak yang menangani bayi kembar tersebut , serta menggugat rumah sakit omni terkait tuduhan kelalaian yang mengakibatkan seseorang cacat. Namun pada proses penyidikan ternyata bukti bahwa dokter melanggar SOP kurang kuat. Serta disini penggugat juga menemukan bukti baru dimana kelainan pada bayinya tersebut dapat terjadi karena kelalaian dalam perawatan bayi premature setelah lahir. Maka, rumah sakitlah yang dijatuhi hukuman karena telah melalaikan keselamatan pasien dan terbukti melanggar peraturan sesuai yang tercantum pada bagian pencermatan norma hokum yang dilanggar. Terimakasih semoga menjawab pertanyaannya.

      Hapus
  31. Apakah tidak ada keringanan bagi dokter trsbt? Krna bkn hny dokter yg lalai tpi juga dri pihak RS trsbt

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat sore kak felicia , Saya Novita Eveline T (41170162 ) sebelumnya mengucapkan terima kasih karena sudah membaca artikel kelompok kami. Disini saya izin menjawab pertanyaannya, bahwa dokter Fredy pada kasus ini awalnya dituntut oleh ibu Juliana ( ibu dari kedua bayi kembar yang mengalami gangguan pada mata) pada kasus ini ibu Juliana merasa bahwa dokter fredy lalai dalam memberikan pelayanan pada anaknya sehingga menyebabkan kedua anaknya mengalami gangguan pada penglihatan. Namun setelah melaporkan kasus ini, dari pengadilan memutuskan bahwa dokter fredy tidak bersalah dalam hal ini dimana dokter fredy sudah melakukan pelayanan kesehatan kepada kedua bayi kembar ini sesuai dengan standar operasional pelayanan ( SOP) dan tidak ada bukti yang kuat bahwa dokter fredy bersalah. Jadi dokter fredy sendiri tidak dikenai hukuman baik dari sisi pidana maupun perdata. Jadi ketika ditanyakan bahwa apakah ada keringanan hukuman kepada dr fredy maka jawabannya tidak ada keringanan apapun dalam hal ini karena dokter fredy benar-benar tidak terbukti melakukan kesalahan sehingga tidak berhak diberikan hukuman.

      Hapus
  32. Pertanyaan saya adalah Kenapa hanya rumah sakit saja yang di gugat secara perdata? lalu dokter spesialis Fredy Limawal tidak di proses secara Pidana karena jelas disana telah terjadi kesalahan SOP sehingga menyebabkan Kebutaan pada si anak
    menurut saya ini perlu di telusuri secara baik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih saudara Apri atas pertanyaannya,

      Saya Clara Margareta (41170195) ijin menjawab, sebelumnya saya akan menguraikan dulu apa aspek hukum perdata dan hukum pidana. Aspek Hukum Perdata dalam menyelenggaraan praktik kedokteran meliputi hubungan dokter-pasien. Hubungan dokter-pasien ini termasuk hubungan hukum. Sehingga untuk melindungi kedua belah pihak perlu adanya perangkat hukum yaitu informed consent. Informed Consent yaitu suatu persetujuan yang dilakukan oleh pasien tanpa ada unsur keterpaksaan yang sebelumnya didahului dengan informasi berupa manfaat, kerugian dan risiko dari tindakan yang akan dilakukan dan disampaikan oleh dokter. Dengan adanya perangkat hukum ini diharapkan apabila pasien merasa merugi dari tindakan yang dilakukan oleh dokter tapi dokter tersebut sudah menyampaikan risikonya terlebih dahulu. Maka dokter tersebut tidak bisa dituntut karena sudah ada lembar perjanjian/informed consent tersebut. Materi yang diatur tegas di UUPK yaitu :
      a. Dokter wajib menangani pasien sesuai keahliannya. Contoh dokter obgyn hanya boleh mengedukasi dan menangani terkait ruang lingkup obgyn.
      b. Menghargai prinsip otonom pasien  melakukan tindakan atas dasar persetujuan/informed consent.
      c. Pencatatatan rekam medic wajib dibuat oleh dokter dan harus dibuat sejujur-jujurnya.
      d. Dokter wajib menyimpan rahasia pasien, boleh dibuka dengan syarat-syarat yang sudah diatur undang-undang dan izin dari pasien.
      e. Kewajiban membuka rahasia sesuai aturan UU terutama untuk kepentingan peradilan.
      f. Hukuman perdata lebih terkait ganti-rugi dari perbuatan yang melanggar hukum.
      Sedangkan hukum pidana lebih mengatur pada KUHAP. Aspek hukum ini berfungsi untuk melindungi masyarakat dengan meminta pertanggungjawaban sesuai ketentuan pidana. Bisa dituntut pidana apabila menimbulkan kecacatan/kematian pada korban dengan bukti adanya niat pelaku untuk mencelakai korban. Untuk pertanyaan “ Kenapa hanya rumah sakit saja yang di gugat secara perdata? lalu dokter spesialis Fredy Limawal tidak di proses secara Pidana karena jelas disana telah terjadi kesalahan SOP”. Dalam uraian peristiwa yang bersumber dari kabar berita tertuliskan bahwa “tim dokter yang menangani Jared dan Jayden sudah memberi tahu keluarga mengenai risiko gangguan penglihatan pada bayi prematur. Penanganan bayi kembar yang dilahirkan prematur itu sudah sesuai dengan standar operasional prosedur atau SOP yaitu dengan pemberian terapi inkubator selama 40 hari dan pemberian oksigen” yang berarti tidak ada aspek perdata yang dilanggar oleh dr. Fredy karena beliau telah melakukan sesuai dengan SOP serta didasari informed consent yang disertai dengan pemberitahuan mengenai risiko dari tindakan tersebut. RS tergugat karena dalam uraian kejadian tersebut dijelaskan “dokter spesialis anak Fredy Limawal menyarankan untuk kembar Jared dan Jayden untuk kembali ke Rumah Sakit Omni Alam Sutera untuk mengecek kesehatan mata di dokter spesialis mata Rumah Sakit Alam Sutera, namun pada saat itu dokter spesialis mata Rumah Sakit Omni Alam Sutera sedang tidak bertugas”. Pihak RS memiliki standar pelayanan yang kurang sehingga disaat pasien membutuhkan dokter mata untuk konsultasi dokter tersebut tidak ada. Itulah yang menyebabkan RS tertuntut akibat tidak menerapkan standar pelayanan minimal yang sudah tertera dalam peraturan kesehatan.

      Sekian jawaban yang bisa saya sampaikan. Terimakasih :)

      Sumber : Jurnal Aspek Hukum Penyelenggaran Praktik Kedokteran ; suatu tinjauan berdasarakan UU no 9/2004 tentang praktik kedokteran, Hargianti Dini Iswandari, Program Magister Hukum Kesehatan, Universitas Soegiopranoto.

      Hapus
  33. Sebelumnya saya ingin mengapresiasi Jeffri dan kawan kawan untuk artikelnya , sangat menarik dan juga pembahasan casenya sangat rinci. saya memiliki pertanyaan dan pendapat. Akan saya mulai dari pendapat terlebih dahulu, kasus ini sebenarnya sudah banyak terjadi bukan hanya di tanggerang namun di berbagai penjuru dunia. Untuk bayi prematur, menurut saya inkubator adalah satu satunya jalan agar bayi prem dapat bertahan. Namun , efek sampingnya sangat berbahaya bagi bayi. Terjadinya kesalahan prosedur adalah kunci dari kasus ini , jadi pertanyaan saya, bagaimana SOP bisa gagal berjalan ? human error harusnya tidak terjadi jika dalam pengawasan ketat bukan ? pihak rumah sakit harusnya lebih rinci dalam mendata dan juga mengcrosscheck kembali terkait data yang ada, jika ini kesalahan informasi dari rumah sakit maka menurut saya , rs yang harus di tindak lanjuti namun jika masalahnya ada pada human error nya , maka sang dr tersebut diberikan sanksi yang setimpal sesuai UUD yang berjalan 🙏🏻 itu saran dan pertanyaan dari saya , Sekian dan terima kasih .. Semangat utk tmn tmn leukos yang bertugas 🙏🏻

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih untuk apresiasinya dan terimakasih sudah membaca artikel kami. Saya intan saraswati / 41170194 izin menjawab pertanyaanya. Sebelumnya saya disini setuju dengan pendapat saudara mengenai kasus ini. Bagaimana SOP bisa gagal, hal ini dimungkinkan karena pengawasan yang kurang ketat baik pengawasan langsung terhadap masing – masing pasien maupun pengawasan alat bantu yang digunakan yaitu inkubator dan oksigen. Pelayanan kesehatan dan kedokteran di rumah sakit merupakan tanggung jawab semua tenaga medis yang terlibat didalam rumah sakit tersebut. Pelayanan di rumah sakit tidak bisa dipertanggung jawabkan pada salah satu individu saja. Karena pada kasus ini dokter dinyatakan tidak melakukan pelanggaran terhadap SOP maka dokter tidak dihukum. Sedangkan rumah sakitlah yang terkena hukuman karena dinilai lalai dalam menangani pasien atau dalam mengutamakan keselamatan pasien. Pelanggaran ini telah tercantum dalam artikel bagian pencermatan norma hokum yang dilanggar. Maka dari itu saya setuju dengan keputusan akhir kasus ini, yang sudah sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. terimakasih semoga menjawab pertanyaannya.

      Hapus
  34. Setywanty Layuklinggi1 Juni 2020 pukul 19.10

    Setywanty Layuklinggi-41170171/ Kelompok 2

    Artikel yang sangat menarik. Saya ingin bertanya
    1. Menurut kelompok, apakah keputusan dari pengadilan yaitu memberi sanksi berupa membayar biaya material dan biaya perkara sudah tepat? Dengan mempertimbangkan dokter dalam kasus ini juga melakukan kesalahan. Dan apakah sudah tidak ada pihak yang dirugikan atas keputusan tersebut?
    2. Mungkin kelompok bisa menyebutkan kesalahan dokter dalam melakukan penanganan pasien ini yang dianggap oleh pengadilan tidak perlu dipermasalahkan

    Terimakasih :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Wanty atas pertanyaannya, saya Valentino Y. Buriko (41170209) mencoba menjawab pertanyaan tsb.

      1. Menurut kami keputusan yang dibuat oleh pengadilan sudah benar dikarenakan tuntutan dari Ibu Juliana sendiri mengarah kepada penggunaan inkubator di RS Omni, dan dokter tersebut sudah melakukan penanganan pada kedua bayi dengan benar dan sesuai dengan SOP yang ada untuk penggunaan inkubator dikarenakan berat badan dan kondisi dari kedua bayi saat lahir mengharuskan dilaksanakannya prosedur tersebut. Selain itu, dilansir dari Tempo.co, Ibu Juliana sendiri sudah menyatakan bahwa walaupun nilai ganti rugi yang diterima tidak sebanding dengan nilai materil yang sudah dikeluarkan selama pengadilan berlangsung, beliau sudah puas karena RS Omni sudah terbukti melakukan malpraktik.

      2. Dari yang kami dapatkan, tidak ada pelanggaran yang dilakukan oleh dokter yang menangani bayi Jaden-Jared ini, dan hal tersebut tidak akan diperkarakan karena beliau sudah melakukan penanganan sesuai dengan SOP dan tidak ada perlakuan yang melanggar disiplin kedokteran, serta beliau telah menyampaikan bahwa adanya risiko untuk terjadi gangguan penglihatan sejak Ibu Juliana datang untuk melakukan imunisasi untuk kedua anak-anaknya.

      Sekian jawaban dari saya, semoga dapat dimengerti dengan mudah dan dapat menjawab pertanyaannya. Terima kasih.

      Hapus
    2. Rujukan link berita: https://metro.tempo.co/read/1127661/rs-omni-dinyatakan-malpraktik-juliana-saya-sudah-puas

      Hapus
  35. Saat baca artikel ini, saya baru tahu kalau ada kasus seperti ini. Artikel nya bagus INFORMATIF. Izin bertanya, apakah kejadian seperti ini pernah terjadi dengan melibatkan dokter yg sama ? Kalau seandainya pernah, mungkin hukumannya harus lebih berat. Ini juga menjadi suatu pembelajaran bagi semua orang yg walaupun sdh bisa dibilang AHLI dalam hal tersebut karena telah melakukan pekerjaan itu bertahun-tahun, itu tidak menjadi jaminan untuk luput dari kesalahan yg bisa saja terjadi sewaktu-waktu. Harus lebih bijak, harus mengikuti setiap prosedur yg ada dan yg telah ditetapkan agar tidak menimbulkan keadaan yg tidak diinginkan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas tanggapannya. saya Choya Alvis Chenarchgo_41170166 izin menjawab. Untuk dokter apakah ada terkena kejadian yang sama atau tidak kami tidak dapat menjawab karena kasus yang diblow up oleh media tentang dokter Fredly hanya ini.

      sekian jawaban dari saya yang jauh dari kata sempurna terima kasih untuk pertanyaannya dan tanggapannya

      Hapus
  36. Tidak memungkiri kasus seperti ini akan terjadi lagi kedepannya. Tetapi dari yang saya tangkap, seharusnya dokter dan RS sudah tau tentang SOP atau protap apapun yang seharusnya diterapkan. Saya yakin semua dokter berjuang memberikan yang terbaik untuk pasiennya. Yang saya ingin tanyakan, apakah dari kasus tsb orang tua bayi tidak diberikan informed consent? Jika ada hitam diatas putih, hak tsb bisa menjadi kekuatan utk nakes di mata hukum. Seharusnya sejak awal dokter sudah melakukan konseling terkait risiko bayi prematur dsb. Sehingga orang tua bisa prepare. Dan apakah di kasus tsb dokter sudah melakukannya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya Novita Eveline T (41170162 ) sebelumnya mengucapkan terima kasih sudah membaca artikel kami dan sudah bertanya. Disini saya izin menjawab pertanyaannya bahwa ketika seorang dokter hendak melakukan prosedural kepada pasiennya maka seorang dokter wajib meminta informed concent. Bila pasien/keluarga pasien menyatakan setuju dengan prosedural yang hendak dilakukan maka barulah dokter berhak melakukan tindakan/prosedural tersebut. Pada kasus ini ketika dokter Fredy memasukkan bayi kembar ini kedalam inkubator dan orang tua bayi kembar ini mengetahui dan membiarkan bayi tersebut di inkubator, menurut saya bahwa orang tua bayi ini setuju bila bayi tersebut dimasukkan ke inkubator. Namun selama dalam pelayanannya bayi kembar ini mengalami gangguan sehingga orangtua dari bayi ini merasa bahwa dokter Fredy lalai dalam melakukan tugasnya karena itu orangtua bayi ini menuntut dokter fredy. Akan tetapi dari hasil pemeriksaan tidak ditemukan bahwa dokter fredy bersalah dikarenakan dokter fredy melakukan tindakan sesuai dengan Standar operasional prosedural (SOP) yang artinya bila sudah sesuai dengan SOP maka salah satunya yaitu sudah meminta informed concent sebelum melakukan prosedural sehingga dokter fredy bebas dari hukuman. Terima kasih

      Hapus
  37. Artikel yang menarik.
    Saya ijin bertanyaa, dari kasus di atas bisa di simpulkan klau dokter fredy spesialis anak yang menangani bayi kembar itu sudah mengetahui bahwa kemungkinan kedua anak kembar tersebut mengalami gangguan pada mata, karna dokter fredy meminta kedua orang tua bayi tersebut untk membawa kembali bayi kembar tersebut ke RS. Apakah menurut teman" itu masuk ke dalam malpraktik yang di lakukan dokter fredy terhadap bayi kembar tersebut? Jika ia, mengapa dokter fredy tidak mendapatkan hukum pidana atas kasus tersebut? Dan malah Rumah Sakit yang mendapatkan hukuman denda.

    41170169- Videl Christin D. K

    BalasHapus
    Balasan
    1. Edenia Asisaratu4 Juni 2020 pukul 21.09

      Terimakasih atas pertanyaannya, saya Edenia Asisaratu (41170186) akan mencoba menjawab pertanyaannya. Menurut kelompok kami dokter Ferdy melakukan malpraktik namun, dari kasus ini dokter Fredy tidak mendapat hukum pidana karena tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan dari tindakan dokter Fredy yang dapat membuat kerusakan mata pada Jared dan Jayden sehingga dokter Fredy tidak dapat dituntut secara pidana. Rumah Sakit mendapatkan sanksi harus membayar denda karena menurut UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 58 ayat (1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya. Dalam hal ini penyelenggara kesehatan adalah Rumah Sakit yang dituntut akibat kelalaian dalam pelayanan.
      Terimakasih, semoga dapat membantu.

      Hapus
  38. Terima kasih untuk artikelnya, saya ingin bertanya, sedikit out of topic, tapi dalam artikel disebutkan "Di sana untuk pertama kalinya Juliana menyadari bahwa anaknya sel saraf mata Jared lepas dari retina sudah mencapai stadium 4 sehingga membuat Jared buta permanen" mungkin bisa di bantu memperjelas bagaimana sel saraf mata terlepas mencapai stadium 4 ini.

    Dan kedua terkait hukuman yang di berikan, kenapa hukumannya menitikberatkan kepada Rumah sakit bukan pribadi kepada dokter yang menangani nya?
    Terima kash
    BrendaM Rustam (41170167)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaanya, saya Ormy Abiga Mahendra (41170155) akan mencoba menjawab pertanyaannya , karena kurangnya bukti dan sampai kasus ini berakhir dokter Fredy tidak dapat dituntut, dokter Fredy juga sudah menjalankan sesuai dengan SOP yang berada di rumah, sehingga dokter Fredy tidak bisa diberikan sanksi pidana/sanksi dari IDI. Jadi pembuat SOP sendiri adalah sarana pelayanan kesehatan yaitu dalam hal ini RS Omni Alam Sutera. Dalam UU 29 tahun 2004 yaitu ketika dokter melakukan praktik kedokteran mempunyai hak memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional. Jadi bisa dikatakan bahwa dr Fredy mendapat perlindungan dari rumah sakit terkait.
      Terimakasih, semoga membantu

      Hapus
  39. Informasi yang sangat bermanfaat ..
    Saya ingin bertanya . Kenapa kelebihan oksigen dalam inkubator dapat memengaruhi dirusak nya sel syaraf pada anak prematur

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya Hansen Evandore (41170154), terima kasih sudah bertanya dan bekomentar pada blog kami. Saya akan menjawab pertanyaan anda.
      Berdasarkan sumber yang saya baca, Terapi Oksigen untuk bayi prematur memang bisa memberikan dampak jika oksigen yang diberikan teralalu banyak. Dampak dari pemberian oksigen yang terlalu banyak ini akan pada paru-paru dan retina bayi. Saya tidak menemukan bahwa adanya kelainan yang akan menyebabkan gangguan pada sel saraf dari bayi sendiri.
      terima kasih.

      sumber :
      Meiliya, E., Pamilih, E.K. 2019. Buku Saku Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir Panduan Untuk Dokter, Perawat dan Bidan. Jakarta: EGC

      Hapus
  40. artikel di atas sangat menarik
    yang jadi pertanyaan saya adalah kenapa bayi yang ditaruh di dalam inkubator jika diberikan oksigen secara berlebihan apakah akan bermasalah pada penglihatan sang bayi? atau ada gangguan lain selain pada penglihatan?
    Terima kasih :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Edenia Asisaratu4 Juni 2020 pukul 21.11

      Terimakasih atas pertanyaannya, saya Edenia Asisaratu (41170186) akan mencoba menjawab pertanyaannya. Pada bayi premature terutama yang lahir dengan berat kurang dari 2.500 kilogram (Berat Badan Bayi Rendah) akan berisiko untuk mengalami Retinopathy of Prematurity (ROP) atau prematuritas mata yang dapat berpotensi membuat kebutaan. Semakin rendah berat lahir bayi, maka akan semakin berisiko. ROP sendiri disebabkan adanya pembuluh darah yang tidak normal yang tumbuh dan berkembang melewati retina. Pembuluh darah ini sangat rapuh dan dapat dengan mudah pecah sehingga dapat membuat perlukaan pada retina sehingga dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan ROP seperti anemia, gangguan pernapasan, transfusi darah, serta yang terjadi pada kasus ini adalah terlalu tingginya saturasi oksigen pada incubator. Pada bayi premature yang diberikan oksigen dengan konsentrasi yang tinggi dapat meningkatkan saturasi oksigen arteri. Jika saturasi oksigen >80 mmHg dapat merusak pembuluh darah kapiler retina yang baru saja terbentuk sehingga menyebabkan kerusakan penglihatan. Tentunya tidak semua bayi yang mendapat tindakan dengan incubator akan mengalami gangguan penglihatan, serta dengan semakin berkembangnya teknologi dan metode perawatan maka konsentrasi oksigen dapat lebih dimonitor sehingga dapat menurunkan kemungkinan terjadinya ROP.
      Sumber:
      National Eye Institute. 2019. At A Glance: Retinopathy of Prematurity [online]. Tersedia di: https://www.nei.nih.gov/learn-about-eye-health/eye-conditions-and-diseases/retinopathy-prematurity. Diakses 4 Juni 2020
      Hartnett, M. E. & Lane, R. H. 2013. Effects of oxygen on the development and severity of retinopathy of prematurity. J AAPOS, 17(3), 229-234.
      doi: 10.1016/j.jaapos.2012.12.155
      Terimakasih, semoga membantu.

      Hapus
  41. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  42. Terima kasih atas artikelnya.
    Izin bertnya.
    Dari ringkasan kasus, diceritakan bahwa pihak RS mengaku telah memberitahukan kepada ibu kedua bayi agar kembali keesokan harinya untuk melakukan konsultasi dengan dokter spesialis retina anak RS ini. Namun hal ini tidak diindahkan oleh sang ibu (tidak kembali untuk berkonsultasi) dan malah sang ibu membantah hal ini.
    Perntanyaan saya adalah, bilamana pernyataan yg disampaikan pihak RS benar, apakah hal ini bisa menjadi salah satu faktor penyebab kebutaan bayi? Dan apakah pernyataan ini dapat dijadikan pertimbangan dalam persidangan? Mengingat pernyataan dari masing2 pihak sama2 belum memiliki bukti yang nyata.
    Terima kasih.

    Dewianti Paluta P
    41170114

    BalasHapus
  43. Gianna Tangkilisan1 Juni 2020 pukul 20.55

    Terima kasih atas artikelnya, Izin bertanya, dari kasus tersebut jika benar ditemukan bahwa ada ketidak sesuaian tindakan dengan SOP bagaimana peran IDI dalam menangani kasus tersebut, dan apa risiko yang akan ditanggung dari sisi dokter dan Rumah sakit? Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaan nya, saya Hansen Wilbert (41170200) ijin menjawab. Peran IDI dalam masalah di atas adalah menerima aduan atas adanya pelanggaran yang dilalukan oleh dokter, dapat memutuskan sanksi apa yang dapat diterima oleh dokter yang bersangkutan serta memediasi pihak2 yang terkait jika memungkinkan. Untuk sanksi untuk rumah sakit dapat berupa sanksi administratif dari yang paling ringan sampai berat yaitu pencabutan ijin kerja. Sanksi dokter dapat berupa pembekuan ijin praktek hingga pencabutan gelar profesi nya.
      Sumber: Permenkes No 4 Tahun 2018, idionline.org

      Hapus
  44. Artikel yang sangat bagus dan dapat dipelajari oleh banyak orang ketika ingin mengetahui suatu hal tentang malpraktik dibidang kesehatan ini. Tetapi dalam artikel diatas menimbulkan beberapa pertanyaan kepada saya. Dalam artikel diatas dikatakan bahwa Bayi kembar tersebut diperbolehkan untuk dibawa pulang, tetapi sehari setelahnya harus dibawa kembali kerumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan, apakah sebaiknya memang bayi kembar itu belum waktunya untuk pulang dan melakukan pemeriksaan lanjutan? Mungkin dengan begitu hasil pemeriksaan tentang keadaan bayi juga lebih lengkap. Kemudian waktu penempatan Bayi dalam inkubator selama 42 hari tersebut apakah memang sudah sesui SOP terhadap keadaan bayi? Kenapa Harus 42 hari jika memang waktu tersebut dibilang terlalu lama hingga bayi menjadi kelebihan oksigen dan mengakibatkan cacat mata?. Apakah mungkin juga ada kesalahan pada mesin inkubator? Atau kelalaian kecil yang mungkin tidak disadari oleh pengawasan komite medik?
    Menurut saya juga sangat disayangkan ketika nasib anak kembar ini tidak dijelaskan secara terperinci oleh pihak dokter yang menangani ketika masih dalam awal perawatan karena orang tua mengakui bahwa mereka awalnya tidak diberitahu masalah mata bayinya. Penanganan kasusnya juga diselesaikan dalam waktu yang lama, pindah ke beberapa rumah sakit hingga ke luar negeri dengan hasil yang sama dan keadaan mata anak-anak yang sudah tidak bisa disembukan lagi. Smoga hal-hal seperti ini tidak terjadi lagi dalam dunia medis. Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo selamat malam, terima kasih sudah bertanya. Saya ijin untuk mencoba menjawab satu persatu pertanyaan Anda..
      1. apakah sebaiknya memang bayi kembar itu belum waktunya untuk pulang dan melakukan pemeriksaan lanjutan?
      Jawaban: Ya, sebenarnya dari hasil regulasi penentuan kepulangan pasien, keduanya dijadwalkan untuk meninggalkan rumah sakit pada 7 Juni. Akan tetapi, sang ibu memutuskan untuk membawa bayinya pulang sehari sebelumnya. Sebenarnya ini tidak masalah. Nah, akan tetapi ada 2 sudut pandang yang berbeda di sini. Seperti yang telah diuraikan di atas, seakan-akan pihak RS sudah berpesan agar keesokan harinya kembali ke poli mata untuk konsul. Atau bisa juga ditafsirkan bahwa sebelum kepulangan tanggal 7 Juni itu mereka harus menjalani pemeriksaan mata terlebih dahulu. Tidak ada klarifikasi yang pasti, apakah dalam hal ini hanya sebagai 'defence mechanism' dari RS Omni ATAU memang kenyataannya demikian. Nah, dari sisi ibu menyatakan sebaliknya di mana ia tidak pernah mendapatkan informasi apapun mengenai jadwal kontrol tersebut, dan di sini kita tidak dapat lantas menentukan perkataan siapa yang benar dan siapa yang salah. Ya, karena tidak ada bukti khusus. Oleh karena hal ini juga, di uraian kasus telah dikatakan bahwa saat ibu Juliana menuntut ke pengadilan, dikatakan kurang bukti.
      2. Kemudian waktu penempatan Bayi dalam inkubator selama 42 hari tersebut apakah memang sudah sesui SOP terhadap keadaan bayi?
      Jawaban: Artikel tidak menjelaskan detail mengenai berapa lama seharusnya Jayden dan Jared harus berada dalam inkubator. Artikel ini tidak berfokus membahas mengenai pemelesetan medis sesuai dengan keadaan Jayden Jared, melainkan lebih pada pelanggaran atau malpraktik oleh pihak rumah sakit dengan dokter anak yang 'in charge' adalah dr. Fredy. Nah, untuk inkubator sendiri ada beragam jenis. Ada inkubator terbuka, inkubator tertutup, inkubator dinding ganda, inkubator portable, dsb. Selain itu inkubator ada pengatur suhunya, di mana suhu standar tersebut disesuaikan dengan kondisi kebutuhan sang bayi, berat badan bayi ketika lahir, dan suhu ruangan bayi sendiri. Inilah yang tidak dijabarkan mendetail. Yang pasti, kelalaian penyelewengan standar operasional prosedur dari pihak rumah sakit karena kurangnya follow up dari perawatan bayi-bayi tersebut.

      Hapus
    2. 3. Kenapa Harus 42 hari jika memang waktu tersebut dibilang terlalu lama hingga bayi menjadi kelebihan oksigen dan mengakibatkan cacat mata?
      Jawaban: Menurut analisa kasus, 42 hari ini merupakan wujud kelalaian dokter untuk melakukan follow up terhadap pasien. Jadi teorinya adalah bayi di bawah 1500 gram atau 1,5 kg dapat dimasukkan ke dalam inkubator antara 1hari hingga >5 minggu. Yang menjadi tolak ukur ialah berat badan bayi tersebut, suhu saat di inkubator, atau ada pula sumber yg menyebutkan tergantung kesiapan ibu sang bayi. Sebenarnya, perawatan bayi di inkubator yang bertujuan mencegah hipotermia bayi, memberi oksigen pada bayi, dsb ini tidak secara mutlak harus dilakukan selama 24 jam x sekian hari. Sesekali sang ibu dapat meminta bayinya di dekatnya pada jam-jam tertentu, dalam durasi waktu tertentu selama bayi tersebut tidak dalam keadaan kedinginan. Mungkin saja juga perawat atau petugas yang lalai memantau sirkulasi (flow) bounding ibu dan bayi ini yang menyebabkan bayi terlalu lama berada dalam inkubator. DItambah lagi kurangnya follow up dokter anak mengenai kondisi bayi bisa memungkinkan kejadian tak diharapkan seperti kasus di atas di mana sang kembar mengalami gangguan pada saraf mata akibat kelebihan jumlah oksigen.

      Sumber: Jurnal UNY --> http://eprints.uny.ac.id/60227/2/BAB%20II.pdf

      Hapus
    3. 4. Apakah mungkin juga ada kesalahan pada mesin inkubator?
      Jawaban: mungkin saja hal ini terjadi. Seperti penjelasan di atas, inkubator yang salah pun kita tidak dapat menyalahkan alatnya, akan tetapi tanggung jawab terhadap alat tersebut yakni pihak rumah sakit sendiri.

      5. Atau kelalaian kecil yang mungkin tidak disadari oleh pengawasan komite medik?
      Jawaban: hal ini pun bisa saja terjadi. Salah satu tugas dari Komite Medis Rumah Sakit membuat standardisasi SOP, membentuk badan pengawas di bawahnya untul mengawasi apakah rumah sakit sudah menjalankan bagiannya sesuai SOP, hingga yang dengan ringkasnya dikenal sebagai audit medis. Audit medis berfungsi untuk menegakkan etik dan mutu profesi medik dengan tugasnya adalah meningkatkan profesionalisme staf medis yang bekerja di rumah sakit dengan cara: a. melakukan kredensial bagi seluruh staf medis yang akan melakukan pelayanan medis di rumah sakit; b. memelihara mutu profesi staf medis;dan c. menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi staf medis.

      Undang-Undang Kesehatan tidak menyebutkan mengenai pelayanan kesehatan pengertian pelayanan kesehatan dirumuskan sebagai Upaya Kesehatan. Upaya Kesehatan diatur dalam Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang berbunyi: “Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan. Banyaknya kasus Rumah Sakit yang mengakibatkan kerugian pada pasien merupakan contoh buruknya pelayanan rumah sakit terhadap pasien.

      Jadi, bisa saja Komite Medis yang 'miss' dalam tindakan pengawasan ini. Pada intinya Rumah Sakit bersama elemen-elemen di bawahnya yang berkaitan dengan kelalaian SOP ini menjadi penanggung jawab sekaligus tergugat dalam kasus ini.

      Demikian jawaban dari saya. Mohon maaf bila kurang berkenan atau belum memuaskan.
      Oey, Yedida Stephanie Sugianto

      Hapus
    4. Maaf NIM nya terlewat.. Oey, Yedida Stephanie S 41170190

      Hapus
  45. Terima kasih artikelnya menarik ka. Izin bertanya ka, apabila dr. Fredy tidak dinyatakan bersalah atas kebutaan sang anak, dan rs dinyatakan bersalah karena tidak langsung memberikan tindakan kepada sang anak, lalu apa atau siapa yang menjadi penyebab malpraktik yang menyebabkab kebutaab anak? Dan apakah ada tindakan yang diambil rs terhadap dr. Fredy?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih Saudara Unknown atas pertanyaannya,

      Saya Clara Margareta (41170195) ijin menjawab, dalam uraian peristiwa yang bersumber dari kabar berita tertuliskan bahwa “tim dokter yang menangani Jared dan Jayden sudah memberi tahu keluarga mengenai risiko gangguan penglihatan pada bayi prematur. Penanganan bayi kembar yang dilahirkan prematur itu sudah sesuai dengan standar operasional prosedur atau SOP yaitu dengan pemberian terapi inkubator selama 40 hari dan pemberian oksigen” yang berarti tidak ada hukum yang dilanggar oleh dr. Fredy karena beliau telah melakukan sesuai dengan SOP serta didasari informed consent yang disertai dengan pemberitahuan mengenai risiko dari tindakan tersebut sehingga dapat dikatakan dokter fredy memang tidak bersalah. RS tergugat karena dalam uraian kejadian tersebut dijelaskan “dokter spesialis anak Fredy Limawal menyarankan untuk kembar Jared dan Jayden untuk kembali ke Rumah Sakit Omni Alam Sutera untuk mengecek kesehatan mata di dokter spesialis mata Rumah Sakit Alam Sutera, namun pada saat itu dokter spesialis mata Rumah Sakit Omni Alam Sutera sedang tidak bertugas”. Pihak RS memiliki standar pelayanan yang kurang sehingga disaat pasien membutuhkan dokter mata untuk konsultasi dokter tersebut tidak ada. Itulah yang menyebabkan RS tertuntut akibat tidak menerapkan standar pelayanan minimal yang sudah tertera dalam peraturan kesehatan. Kesimpulannya dari kasus dan proses hukum pada kasus ini, dr. fredy sudah menjalani peraturan dalam praktik kedokteran. Namun tindakan lanjutan dari perawatanya memang harus dikonsulkan ke dokter mata. Namun saat itu dokter mata dalam RS tersebut tidak ada. Sehingga dapat dikatan sesuai putusan hakim juga bahwa RS lah yang bersalah. Tidak diberitakan terkait sanksi/tindakan yang dilakukan RS terhadap dr. Fredy. Namun jika dr. Fredy sudah melakukan praktik sesuai SOP RS dan tidak ada aturan yang dilanggar maka tidak ada alasan RS tersebut untuk memberi sanksi kepada dokter Fredy.

      Sekian jawaban yang bisa saya sampaikan. Terimakasih :)

      Hapus
  46. Terima kasih kelompok 5 artikel yang sangat menarik.

    Saya ingin bertanya, media apa yang seharusnya diberikan oleh rumah sakit agar pasien yang diberitahu untuk konsultasi kembali bisa mencermati dan menaati himbauan dari rumah sakit tersebut?

    Terima kasih

    Jonathan Dave - 41170168

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih Saudara Jonathan Dave atas pertanyaannya,

      Saya Clara Margareta (41170195) ijin menjawab, ada berbagai media yang bisa dimanfaatkan sebagai pengingat pasien untuk konsultasi kembali, antara lain :
      1. Media tertulis : media ini terutama ditujukan kepada lansia yang kemungkinan besar tidak menggunakan smartphone. Pengingat dilakukan dengan cara memberi pesan tertulis di kertas untuk konsultasi kembali disertai hari dan tanggal konsultasi.
      2. Media online : media online yang digunakan contohnya website. Walaupun pesan pengingat yang disampaikan pada website ini tidak spesifik, namun dapat membantu mengingatkan pentingnya konsultasi untuk mengetahui perkembangan dari terapi yang dilakukan
      3. SMS Based Gateway Patient Medication Reminder Application : yaitu aplikasi yang berkembang baru-baru ini yang secara otomatis mengingatkan pasien waktunya untuk berkonsultasi dengan dokter.

      Sumber : Aplikasi Reminder Pengobatan Pasien Berbasis SMS Gateway, Wilieyam & Gisela Nina Sevani, Program Studi Teknik Informatika, Universitas Kristen Krida Wacana.

      Sekian jawaban yang bisa saya sampaikan. Terimakasih :)

      Hapus
  47. mengapa hanya pihak RS saja yg mendapat sanksi atau denda?? sedangan di sisi lain Dr. Fredy tidak di anggap bersalah.. lalu siapa sebenarnya yg bersalah?? jika hanya pihak RS yg mndpt denda, apa yg seharusnya pihak RS lakukan untuk Dr. Fredy??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya. Saya Choya Alvis Chenarchgo_41170166 izin menjawab. Sejauh dari artikel yang diangkat tidak menceritakan dengan detail apa yang terjadi setelah kedua bayi dimasukan ke NICU, dan info penanganan dokter sejauh ini yang meminta untuk kedua bayi masuk ke NICU untuk diinkubator masih sesuai SOP (Standard Oprational). Namun, karena informasi yang kurang sehingga yang membuat kesalahan bisa menjadi dari pihak rumah sakit sendiri seperti tidak mengabari dokter terkait, maupun bukti komunikasi.

      Dengan demikian karena informasi yang kurang lengkap atas kasus di atas sehingga menyebabkan dr Fredy tidak dianggap bersalah dan bisa disalahkan ke RS.

      Maupun yang dilakukan RS pada dr. Fredy merupakan keputusan internal RS tersebut.

      Sekian jawaban dari saya yang jauh dari kata sempurna Terima kasih!

      Hapus
  48. Kezia Devina Deoadatis - 41170137

    Kasus yang menarik sekali! Namun saya ingin bertanya beberapa hal.
    1. Dari bacaan di atas, dikatakan bahwa dokter melanggar KUHP pasal 304 "Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan dia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah".
    Bagaimana bila dokter, perawat, atau tenaga medis lain sudah merawat bayi tersebut saat di ruang inkubator? Apakah menurut kelompok 5 kasus ini murni kesalahan dari dokter?
    2. Apabila kasus ini merupakan malpraktik seorang dokter, mengapa yang membayar kerugiannya ialah Rumah Sakit Omni Alam Sutra? Dan menurut teman-teman, apakah kerugian yang dibayarkan oleh RS tersebut sudah sebanding dengan kerugian yang dialami pasien?

    Terimakasih, sukses selalu kelompok 5.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya Hansen Evandore (41170154), Terima kasih sudah bertanya dan berkomentar pada kelompok kami, saya akan mencoba menjawab pertanyaan Kezia.
      1. Menurut saya kasus ini tidak murni kesalahan dari dokter namun kesalahan dari SOP yang dibuat oleh rumah sakit sendiri. Hal ini sesuai dengan sanksi pidana yang didapatkan oleh RS Omni.
      SOP rumah sakit diatur sendiri oleh rumah sakit (hospital by law)
      Sedangkan dokter sendiri mendapatkan perlindungan hukum jika dia sudah melakukan tindakannya sesuai dengan SOP yang didapatkan dari rumah sakitnya.
      2. Kasus ini menurut saya lebih tergolong ke Malpraktik Rumah sakit, dikarenakan kesalahan dalam SOP dari rumah sakit itu sendiri.
      Menurut saya, tentu tidak ada yang sebanding degan kerugian yang diterima dari pasien yaitu kebutaan.
      Terima kasih.

      Sumber :
      https://www.tabloidbintang.com/berita/peristiwa/read/111820/rs-omni-divonis-bersalah-kasus-malpraktik-si-kembar-jared-dan-jayden-cristophel
      uu 29 tahun 2004 UU Praktik Kedokteran
      Permenkes no 4 tahun 2018

      Hapus
  49. Slmt pagi.
    Saya ingin bertanya, bgmna cara perhitungan denda yg harus diberikan, apabila kasus tersebut memiliki hukuman berlapis?
    Trma kasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya, saya Tandean Jeffrey Ferdinand (41170180) akan mencoba menjawab pertanyaan Saudara Mario Imanuel Lahura. Jika seseorang melakukan beberapa tindak pidana yang berbeda pada waktu yang berbeda, maka tindak-tindak pidana tersebut harus ditindak secara tersendiri dan dipandang sebagai tindak pidana yang berdiri sendiri. Hukuman terhadap orang yang melakukan tindak-tindak pidana tersebut kemudian dikumulasikan atau digabung namun jumlah maksimal hukumannya tidak boleh melebihi ancaman maksimum pidana terberat ditambah sepertiga.
      Contoh: Dalam rentang waktu 5 tahun seseorang melakukan pencurian, penganiayaan, dan pembunuhan. Pencurian diancam dengan pidana penjara maksimal 5 tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHP, penganiayaan diancam dengan pidana penjara maksimal 2 tahun 8 bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP, dan pembunuhan (Pasal 338 KUHP) diancam dengan pidana penjara maksimal 15 tahun. Ketiga tindakan tersebut apabila diakumulasikan menjadi total 22 tahun 2 bulan, namun hal ini tidak dapat serta merta diberlakukan terhadap pelaku tindak pidana tersebut. Pidana terberat di sini adalah pidana penjara 15 tahun yang diterapkan kepada tindak pidana pembunuhan dan sepertiga dari 15 tahun adalah 5 tahun, sehingga pidana maksimal yang dapat dikenakan terhadap pelaku tindak pidana tersebut adalah 20 tahun meskipun secara akumulatif orang tersebut patut dipenjara selama 22 tahun 2 bulan.

      Terima kasih, semoga jawaban saya dapat membantu :)

      Sumber : Pasal 65 KUHP

      Hapus
  50. Florentina Aira S_41170116
    Saya ingin bertanya terkait, pasal KUHP pasal 360: ayat 1: Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang lain luka berat dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun atau hukuman kurungan selama-lamanya 1 tahun.
    Sedangkan di akhir kesimpulan, "Dari perbuatan yang dilakukan dr. Fredy dokter spesialis anak yang menangani dituduh melanggar Pasal 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang kelalaian yang mengakibatkan kecacatan orang lain. Tetapi dihentikan karena tidak ada bukti yang kuat yang membuktikan bahwa dr Fredy tidak menjalankan prosedur sesuai dengan SOP"
    Bagaimana kelanjutan perlakuan dr.Fredy tersebut, karena dikatakan bersalah dan melanggar SOP, sedangkan yang dituntut pada pembahasan hanya pihak RS Omni saja.
    Apakah ada pembahasan terkait dr. Fredy sendiri?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Edenia Asisaratu4 Juni 2020 pukul 21.13

      Terimakasih atas pertanyaanya, saya Edenia Asisaratu (41170186) akan mencoba menjawab pertanyaannya. Untuk kelanjutan kasus, pada tahun 2009 telah dikeluarkan Surat Pemberitahuan Penghentain Penyelidikan (SP3) terhadap gugatan pada dokter Ferdy karena kurangnya bukti dan sampai kasus ini berakhir dokter Ferdy tidak dapat dituntut melanggar Pasal 360 KUHP tentang kelalaian yang mengakibatkan kecacatan orang lain karena dalam kasus ini tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan yang dilakukan oleh dokter Ferdy yang dapat mengakibatkan kecacatan mata pada Jayden dan Jared.
      Terimakasih, semoga membantu.

      Hapus
  51. Terimakasih kelompok 5, ijin bertanya terkait bayi yang dimasukkan di inkubator mengalami kebutaan, apakah dokter sebelum memasukkan bayi di inkubator tidak memberi informed consent kepada keluarga terkait apa saja faktor risikonya ?Jika bayi dalam inkubator kondisinya masih buruk pada Minggu ke 6, apakah bayi masih ditetapkan di inkubator? Dan jika pasien menggunakan KIS/ BPJS, apakah pihak keluarga bebas menuntut pihak rumah sakit atau dokter seperti yang ada di kasus? Terimakasih

    I Made Wahyu Adi P/41170203

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya. Saya Choya Alvis Chenarchgo_41170166 izin menajwab.

      pertanyaan pertama harus diberikan informed consent karena dari keluarga memerluka informasi untuk apa saja yang akan diterima dan dilakukan oleh bayinya. Namun, karena dalam artikel tidak menjelaskan lebih lanjut maupun mencari informasi apakah sudah diberi informed consent atau tidak, tidak ada sehingga kami tidak dapat memberi jawaban pasti sesuai fakta.

      pertanyaan kedua harus klarifikasi terlebih dahulu. Berdasarkan standfordchildren.org. Neonatal Intensive Care Unit hanya diberikan pada anak anak bayi yang memiliki komplikasi, sebagai contoh prematur dan hanya selama 28 hari (dengan asumsi anak tersebut lahir tidak prematur tapi ada komplikasi), bila lebih dari 28 hari maka akan pindah ke Pediatric Intensive Care Unit.

      sesuai kasus di atas karena premature 10 minggu sehingga bila 6 minggu masih status buruk sesuai time tagnya masih premature, dengan demikian masih tetap di inkubator.

      pertanyaan ketiga sesuai Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 5 ayat 2 berbunyi "setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau"

      ditinjau lagi dalam pasal 58 ayat 1 "tindakan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterima pasien"

      Sehingga tidak ada kata tidak spesial, atau pasien spesial. semua pasien yang merasa dirugikan dapat dan boleh mengajukan tuntutan ke pihak rumah sakit atau dokter.

      Sekian jawaban saya yang jauh dari kata sempurna terima kasih!

      Hapus
  52. Terimakasih kelompok 5 atas artikel nya. Disini saya ingin bertanya,kenapa hukuman dan yang dituntut lebih berat kepada pihak RS sedangkan dokter itu sendiri tidak di hukum atau di gugat? Terus kenapa tidak di lakukan informed consent terlebih dahulu kepada pasien?
    Sekian

    Mesakh Malvin Wardhana 41170192

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaanya, saya Ormy Abiga Mahendra (41170155) akan mencoba menjawab pertanyaannya , dokter Fredy sudah menjalankan sesuai dengan SOP yang berada di rumah sakit, sehingga dokter Fredy tidak bisa diberikan sanksi pidana/sanksi dari IDI. Jadi pembuat SOP sendiri adalah sarana pelayanan kesehatan yaitu dalam hal ini RS Omni Alam Sutera. Dalam UU 29 tahun 2004 yaitu ketika dokter melakukan praktik kedokteran mempunyai hak memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional. Jadi bisa dikatakan bahwa dr Fredy mendapat perlindungan dari rumah sakit terkait. Untuk pertanyaan kedua, sebelum melakukan tindakan pastinya sudah melakukan informed content untuk mencegah adanya salah pengertian di kemudian hari/ hal yang tidak diinginkan.Tetapi informed content kadang tidak di mengerti selain karena adanya kesenjangan pengetahuan, juga dapat terjadi karena beberapa penyebab lain seperti
      kendala bahasa, batas mengenai banyaknya informasi yang dapat diberikan tidak jelas, dan masalah campur tangan keluarga atau pihak ketiga. Meskipun demikian seorang dokter harus menjelaskan bagaimana tindakan itu dilakukan dan faktor resiko yang dapat terjadi.
      Terimakasih semoga membantu

      Hapus
  53. Terimakasih untuk artikelnya yang sangat informatif.

    Mengenai malpraktik, saya ingin bertanya:
    1. bila dokter melakukan sebuah kelalaian, apakah peran RS? apakah dokter tetap mendapat perlindungan dari RS atau RS menyerahkan dokter sepenuhnya ke penyidik?
    2. pada kasus ini dikatakan bahwa pasien sudah mengetahui risiko adanya gangguan penglihatan pada bayi prematur. bila memang pasien sudah tahu, dan kita anggap dokter sudah memberikan penjelasan secara lengkap beserta informed consent tertulis, apakah tetap memungkinkan bagi seorang dokter untuk digugat oleh pasiennya?

    Terimakasih sebelumnya.
    Ruth Cathelia Surya - 41170187

    BalasHapus
    Balasan
    1. Victoria Filialni6 Juni 2020 pukul 02.04

      1.Pasal 46 UU RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit menjelasakan bahwa RS bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit. Kemudian pada pasal 29 ayat (1s) dikatakan bahwa RS berkewajiban melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas. Oleh karena itu, sudah menjadi tanggung jawab RS dalam memberikan perlidungan kepada tenaga kesehatan yang bekerja di RS tersebut.



      2.Tentu seorang pasien memiliki hak untuk dapat mengugat seorang dokter apabila merasa kurang puas atau dirugikan atas pelayanan dokter tersebut, sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 58 ayat (1) UU RI No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Namun, dokter pun memiliki hak memperoleh perlindungan hukum yang telah tercantum dalam pasal 50(a) UU RI NO 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran dimana “dokter atau dokter gigi memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan SOP.”
      Oleh karena itu, apabila seorang dokter sudah melakukan sesuai standar profesi dan SOP maka tak menjadi masalah apabila dilaporkan. Di sisi lain, ada tim penyidik yang bertugas dalam melakukan penelusuran dan pencarian barang bukti, sehingga nantinya akan membuktikan seorang dokter terbukti salah atau tidak.

      Ini yang dapat saya jawab, semoga dapat membantu. Terima kasih.


      Sumber
      REPUBLIK INDONESIA 2004, UU RI NO 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN
      REPUBLIK INDONESIA 2009,UU RI NO 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT
      REPUBLIK INDONESIA 2009, UU RI NO 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN



      Hapus
    2. Victoria Fililialni6 Juni 2020 pukul 02.11

      Terima kasih sebelumnya kepada Ruth yang telah membaca dan memberi pertanyaan.
      Maaf saya lupa menyertakan nama dan NIM. Saya Victoria Filialni R.A _41170176 yang telah menjawab pertanyaan.
      Terima kasih

      Hapus
  54. Trimakasih karena sudah membahas kasus yg cukup menarik,
    Saya ingin bertanya
    a. Apa manfaat surat statement medis yg diberikan oleh rumah sakit di australia ?
    b. Berdasarkan Permenkes 755/Menkes/Per/IV/2011 pasal 11 a, ada kalimat yaitu "melakukan kredensial" apa maksud dari kalimat ini ? Dan apa contoh nyata yg dilakukan di Rumah Sakit

    Trimakasih
    Youlla Anjelina ( 41170153 )

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya. Saya Anastasia Dwi M (41170206) ijin mencoba menjawab pertanyaannya. Yang pertama, manfaat surat statement medis yangg diberikan oleh rumah sakit di australia adalah menguatkan gugatan adanya malpraktik menurut kuasa hukum Jared dan Jayden. Dokumen itu surat medical statement yang menyebutkan jika ada kesalahan penanganan saat proses kelahiran Jared dan Jayden. Yang kedua, kredensial adalah proses evaluasi terhadap staf medis untuk menentukan kelayakan diberikan kewenangan klinis (clinical privilege). Credentialing merupakan kewajiban rumah sakit untuk melakukan verifikasi kembali keabsahan kompetensi seseorang dan menetapkan kewenangan klinis untuk melakukan pelayanan medis dalam lingkup spesialisasinya. Proses yang dilakukan adalah pengujian pengetahuan, keterampilan, perilaku profesional dan keadaan fisik serta mental. Terima kasih telah membaca artikel ini, semoga jawaban saya dapat membantu :)
      Sumber:
      • https://metro.tempo.co/read/1125737/putusan-gugatan-malpraktik-rs-omni-jared-jayden-harap-keadilan/full&view=ok
      • Menteri Kesehaatan Republik Indonesia, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 755/MENKES/PER/IV/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KOMITE MEDIK DI RUMAH SAKIT

      Hapus
  55. artikel yang bermanfaat dan mengedukasi. mungkin banyak orang awam yang belum tau bagaimana penanganan pada bayi prematur dan apa saja yang bisa menjadi kemungkinan (kekurangan) pada bayi prematur.
    dan izin bertanya, apakah ada faktor lain yang bisa memicu hal yang sama saat anak dirawat dirumah? (untuk bayi lahir tidak prematur dan prematur)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih sudah membaca dan memberi pertanyaan, saya F Julian Sciffa Mulya (41170201) kurang mengerti maksud pertanyaannya tapi saya akan mencoba menjawab.
      Bayi prematur rentan mengalami berbagai permasalahan seperti hipotermia, asfiksia, dll dibandingkan dengan bayi normal/cukup bulan sehingga dibutuhkan inkubator guna memberikan suasana atau lingkungan yang cocok untuk bayi guna mendukung perkembangan jaringan lebih lanjut. Di dalam inkubator tekanan oksigen harus dimonitoring karena tekanan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada retina, aliran darah otak berkurang. Karena pada dasarnya bayi prematur rentan mengalami gangguan penglihatan. Lamanya bayi di inkubator tergantung dari usia kandungan ibu.
      Terimakasih semoga terjawab.

      Hapus
  56. Artikel yang sangat menarik. Saya ingin bertanya, menurut teman-teman apakah seharusnya dr. Fredy ikut dikenakan sanksi? Jika iya, sanksi apa yang patut diterima oleh dr. Fredy? Jika tidak, mengapa? Terima kasih

    Neysa Bella H - 41170126

    BalasHapus
    Balasan
    1. Victoria Filialni6 Juni 2020 pukul 01.58

      Terima kasih telah membaca artikel ini dan memberi pertanyaan. Saya Victoria Filialni R.A (41170176) mencoba menjawab. Menurut saya, dalam kasus ini tidak murni merupakan kesalahan dari dr.Fredy karena bisa saja dapat terjadi akibat beberapa faktor misalnya kondisi inkubator, perawat yang turut menjaga, dll. Oleh karena itu, tidak ada cukup bukti yang dapat membuktikan dr,Fredy bersalah sehingga beliau tidak menerima sanksi apapun.
      Apabila dr.Fredy dinyatakan bersalah beliau bisa saja mendapat sanksi disiplin berupa: pemberian peringatan tertulis ataupun skors dari MKDKI karena dianggap telah melakukan pelanggaran disiplin berupa melakukan praktik kedokeran dengan tidak kompeten serta tidak melakukan tugas dan tanggung jawab terhadap pasien dengan baik.

      Ini yang dapat saya jawab, semoga jawaban saya dapat membantu. Terima kasih

      Sumber
      http://202.137.25.13/ejurnal/pdf/ManuskripDrDodySpA.pdf








      Hapus
  57. Aureliya Stefani2 Juni 2020 pukul 19.46

    Aureliya Stefani P - 41170133

    Terimakasih atas artikel yang
    menarik. Disini saya ingin bertanya, di atas telah disebutkan dan dijelaskan tentang tugas dan fungsi komite medik. Menurut teman-teman tugas dan fungsi komite medik yang perlu diperbaiki dan diperkuat agar tidak terjadi hal yang sama seperti pada kasus kedepannya? kemudian tindakan apa yang seharusnya diberikan tenaga medik kepada dokter tersebut?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aureliya Stefani2 Juni 2020 pukul 19.50

      Maaf maksud saya komite medis bukan tenaga medis. Terimakasih.

      Hapus
    2. Terimakasih sudah membaca dan memberi pertanyaan. Saya F Julian Sciffa Mulya (41170201) ingin mencoba manjawab.
      Menurut saya sendiri yang berhubungan dengan kasus ini banyak seperti
      (Menyusun kebijakan-kebijakan seperti Standar Pelayanan Medis, prosedur medikolegal & etikolegal, medical staff by laws, dan melakukan pengawasan dalam pelaksanaannya) dalam hal ini tugas komite medis harus menetapkan standar operasional prosedur tindakan pelayanan medis dengan jelas dan harus selalu mengawasi jalannya hal tersebut.
      (Meningkatkan pengembangan dan penelitian) dalam hal ini dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat selalu menetapkan standar pelayanan medis terbaru.
      Dari sumber-sumber yang ada tugas atau wewenang komite medik adalah melakukan evaluasi jika terjadi kesalahan oleh dokter.

      Hapus
  58. Nindya Stephanie Christina_41170185

    Halo, kelompok 5 terimakasih untuk penjelasannya yang menarik dan informatif.Saya ingin bertanya.

    a. Bagaimana SOP tepat untuk penanganan bayi prematur tersebut ? mengingat dokter Fredy didakwa karena malpraktek akibat tindakan yang tidak sesuai SOP.
    b. Dalam pelayanan kesehatan, melibatkan banyak profesi dan teknologi. Apa yang membedakan malpraktek dengan kelalaian medis pada kasus tersebut?

    terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih sudah membaca dan bertanya, saya F Julian Sciffa Mulya (41170201) ingin mencoba menjawab:
      a. Karena tidak ada bukti yang memadai tindakan yang dilakukan dr Fredy tidak diketahui sudah sesuai SOP atau tidak. Bayi prematur rentan mengalami berbagai permasalahan seperti hipotermia, asfiksia, dll sehingga dibutuhkan inkubator guna memberikan suasana atau lingkungan yang cocok untuk bayi guna mendukung perkembangan jaringan lebih lanjut. Di dalam inkubator tekanan oksigen harus dimonitoring karena tekanan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada retina, aliran darah otak berkurang. Karena pada dasarnya bayi prematur rentan mengalami gangguan penglihatan.
      b. Salah satu yang membedakan malpraktek dan kelalaian medis adalah tindakannya mengikuti SOP yang sudah ada atau tidak. Dalam kasus ini dr Fredy didakwa melakukan malpraktek akibat tindakan yang tidak sesuai SOP tetapi bukti tidak kuat sehingga kita tidak tahu yang dilakukan dr Fredy dalam penanganan bayi prematur tersebut sudah sesuai SOP atau belum.

      Sumber:
      Proverawati, A. 2010. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). NuhaMedika, Yogyakarta.

      Hapus
  59. Edward kurniawan-41170121
    Artikel yg sangat menarik, luar biasa, dan menambah wawasan
    Disini saya mau bertanya ke teman2
    1. Menurut teman2 faktor apa yang dapat menyebabkan dokter di kasus tsb melakukan tindakan yang katanya tidak sesuai SOP?

    2. Peran apa yg dapat di lakukan Rumah sakit, tenaga medis, maupun keluarga untuk menghindari terjadinya kasus malpraktik?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya. Saya Anastasia Dwi M (41170206) ijin mencoba menjawab pertanyaannya. Yang pertama, menurut kelompok kami, kemungkinan yang dapat menyebabkan dokter melakukan tindakan tersebut antara lain kurang berhati-hatinya atau kurangnya kewaspadaan dalam penanganan pasien, kurangnya follow up pasien dan/atau kurangnya dokumentasi terhadap penangan pasien yang diperlukan untuk mengetahui apa saja yang pengobatan/penangan yang telah diberikan kepada pasien. Yang kedua, yang dapat dilakukan rumah sakit dan tenaga medis untuk menghindari terjadinya kasus malpraktik antara lain melakukan evaluasi kembali terhadap kemampuan tenaga medis atau panduan penanganan pasien sesuai dengan PERMENKES Nomor 4 tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien pasal 11. Selain itu, yang dapat dilakukan pasien dan dokter adalah meningkatkan komunikasi antar dokter dan pasien/keluarga pasien tentang penanganan atau obat-obatan yang diberikan beserta dengan risiko dan komplikasi yang terjadi. Hal ini sesuai dengan hak pasien yang diatur dalam Undang-Undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 52, yang menyebutkan bahwa “pasien memiliki hak untuk mendapatkan penjelasan secara lengkap tindakan medis”
      Terima kasih telah membaca artikel ini. Semoga jawaban saya dapat membantu :)

      Sumber:
      • https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5109754/ diakses 6 Juni 2020
      • PERMENKES Nomor 4 tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien
      • Undang-Undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

      Hapus
  60. Artikel yang menarik dari kelompok 5, saya Carolina ingin bertanya.Apa saja hal yang dapat dilakukan dokter tersebut agar kasus di atas tidak terjadi lagi? Terimakasih.
    Kelompok 3 : Carolina Devi Santi M_41170122

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaanya , Saya Ormy Abiga Mahendra NIM 41170155 izin menjawab, Ada 6 syarat yang sebaiknya dipenuhi, agar seorang pasien/keluarga pasien benar-benar mengerti tentang tindakan medis sebelum memberikan informed consent tanpa adanya salah pengertian di kemudian hari/ hal yang tidak diinginkan, yaitu:
      1. Informed Consent sebaiknya diminta oleh pihak yang akan melakukan tindakan.
      2. Pasien harus dalam keadaan mampu memberikan informed consent.
      3. Pasien bebas dari pemaksaan atau pengaruh berlebihan pada saat memberikan persetujuan.
      4. Persetujuan harus diberikan untuk suatu tindakan atau terapi spesifik.
      5. Pasien harus mendapat informasi yang cukup.
      6. Pasien mendapat kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan mendapatkan jawaban.
      Tetapi penerapan 6 syarat itu itu kadang tidak di mengerti selain karena adanya kesenjangan pengetahuan, juga dapat terjadi karena beberapa penyebab lain seperti
      kendala bahasa, batas mengenai banyaknya informasi yang dapat diberikan tidak jelas, dan masalah campur tangan keluarga atau pihak ketiga. Meskipun demikian seorang dokter harus menjelaskan bagaimana tindakan itu dilakukan dan faktor resiko yang dapat terjadi.
      Terimakasih semoga membantu

      Hapus
  61. Terima kasih untuk artikelnya, teman-teman kelompok 5! Saya Anasthasia Audi W (41170112), mau ijin bertanya mengenai beberapa hal:
    1. Bagaimana bisa tahu kalau bayi Jared dan Jayden buta karena inkubator, bukan karena malformasi pada indera pengelihatannya?
    2. Bukan kah dr. Fredy sudah mengikuti alur koordinasi yang tepat dimana beliau merujuk si bayi kembar untuk ke dokter mata untuk diperiksa?
    Bukankah Orang tua bayi juga sudah di edukasi sebelumnya mengenai risiko gangguan pengelihatan pada bayi prematur? (Kalau menurut UU no 36 Tahun 2009 Pasal 8 Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.)
    Penatalaksanaan di RS terhadap bayi juga sudah sesuai dengan SOP yang berlaku, mengapa masih di gugat?
    3. Faktor apa dari inkubator yang mampu membahayakan kesehatan bayi/neonatus?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya, saya Tandean Jeffrey Ferdinand (41170180) akan mencoba menjawab pertanyaan Saudari Anasthasia Audi W.
      1. Menurut kabar berita dikatakan mereka mengalami kerusakan mata karena kelebihan oksigen ketika berada di incubator (https://metro.tempo.co/read/1122104/perjalanan-kasus-dugaan-malpraktik-terhadap-jared-jayden?page_num=3)
      Menurut Kami Kasus ini mengalami Retinopathy of Prematurity (ROP)
      Retinopathy of Prematurity (ROP), yaitu terlepasnya retina dari tempatnya di dalam bagian belakang mata.Retina sendiri fungsinya menerima gambaran penglihatan, jadi jika retina tidak pada tempatnya, makagambaran penglihatan tidak bisa masuk untuk diterima otak. Diduga terjadi karena terpapar oksigen berlebihan menimbulkan celah di antara sel spindel mesenkimal mata. Celah ini mengganggu pembentukan pembuluh darah mata yang normal (yang memberi makan retina). Disini Retinanya tidak akan langsung terlepas, tetapi bertahap (ada 5 stage). Maka jika ROP ini sampai terjadi, harus segera diterapi sebelum memberat sampai ke kebutaan. Tapi jangan langsung mencabut selang oksigen dari inkubator bayi yang prematur., karena bayi prematur selain tidak boleh kelebihan oksigen, mereka juga tidak boleh kekurangan oksigen. Jika bayi prematur kekurangan oksigen dapat menyebabkan kerusakan otak bernama Cerebral Palsy
      Sumber : http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/article/download/3508/3261 (Jurnal Retinopati pada Prematuritas)
      2. Benar seperti yang saudari Audi katakan bahwa Dokter Fredy sudah mengikuti SOP yang ada oleh karena itu pada awal kasus pidana diberhentikan karena tidak ada bukti yang kuat. Kita kembali lagi ke definisi Hukum Pidana
      Hukum pidana bertujuan untuk melindungi kepentingan umum, misalnya yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang memiliki implikasi secara langsung pada masyarakat secara luas (umum), dimana apabila suatu tindak pidana dilakukan, berdampak buruk terhadap keamanan, ketenteraman, kesejahteraan dan ketertiban umum di masyarakat. Hukum Pidana sendiri bersifat sebagai ultimum remedium (upaya terakhir) untuk menyelesaikan suatu perkara. Karenanya, terdapat sanksi yang memaksa yang apabila peraturannya dilanggar, yang berdampak dijatuhinya pidana pada si pelaku. (Sumber KUHP)

      Karena kasus ini tidak memberikan dampak buruk pada masyarakat secara umum, dimana bisa dianggap sebagai kecelakaan operasi

      Namun dari sisi Ibu Jared dan Jayden merasa tidak puas dengan hasil tersebut makanya mereka melakukan gugatan perdata. Menurut definisi hukum perdata

      Hukum perdata bersifat privat, yang menitikberatkan dalam mengatur mengenai hubungan antara orang perorangan, dengan kata lain menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa akibat dari ketentuan-ketentuan dalam hukum perdata yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Per) hanya berdampak langsung bagi para pihak yang terlibat, dan tidak berakibat secara langsung pada kepentingan umum (sumber KUHPer)

      Gugatan ini disetujui karena sesuai dengan kasusnya bahwa ada pihak korban yang dirugikan secara perseorangan

      Hapus
    2. 3. Faktor yang mungkin membahayakan kesehatan bayi neonates pada inkubator adalah kesalahan dalam pengaturan system atau kerusakan di inkubator. Jadi fungsi inkubator adalah untuk menjaga suhu tubuh bayi, memberikan oksigen, dan mengobati penyakit kuning (fototerapi) dimana bayi yang lahir prematur cenderung lebih mudah terserang penyakit kuning
      Nah jika ada kerusakan pada system pemanas maka bisa terjadi masalah, jika suhu tidak cukup maka bayi bisa terkena hipotermia dan kedinginan karena bayi prematur tidak memiliki lemak yang cukup untuk menjaga kondisi tubuh dan dia baru saja tinggal di kandungan ibunya yang hangat (Sumber : https://health.detik.com/bayi/d-2734222/kabar-bayi-meninggal-kepanasan-di-inkubator-ini-kemungkinan-penyebabnya). Sedangkan jika terjadi kerusakan di oksigennya juga dapat memberikan masalah pada bayi neonatus karena bayi neonatus rentan mengalami gangguan pernapasan sehingga dapat mengalami kekurangan oksigen, nah namun jika berlebihan maka dapat memberikan resiko seperti ROP yang sempat dibahas di pertanyaan sebelumnya (Sumber : http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/article/download/3508/3261 [Jurnal Retinopati pada Prematuritas], Bird, C. Verywell Family (2018). How An Incubator Works in the Neonatal ICU.) Dan terakhir fototerapi pada bayi premature memiliki efek samping juga namun efek sampingnya hanya bersifat sementara dan hanya sedikit (akan hilang ketika selesai melakukan fototerapi) contoh efek sampingnya adalah
      • Penurunan waktu transit usus, dengan tinja yang encer dan kehijauan
      • Penambahan berat badan yang lambat
      • Ruam pada kulit
      • Perubahan warna urin
      • Kulit bayi menjadi memerah, memutih atau kecokelatan
      Sumber : WebMD. (2015). Phototherapy for Jaundice in Newborns

      Terima kasih semoga jawaban saya dapat membantu :)

      Hapus
  62. Terima kasih telah membuat artikel yang menarik ini! Saya izin bertanya ya,
    menurut UU no. 36 tahun 2009 Pasal 5 ayat (2) "Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau." pelayanan kesehatan yang diberikan pada bayi tersebut berupa ditaruh dalam inkubator, bila misal bayi tersebut tidak ditaruh pada inkubator, apa resikonya?

    Lalu ada pertanyaan lain lagi terkait ROP. Sejauh yang saya baca, ROP pada bayi prematur terjadi akibat pertumbuhan pembuluh darah yang terhenti sebelum mencapai retina, akibatnya retina mengalami hipoksia sehingga mengirimkan sinyal untuk membuat pembuluh darah baru. Nah, pembuluh darah baru yang rapuh ini akan sering pecah menyebabkan proses scarring yang akan menarik retina lepas. Pertanyaan saya adalah, dalam artikel disebutkan bahwa salah satu penyebabnya adalah kelebihan oksigen pada inkubator saya kutip dari artikel diatas:

    "Tepatnya karena mereka menerima oksigen berlebihan selama dalam inkubator sehingga Jared pun tidak bisa melihat."

    Bagaimana mekanisme penerimaan oksigen berlebihan ini bisa menyebabkan kebutaan (yang dilansir dari artikel adalah ROP)? Terima kasih

    Sc: https://www.aao.org/eye-health/diseases/retinopathy-prematurity-cause
    -Cynthia Gabriella Nugroho_41170103-

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya. Saya Anastasia Dwi M (41170206) ijin mencoba menjawab pertanyaannya. Yang pertama, menurut WHO, bayi prematur memiliki beberapa risiko seperti hipotermia (suhu tubuh rendah/penurunan suhu tubuh), hipoksia (level oksigen rendah/kekurangan oksigen), dan lain-lain. Penurunan suhu dibawah normal (< 36,5 c) ini dapat mengakibatkan bayi mengalami sesak nafas, kelemahan, pucat, ataupun berwarna biru karena kekurangan oksigen. Apabila tidak dapat diatasi dengan segera, penurunan suhu ini dapat mengakibatkan kematian. Selain itu penurunan suhu ini dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi. Hipoksia juga meningkatkan risiko terjadinya neonatal respiratory distress syndrome (NRDS) atau gangguan pernapasan akibat kurang maturnya struktur paru dan kelainan sintesis surfaktan. Penurunan suhu dan hipoksia sendiri dapat ditangani dengan perawatan dari inkubator. Jadi, jika bayi prematur tidak ditaruh di inkubator dapat mengakibatkan terjadinya penurunan suhu dibawah normal, kurangnya oksigen dan lain-lain. Hal ini dapat meningkatkan risiko kematian bayi. Yang kedua, definisi ROP yang telah anda jelaskan secara keseluruhan telah tepat. Akan tetapi, ketika bayi prematur lahir, jika berikan konsentrasi oksigen yang tinggi, akan terjadi peningkatan saturasi oksigen arteri. PaO2 ≥80 mm Hg diyakini merusak pembuluh baru retina yang baru dan rapuh tersebut.
      Terima kasih telah membaca artikel ini. Semoga jawaban saya dapat membantu :)
      Sumber:
      • https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/salah-satu-penanganan-bayi-prematur-yang-perlu-diketahui
      • WHO. 2012. Born Too Soon: The Global Action Report on Preterm Birth. World Health Organization
      • https://www.nei.nih.gov/learn-about-eye-health/eye-conditions-and-diseases/retinopathy-prematurity diakses 6 Juni 2020
      • Hartnett, M. E., Lane, R. H. 2013. Effects of oxygen on the development and severity of retonopathy of prematurity. Issue 3. Vol 17. P229-234

      Hapus
  63. Mary Rose (41170145)4 Juni 2020 pukul 10.53

    Terimakasih untuk artikelnya yang sangat menarik. Setelah membaca mengenai pemaparan kasus diatas, saya ingin bertanya mengenai kewajiban apa saja yang harus dipenuhi oleh dokter dan rumah sakit sesaat setelah bayi berhasil dilahirkan (seperti pemeriksaan atau menjadwalkan kontrol selanjutnya)? Terimakasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya Hansen Evandore (41170154), saya akan mencoba menjawab. terima kasih sudah bertanya dan berkomentar dikelompok kami.
      Kewajiban seorang dokter untuk bayi yang baru lahir :
      1. Mempertahankan Suhu Tubuh Normal : karena bila bayi yang sakit atau kecil (kurang dari 2,5kg pada saat lahir atau sebelum usia gestasi 37 minggu) membutuhkan perlindungan termal tambahan dan kehangatan guna mempertahankan suhu tubuh normal. Hal ini perlu diperlakukan karena bayi dengan kondisi tersebut dapat dengan mudah mengalami hipotermi.
      2. Pemberian makan dan penatalaksanaan cairan : Jadi perlu memastikan bahwa bayi diberi makan sesehera mungkin setelah lahir (dalam satu jam jika memungkinkan) atau dalam tiga jam dari saat masuk keciali pemberian makan harus ditunda karena masalah spesifik. Pada bagian ini bahwa panduan ini mengasumsikan bahwa ibu ada untuk menyusui atau memeras asi untuk bayinya.
      Penatalaksanaan cairan IV diberikan untuk memastikan bayu dapatkan cairan, kalori minimum, dan elektrolit yang dibutuhkan. Pemberian cairan IV hanya jika diarahkan untuk melakukannya seperti pada kasus syok, jika bayi muntah atau mengalami distensi abdomen atau episode apnea atau juka lebih dari 20% makanan sebelumnya tetap ada di lambung tepat sebelum pemberian berikutnya, dan kondisi lain.
      3. Terapi Oksigen : untuk memastikan bahwa bayi tidak kekurangan oksigen dan kelebihan oksigen. Pemberian terapi juga memiliki keuntungan dan kerugian sesuai dengan metode yang diberikan.
      4. Antibiotik : pilihan antibiotik dimulai secara empiris dengan pemilihan obat-obatan yang kemungkinan paling efektif melawan organisme yang menyebabkan penyakit bayi. Jika antibiotik yang bersifat empiris tidak memberikan efek maka diberikan antibiotik lini kedua atau kombinasi antibiotik diberikan berdasarkan empiris.
      5. Pencegahan Infeksi : merupakan bagian penting setiap komponen perawatan pada bayi baru lahir. Bayi baru lahit lebih rentan terhadap infeksi karena sistem imun mereka imatur, oleh karena itu akibat kegagalan mengikuti prinsip pencegahan infeksi terutama sangat membahayakan.
      6. Penggunaan darah secara klinis : darah ditransfusikan hanya untnuk kondisi yang tidak dapat ditangani secara efektif dengan cara lain.
      7. Imunisasi : vaksinasi bayi pada saat lahir untuk TB (di tempat prevalensi tinggi), poliomielitis, dan hepatitis B
      8. Mengkaji pertumbuhan : digunakan untuk memantau dan mengkaji pertumbuhan adalah dengan metode penambahan berat badan.
      9. Komunikasi dan Dukungan emosional : Hal ini dapat dilakukan bila terdapat situasi kedaruratan karena sering kali sangat menganggu setiap orang yang terlibat dan menimbulkan rentang emosi yang dapat memiliki konsekuensi yang signifikan.
      10. Pemindahan dan Rujukan : hal ini dapat dilakukan jika bayi perlu dipindahkan ke rumah sakit tersier atau pusat spesialisasi, atau dibawa dari fasilitas yang lebih perifer atau ke lahyanan yang berbeda dalam fasilitas yang sama (misal dari ruang pelahiran bersalin ke unit perawatan khusus bayi baru lahir), dan pastikan pemindahan yang aman dan tepat waktu.
      11. Pemulangan dan tindak lanjut : Dokter harus memastikan terlebih dahulu kondisi bayi dengan memeriksa dan mengkonfirmasi syarat untuk pemulangan. Memastikan minimal 1 kali kunjungan tindak lanjur setelah pemulangan bayi yang sakit serius, sangat kecil, atau makan degn dengan menggunakan metode pemberian alternatif pada waktu pemulangan.
      Yang perlu dilakukan oleh rumah sakit :
      1. menyediakan ruangan untuk perawatan bayi baru lahir
      2. menyediakan imunisasi dan vaksin
      3. menjaga kebersihan dari alat-alat agar bayi tidak terinfeksi lagi.
      Sekian jawaban dari saya terima kasih

      sumber :
      Meiliya, E., Pamilih, E.K. 2019. Buku Saku Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir Panduan Untuk Dokter, Perawat dan Bidan. Jakarta: EGC.

      Hapus
  64. Terima kasih untuk artikelnya
    Saya ingin bertanya beberapa hal

    Yang pertama, pemberian pidana seperti yang diajukan oleh Juliana "Juliana menggugat dokter spesialis anak Fredy Limawal dan RS Omni Alam Sutera" diajukan kepada kedua pihak yaitu dokter serta pihak rumah sakit. Mengapa dr Fredy tidak ikut terpidana padahal perlakukan terhadap bayi dari Juliana diberikan oleh dr Fredy?
    Kedua, apakah ketidakjujuran pasien yang berpotensi menyebabkan malpraktik dapat disebut sebagai tindakan malpraktik, semisal ketidakjujuran pasien tersebut tidak diketahui oleh pemberi layanan kesehatan?

    Terima kasih, Tuhan memberkati
    Edwin Hendrawan - 41170191

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Saya Hansen Evandore (41170154), terima kasih sudah bertanya dan berkomentar di kelompok kami, saya akan mencoba menjawab.
      1. Mengapa dr Fredy tidak ikut terpidana padahal perlakukan terhadap bayi dari Juliana diberikan oleh dr Fredy?
      Hal ini dikarenakan dokter fredy sudah menjalankan sesuai dengan SOP yang berada di rumah sakit tersebut. Sehingga dokter Fredy tidak bisa diberikan sanksi pidana.
      Jadi pembuat SOP sendiri adalah sarana pelayanan keseharannya sendiri, maka dari itu RS Omni yang terjerat hukum.
      Dan diatur dalam UU 29 tahun 2004 yaitu ketika dokter melakukan praktik kedokteran mempunyai hak memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional
      2. Kedua, apakah ketidakjujuran pasien yang berpotensi menyebabkan malpraktik dapat disebut sebagai tindakan malpraktik, semisal ketidakjujuran pasien tersebut tidak diketahui oleh pemberi layanan kesehatan?
      Dokter tidak dikatakan malpraktik jika pasien sudah berbohong karena dalam uu 29 tahun 2004 dikatakan :
      Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :
      a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas
      sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
      b. memberikanb. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;
      c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan
      d. menerima imbalan jasa.
      Terima kasih
      Sumber :
      https://www.tabloidbintang.com/berita/peristiwa/read/111820/rs-omni-divonis-bersalah-kasus-malpraktik-si-kembar-jared-dan-jayden-cristophel
      uu 29 tahun 2004 UU Praktik Kedokteran

      Hapus
  65. Ginti Lintang Sinkyatri - 411701604 Juni 2020 pukul 19.25

    Terima kasih kelompok 5 untuk pemaparan artikel yang edukatif. Saya Ginti Lintang Sinkyatri (41170160) ingin menanyakan beberapa hal terkait artikel yang kalian susun.
    1. Apa alasan kalian mengambil kasus ini untuk diangkat menjadi sebuah artikel? Apa yang menarik dari kasus ini?
    2. Berdasarkan UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Bab X Pasal 33 ayat 1 menyatakan bahwa "Setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel."
    Tolong berikan penjelasan mengenai ayat tersebut!

    Terima kasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih L sudah menanyakan pertanyaan yang bagus sekali, saya Valentino Y. Buriko (41170209) ingin mencoba menjawab pertanyaan tsb.

      1. Alasan kami mengambil kasus ini adalah kasus ini sangat merepresentasikan kehidupan dari seorang dokter yang setiap saat berhadapan dengan risiko pekerjaannya yang mengancam nyawa maupun nama baik serta risiko kehilangan pekerjaan itu sendiri. Kami menganggap hal tersebut sangat nyata dan baik untuk dijadikan refleksi agar nantinya tidak melakukan kesalahan yang sama yang mungkin telah terjadi beberapa kali sebelumnya. Terkadang ada waktu dimana beberapa hal sudah dipastikan bekerja dengan baik seringkali berjalan menuju ke hal-hal yang tidak diinginkan.

      2. Penggunaan kata-kata efektif, efisien, dan akuntabel dalam UU No. 44 tahun 2009 Bab IX Pasal 33 ayat 1 dapat diartikan langsung dari pengertian istilahnya, bahwa Rumah Sakit sebagai sebuah golongan instansi harus memiliki organisasi penyelenggara yang efektif berarti setiap unsur dan anggota dari penyelenggara harus memiliki hasil akhir/tujuan bagi para karyawan serta berbagai cara yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan akhir tersebut dan mereka harus memiliki organisasi yang memproduksi pekerjaan yang memprioritaskan hasil yang baik (efektif).
      Selanjutnya dalam hal efisiensi, komponen organisasi harus memiliki fungsi yang jelas serta tugas yang jelas dimana dalam mencapai tujuan-tujuan yang sudah diatur sebelumnya, maka harus melakukan cara yang efisien baik dalam hal waktu, tenaga, serta sumber daya yang ada harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
      Lalu dalam urusan akuntabilitas, rumah sakit haruslah memiliki orang-orang yang dipercaya untuk menjalankan tugas-tugas masing-masing dan orang-orang tersebut harus bisa bertanggung jawab akan hasil yang ingin dan akan dicapai nantinya.

      Sekian jawaban saya, semoga mudah dimengerti dan dapat menjawab pertanyaan dari sdri. Terima kasih.

      Hapus
  66. Elsa wijaya(41170135)
    terimakasih untuk artikelnya yang menarik. jadi pada kasus juliana sempat mengabaikan anjuran petugas RS untuk memeriksakan kondisi mata anaknya, lalu juliana menyimpulkan hal tersebut tindakan malpraktik. yang ingin saya tanyakan
    1. apakah betul itu tindakan malpraktik, jika dari awal pasien sudah menolak anjuran RS, mohon penjelasannya
    2. lalu syarat apa saja sehingga disebut tindakan malpraktik
    3. jika dokter hanya melakukan kesalahan malpraktik 1x saja,(tidak ada riwayat kesalahan sebelumnya) hukuman apa yang setimpal
    4. pertanggungjawaban apa yang dokter tersebut harus lakukan

    terimakasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hallo , Terimakasih sudah membaca artikel ini dan memberikan pertanyaan yang baik. Saya Gregorius Daniel Gokasi Ambarita (41170172) izin mencoba menjawab pertanyaan saudara Elsa.

      Untuk pertanyaan pertama, berdasarkan kasus di atas dan menurut kelompok kami , dokter Fredy telah melakukan malpraktik. Namun, dari kasus ini dokter Fredy tidak mendapat sanksi pidana karena tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan dari tindakan dokter Fredy yang dapat membuat kerusakan mata pada Jared dan Jayden sehingga dokter Fredy tidak dapat dituntut secara pidana. Untuk masalah penolakan anjuran RS ,hal ini masih belum diketahui karena ada perbedaan pendapat dari pihak RS maupun pihak orang tua pasien.

      Untuk pertanyaan kedua, sebenarnya dalam hukum Indonesia tidak dikenal adanya istilah “malpraktik” secara gamblang. Namun istilah ini lebih dijelaskan dalam makna pada Pasal 54 dan 55 Undang-Undang Kesehatan disebut sebagai kesalahan atau kelalaian dokter, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004, khususnya pada Pasal 84 dikatakan sebagai pelanggaran disiplin dokter. Adapun syarat disebut tindakan malpraktik adalah sebagai berikut.
      1. Adanya tindakan, dalam arti berbuat atau tidak berbuar (pengabaian)
      2. Tindakan tersebut dilakukan oleh dokter atau orang di bawah pengawasan (seperti perawat), bahkan juga oleh penyedia fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, klinik, apotek, dan lain-lain.
      3. Tindakan tersebut merupakan tindakan medik, baik berupa tindakan diagnostik, terapi, atau manajemen kesehatan
      4. Tindakan tersebut dilakukan terhadap pasiennya
      5. Tindakan tersebut dilakukan dengan cara; a. Melanggar hukum, dan atau; b. Melanggar kepatutan, dan atau; c. Melanggar kesusilaan, dan atau; d. Melanggar prinsip-prinsip profesionalitas
      6. Tindakan tersebut dilakukan dengan kesengajaan atau ketidakhati-hatian
      7. Tindakan tersebut mengakibatkan pasiennya mengalami a. Salah tindak, dan atau; b. Rasa sakit, dan atau; c. Luka, dan atau; d. Cacat, dan atau; e. Kematian, dan atau; f. Kerusakan pada tubuh atau jiwa, dan atau; g. Kerugian lainnya terhadap pasien
      8. Dan menyebabkan dokter harus bertanggungjawab secara administrasi, perdata, maupun pidana.

      Hapus
    2. Untuk pertanyaan ketiga , hal ini tidak bisa dikaitkan dengan berapa kali seorang dokter melakukan kesalahan dengan malpraktik. Untuk menjawab pertanyaan seperti ini ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab :
      1. Apakah dokter lain yang setingkat dengannya tidak akan melakukan itu?
      2. Apakah tindakan dokter itu sedemikian rupa sehingga tidak akan dilakukan oleh teman sejawatnya yang lain?
      3. Apakah tidak ada unsur kesengajaan (opzet, intentional)?
      4. Apakah ada tindakan itu tidak dilarang oleh Undang-Undang?
      5. Apakah tindakan itu dapat digolongkan pada suatu medical error?
      6. Apakah ada suatu unsur kelalaian (negligence)?
      7. Apakah akibat yang timbul itu berkaitan langsung dengan kelalaian dari pihak dokter?
      8. Apakah akibat itu tidak bisa dihindarkan atau dibayangkan (foreseeability) sebelumnya?
      9. Apakah akibat itu bukan suatu resiko yang melekat (inherent risk) pada tindakan medik tersebut?
      10. Apakah dokter tersebut sudah mengambil tindakan antisipasinya, misalnya jika timbul reaksi negatif karena obat-obatan?

      Jika pertanyaan di atas dapat terjawab barulah dapat dikenai sanksi yang dibahas pada Pasal 54 dan 55 Undang-Undang Kesehatan disebut sebagai kesalahan atau kelalaian dokter, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004, khususnya pada Pasal 84 dikatakan sebagai pelanggaran disiplin dokter. Sebagai pertimbangan , kasus malpraktik merupakan kasus yang sangat serius , dimana hal ini bisa saja menyebabkan pasien mengalami cacat fisik hingga kematian . Oleh sebab itu , jika memang terbukti melakukan malpraktik ,seorang dokter dapat dicabut gelarnya hingga sampai dijatuhi sanksi pidana .

      Untuk pertanyaan keempat , pada kasus diatas dokter Fredy tidak dikenai sanksi atau pertanggungjawaban apapun karena dokter Fredy sudah melakukan tugasnya sesuai dengan SOP yang berlaku.
      Mungkin itu saja yang bisa saya sampaikan , terima kasih atas perhatiannya semoga bisa menjawab dan semoga bermanfaat .

      Sumber:
      -KODEKI
      -Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
      -Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang praktek Kedokteran

      Hapus
  67. Terimakasih untuk artikelnya..
    Saya izin bertanya, apabila terjadi kasus seperti diatas, apakah yang harus dilakukan? Apakah melapor kepada pihak rumah sakit lebih dahulu untuk mediasi dan agar rumah sakit bertanggung jawab menangani kasus tersebut ataukah langsung melewati jalur hukum?
    Terimakasih 🙏

    BalasHapus
    Balasan
    1. Theodora Arnadia (NIM : 41170120)

      Hapus
    2. Edenia Asisaratu5 Juni 2020 pukul 19.04

      Terimakasih atas pertanyaannya, saya Edenia Asisaratu (41170186) akan mencoba menjawab. Menurut UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 29 yang berbunyi “Dalam tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi”. Meskipun demikian, korban malpraktik juga dapat langsung mengajukan gugatan perdata dan jika ternyata dapat dibuktikan adanya unsur kesengajaan dalam tindakan merugikan tersebut maka dapat dilaporkan secara pidana. Selain itu, menurut UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 66, masyarakat yang merasa dirugikan akibat tindakan medis oleh dokter atau dokter gigi dapat juga melaporkan secara tertulis pada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) sebagai lembaga yang berwenang untuk menentukan ada atau tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan menetapkan sanksi, serta laporan tersebut tidak akan menghilangkan hak masyarakat untuk melapor secara pidana atau menggugat secara perdata ke pengadilan.
      Terimakasih, semoga dapat membantu.

      Hapus
    3. Terimakasih edenia, jawaban yang sangat memuaskan 🙏🙏

      Hapus
  68. Terimakasih teman-teman kelompok 5 untuk artikelnya, disini saya ingin bertanya.
    a. Dalam ringkasan kasus disebutkan "Masalah pada kedua bayi mungil itu diduga terjadi karena dokter spesialis anak yang menangani Jayden dan Jared kurang mengontrol, bahkan tidak melakukan SOP (Standar Operasional Prosedur) yang benar. Tepatnya karena mereka menerima oksigen berlebihan selama dalam inkubator sehingga Jared pun tidak bisa melihat.". Apa hubungan antara pemberian oksigen berlebihan selama dalam inkubator dengan Jared yang tidak bisa melihat ?
    b. Apakah ada aturan tertentu terhadap biaya ganti rugi yang di tanggung oleh Rumah Sakit dalam kejadian malpraktik serta adakah faktor yang mampu mempengaruhi besar kecilnya biaya ganti rugi tersebut.
    Terimakasih, salam Tillandsia Filli FP (41170105) :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih saudari Tilland telah membaca dan memberi pertanyaan. Saya F Julian Sciffa Mulya (41170201) ingin mencoba menjawab.
      a. Pada dasarnya inkubator dibutuhkan untuk bayi-bayi yang rentan mengalami kekurangan oksigen. Salah satu kegunaannya yaitu untuk memberi oksigen dan nutrisi kepada mata. Konsentrasi oksigen pada inkubator telah diatur 30-35%, dan harus selalu dimonitor karena konsentrasi oksigen yang tinggi dalam masa yang panjang justru dapat menyebabkan kerusakan pada retina dan menyebabkan kebutaan.
      b. Sejauh ini saya tidak mendapatkan peraturan mengenai besarnya ganti rugi yang harus ditanggung oleh rumah sakit dalam kejadian malpraktik, hakimlah yang memutuskan besar ganti rugi yang harus dibayarkan.

      Sumber:
      Proverawati, A. 2010. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). NuhaMedika, Yogyakarta.

      Hapus
  69. Terimakasih atas artikel yang menarik! saya ingin bertanya seperti yang sudah dijelaskan di artikel tugas dan fungsi komite medik, maka sebaiknya dengan cara apa saja pencegahan kasus yang sama akan terjadi lagi didukung oleh sinergi antara tenaga medis dan komite medik?

    Cornelia Rivanda B-41170146

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih saudara Vanda atas pertanyaannya,

      Saya Clara Margareta (41170195) ijin menjawab, pencegahan terjadinya malpraktik selanjutnya bisa dilakukan dengan audit medis. audit medis yaitu suatu pembongkaran dan penganalisisan rekam medis dari seorang pasien yang mengalami malpraktik/kematian. Perlu diingat kegiatan audit medis ini bukan untuk mencari tahu siapa yang salah namun untuk mengevaluasi praktik yang telah dilakukan dan diharapkan terjadi peningkatan dari mutu RS tersebut. Selain itu juga berfungsi untuk melihat apakah standar-standar profesi, SOP,alat yang digunakan, dan kebijakan-kebijakan yang lainnya sudah dijalankan dengan baik atau belum. Jika belum efektif makan komite medik dapat membuat sop/kebijakan baru yang berguna untuk mencegah terjadinya malpraktik selanjutnya.Tim audit medis ini dibentuk oleh komite medik yang bekerja sama dengan staf medis yang lainnya. Dengan kegiatan audit medis inilah maka terbentuk kerjasama antar komite medik dengan tenaga kesehatan lainnya yang berfungsi sebagai pencegahan hal-hal yang tidak diingkan terutama malpraktik sehingga bersama juga meningkatkan mutu RS.

      Sekian jawaban yang bisa saya sampaikan. Terimakasih :)
      Sumber : Kepmenkes No 496 Tahun 2005 tentang Pedoman Audit Medis di RS

      Hapus
  70. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  71. Diana Teresa (41170147)

    Artikel ini sangat menarik untuk dibahas. Disini saya ingin bertanya, apakah suatu surat statement medis dari rumah sakit lain (dalam kasus ini RS di Australia) dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam menggugat dokter melakukan tindak malpraktik. Mengingat bahwa RS tersebut tidak menangani secara langsung pasien dari awal, sehingga tidak tahu apakah mungkin terjadi komplikasi atau kesalahan pada inkubatornya, dsb. Terima kasih, sukses untuk kelompok 5.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat malam Tesa, terima kasih sudah bertanya. Saya ijin untuk mencoba menjawab. Statement medis dari Australia di sini digunakan untuk menuntut berdasarkan hasil pemeriksaan mereka. Yang menjadi dasar Ibu dari kembar Jared Jayden ini mengajukan tuntutan ke pengadilan ialah konfirmasi dari sekian orang dokter dan sekian rumah sakit yang menyatakan 1 suara., sehingga membulatkan tekadnya dan keyakinan hatinya mengenai titik letak kesalahan (apakah rumah sakit, atau dirinya sendiri, atau yang lain) hingga terjadi kasus ini.

      Sekian jawaban saya, mohon maaf bila kurang memuaskan. Terima kasih.
      Salam,
      Oey, Yedida Stephanie S
      41170190

      Hapus
  72. Terima kasih kelompok 5 atas artikelnya yang bagus. Saya ingin bertanya, apakah menurut teman-teman, sanksi berupa membayar kerugian kepada penuntut tersebut sudah cukup dan sudah adil bagi korban, mengingat korban adalah bayi yang harus menderita kerusakan mata karena kasus ini ? Lalu, apakah bisa satu kasus yang sama digugat dalam 2 perkara sekaligus (pidana dan perdata) ? Terima kasih, semangat teman-teman! (Brian Ardya Indrajat/41170143)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih saudara Brian atas pertanyaannya,

      Saya Clara Margareta (41170195) ijin menjawab, menurut saya pribadi tentang adil atau tidak saya sepenuhnya mendukung keputusan hakim karena saya sendiri belum cukup berkompetensi untuk menilai kasus ini perlu banyak bukti yang harus dicari. Namun pada kasus ini sudah jelas dikatakan dr. Fredy sudah melakukan sesuai SOP dan sudah melakukan informed consent dengan menyampaikan risiko dari tindakan yang dilakukan, jadi tidak ada hukum yang dilanggar. Untuk RS ada kelalaian dimana dokter mata tidak tersedia saat pasien tersebut membutuhkan konsultasi. Selanjutnya yang digugat dari korban ini adalah "ganti rugi" hakim mengabulkan tuntutan korban walaupun jumlahnya tidak sesuai yang korban harapkan. Menjawab pertanyaan selanjutnya, ya sangat mungkin terjadi. Apalagi jika korban menuntut ganti rugi atas wanprestasi dan tindakan terdakwa juga melanggar aturan KUHAP lalu korban menginginkan penggugatan dari kedua aspek hukum tersebut.

      Sekian jawaban yang bisa saya sampaikan. Terimakasih :)

      Hapus
  73. Artikel yang menarik :) Saya Vanessa Angelin (41170115) ingin bertanya, selain terkait dengan kasus hukum yang diatur dalam undang-undang dan KUHP yang sudah di sampaikan di artikel. Apakah dokter anak ini juga termasuk melanggar MKDKI? Jika iya mohon jelaskan, jika tidak juga mengapa?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo Ecak, terima kasih sudah membaca artikel kelompok kami dan bertanya. Disini saya izin menjawab pertanyaannya bahwa pada kasus ini dokter fredy tidak terbukti melakukan pelanggaran sehingga tidak perlu di sidang oleh majelis kehormatan disiplin kedokteran indonesia (MKDKI). Setelah bayi lahir prematur dokter fredy langsung melakukan penanganan terhadap bayi kembar dan dokter fredy telah meminta persetujuan dari keluarga untuk dimasukkan ke dalam inkubator serta sudah menyampaikan bahwa bisa terjadinya kemungkinan gangguan penglihatan pada bayi prematur. Jadi pada kasus ini tidak ada bukti kuat yang menyatakan bahwa dokter fredy/tim dokter yang menangani bayi kembar ini bersalah atau melakukan pelanggaran karena dokter fredy sudah melakukan tindakan sesuai dengan standar operasional pelayanan (SOP). Terima kasih Ecak semoga terjawab.

      Novita Eveline Tjuluku (41170162)

      Hapus
  74. Sangat menarik kasus dan analisisnya.

    Saya ingin bertanya, bagaimana pendapat teman teman mengenai pendapat pasien yang katanya tidak pernah diberitahu bahwa besoknya harus datang membawa kedua anaknya untuk kontrol. Bagaimana jika sang ibu berbohong, ketika kejadian yang sebenarnya adalah dokter sudah menyuruh untuk datang keesokan harinya? Apakah bukti yang dapat diberikan nantinya? Terimakasih sebelumnya.

    Ivan Satrio Wicaksono (41170188)

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih sudah membaca artikel kami, saya intan saraswati / 41170194 izin menjawab. apabila kasusnya pasien mengatakan bahwa pihak dokter atau rumah sakit belum menginformasikan bila pasien harus kontrol padahal kenyataanya sudah disampaikan dari pihak dokter atau rumah sakit, maka dokter dan rumah sakit tidak dapat memberikan bukti apapun apabila dokter atau rumah sakit tidak memberikan surat rujukan ataupun menuliskan di rekam medis mengenai jadwal kontrol. namun sebenarnya pada kasus ini mengenai permintaan kontrol tidak begitu dipermasalahkan karena apabila ibu membawa anaknya kontrol sesuai yan sudah disampaikan dokter yairu tanggal 7 juni mungkin tidak akan banyak merubah keadaan bayinya. yang dipermasalahkan disini adalah kelalaian pihak rumah sakit yang kurang memperhatikan atau pengawasan yang kurang terhadap pasien, yang pada kasus ini menyebabkan kecacatan mata pada bayi kembar tersebut. terimakasih semoga menjawab.

      Hapus
  75. Terima kasih artikelnya sangat menarik sekali. Saya ingin bertanya, pada kasus ini apakah rumah sakit yang bersangkutan juga dapat dituntut atas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh karywannya ?

    Gusti Ayu Agung Indra Sari P (41170152)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih sudah membaca dan memberi pertanyaan, saya F Julian Sciffa Mulya (41170201) ingin mencoba menjawab
      Jika secara pidana pihak dokter dan rumah sakit memiliki tanggung jawab sendiri-sendiri, dimana dokter bertanggung jawab terhadap tindakan medis yang dilakukan, sedangkan rumah sakit bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan layanan kesehatan. Kadang ini yang tidak dipahami dalam menentukan siapa yang harus dituntut. Oleh sebab itu tindakan malpraktik yang dilakukan seorang dokter harus ditanggung sendiri oleh dokter tersebut. Berbeda dengan perdata yang mengacu pada KUHP pasal 1367, dimana rumah sakit bertanggung jawab terhadap tindakan dokter sehingga tidak salah jika tuntutan ganti rugi juga ditujukan kepada rumah sakit.
      Terimakasih semoga terjawab

      Hapus
  76. Terimakasih telah mengangkat artikel ini, artikel yang sangat menarik, saya ingin bertanya bagaimana bila dalam suatu keadaan pasien telah mengisi inform consent dan setuju dengan tindakan medis namun terjadi sebuah malpraktek yang dilakukan dokter, bagaimana penyelesaian masalah tersebut dan apa hukuman yang diberikan ?

    Thomas Carel (41170113)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas tanggapan dan pertanyaannya. Saya Choya Alvis Chenarchgo_41170166 izin menjawab.

      Tujuan Informed Consent:
      1. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secaramedik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.
      2. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur medikmodern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko ( Permenkes No.290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 )

      dengan demikian Informed Consent (IC) digunakan untuk menjamin keselamatan pasien dalam tindakan dan juga dokter dalam melakukan prakteknya.

      bila kita kembali ke dalam pertanyaan maka IC harusnya menerangkan semua infromasi yang dibutuhkan oleh pasien untuk memilih dan tidak ada paksaan.

      Namun, kasus penyidikan dengan IC bisa tetap dilakukan karena IC hanya bersifat perlindungan bukan berarti bebas dari penyelidikan. Hal tersebut dapat terjadi bilamana 1. dalam form IC ada informasi yang tidak tertera misal, resiko buta mata tidak tertera dan setelah tindakan pasien buta.
      2. terjadi kasus malpraktik yang mayor.

      boleh untuk dilakukan penyelidikan terlebih dahulu

      Sekian jawaban dari saya yang jauh dari kata sempurna Terima kasih!

      Hapus
  77. Terimakasih untuk artikelnya yang sangat menarik. Setelah membaca mengenai pemaparan kasus diatas, saya ingin bertanya apakah keputusan dari pengadilan yaitu memberi sanksi kepada RS omni berupa membayar biaya material dan biaya perkara sudah tepat dengan mempertimbangkan dalam kasus ini dokter juga melakukan kesalahan?
    Apakah menurut kelompok 5 sudah tidak ada pihak lain yang dirugikan atas keputusan tersebut?
    Terimakasih

    Ivon Widiastuti (41170178)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat malam Ivon, terima kasih sudah bertanya. Saya ijin untuk mencoba menjawab. Iya jadi yang dimaksud biaya material adalah biaya sebagai ganti rugi akibat adanya wanprestasi. Kerugian dapat berupa 2 macam, yakni kerugian material dan kerugian immaterial. Kerugian materil merupakan sesuatu yang bisa dihitung dan dinominalkan, seperti uang, barang, biaya, dan lain sebagainya. Sementara, kerugian immateriil adalah sesuatu yang bersifat abstrak dan tidak begitu saja langsung bisa dihitung nominalnya. Contoh kerugian immateriil adalah ketakutan, trauma, kekecewaan, rasa sakit, dan lain sebagainya.

      Jadi hal ini sudah diperhitungkan oleh pengadilan atas kesepakatan semua pihak. Pada akhirnya Ibu Juliana menerima sejumlah uang tersebut yang mungkin nominalnya tidak sebanding dengan kecacatan mata anaknya itu, tapi setidaknya meng-cover rincian biaya yang ia keluarkan untuk mengobatkan anaknya semenjak vonis awal. Di sisi lain biaya perkara adalah biaya yang diperlukan untuk melangsungkan keseluruhan proses peradilan melalui jalur hukum. Adapun biaya perkara bisa berbeda tiap daerah tergantung penggolongan radius dan kecamatan.

      Semua penggantian kerugian itu ditangguhkan kepada pihak rumah sakit karena yang salah tidak hanya dr. Freddy seorang namun juga seluruh elemen rumah sakit terkait keberlangsungan SOP dalam kasus ini.

      Demikian jawaban saya, mohon maaf bila kurang memuaskan.
      Salam,
      Oey, Yedida Stephanie S
      41170190

      Hapus
  78. saya fehren kurnia brylian (41160044) ijin bertanya bagaimana kira"teman"menyikapi kasus ini apabila setuju atau tidak setuju. trimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih sudah membaca artikel kami, saya intan saraswati /41170194 izin menjawab pertanyaanya. menurut pendapat saya dalam menyikapi kasus, saya setuju dengan keputusan akhir kasus ini. akhir dari kasus ini adalah rumah sakit mendapatkan sanksi denda, karena pelanggaran sudah menelantarkan anak kurang dari tujuh tahun dan kurang menghargai hak pasien serta keselamatan pasien. walaupun sanksi denda tidak sesuai yang diharapkan oleh pihak pasien, namun kasus ini selesai dengan cara adil, serta tidak ada tuntutan lagi dari phak manapun. dokter yang awalnya dituntut akhirnya tidak jadi mendapatkan sanksi karena bukti kurang kuat, artinya tim penyidik lebih detail atau teliti dalam menyelidiki kasus ini sehingga tidak salah dalam menghukum orang yang tidak bersalah. terimakasih, semoga menjawab pertanyaanya.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

TUGAS ETIKA KELOMPOK 6 - KASUS ABORSI

TUGAS ETIKA KELOMPOK 5 - PEMALSUAN DIAGNOSA REKAM MEDIS

KASUS MALPRAKTIK KELOMPOK 1 - MALPRAKTIK PADA SITI CHOMSATUN - TIROIDEKTOMI BERUJUNG SESAK NAFAS