TUGAS ETIKA KELOMPOK 5 - PEMALSUAN DIAGNOSA REKAM MEDIS

source image : www.pelajaran.co.id

Disusun oleh :

Hansen Evandore - 41170154
Ormy Abiga Mahendra - 41170155
Novita Eveline T - 41170162
Choya Alvis Chenarchgo - 41170166
Gregorius Daniel Gokasi Ambarita - 41170172
Victoria Filialni R.A - 41170176
Tandean Jeffrey Ferdinand - 41170180
Edenia Asisaratu - 41170186
Sulistyo - 41170189
Oey, Yedida Stephanie Sugianto - 41170190
Intan Saraswati Dara Dwiyoga - 41170194
Clara Margareta - 41170195
Hansen Wilbert Kusila - 41170200
F. Julian Sciffa Mulya - 41170201
Anastasia Dwi Maharani - 41170206
Valentino Y. Buriko - 41170209


Pendahuluan

 

a. Latar belakang

Tenaga Kesehatan sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting karena terkait langsung dengan mutu pelayanan. Penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh dokter dan dokter gigi yang memiliki etik dan moral tinggi, keadilan dan kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan. Salah satu unsur utama dalam sistem pelayanan kesehatan yang prima adalah tersedianya pelayanan medis oleh dokter dan dokter gigi dengan kualitasnya yang terpelihara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Dalam penyelenggaraan praktik kedokteran, setiap dokter dan dokter gigi wajib mengacu pada standar, pedoman dan prosedur yang berlaku sehingga masyarakat mendapat pelayanan medis secara profesional dan aman.

Sebagai salah satu fungsi pengaturan dalam UU Praktik Kedokteran yang dimaksud adalah pengaturan tentang rekam medis yaitu pada Pasal 46 dan Pasal 47. Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Pengertian rekam medis ini dimuat dengan makna yang sama pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis yang kemudian diperbaharui dengan PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 yaitu berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

Kepemilikan rekam medik ini sering menjadi perdebatan di kalangan tenaga kesehatan, baik antara dokter, petugas rekam medis, bahkan dengan pasien. Hal ini menunjukkan bahwa rekam medik sangat penting sehingga kelengkapan dan kecermatan rekam medik menjadi syarat yang mutlak sebagai bukti dalam kasus medikolegal. Adapun fungsi rekam medis sangat beragam dipandang dari berbagai aspek yakni aspek administrasi, aspek medis, aspek hukum, aspek keuangan, aspek penelitian, aspek pendidikan, aspek dokumentasi, atau pula fungsinya sebagai rekaman yang memiliki kekuatan hukum tersendiri. Itu sebabnya rekam medis harus dibuat secara konfidensial.

Pada tahun 2017, beredar pemberitaan mengenai kasus korupsi pengadaan e-KTP yang terjadi sejak tahun 2010 yang dilakukan oleh Setya Novanto. Salah satu hal yang menjadi sorotan adalah rekayasa medis Setya Novanto yang dilakukan oleh dr. Bimanesh. Hal ini menyebabkan dr Bimanesh didakwa menghalangi penyidikan KPK dan melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Kedokteran Indonesia pasal 3 tentang kemandirian profesi dan pasal 7 tentang keterangan dan pendapat yang valid. Dengan adanya pelanggaran kode etik tersebut, maka dalam analisis ini akan dibahas mengenai pelanggaran apa saja yang telah dilakukan dalam kasus rekayasa rekam medis oleh dr. Bimanesh dan konsekuensi apa yang harus dihadapi.

 

b. Tujuan

i. Mengenali dan melakukan kajian masalah aktual etika mengenai rekayasa medis yang dilakukan oleh dr. Bimanesh.

ii. Dapat menyajikan adanya konflik nilai dari peristiwa rekayasa medis yang dilakukan oleh dr. Bimanesh.

iii. Menggunakan dan menerapkan teknik-teknik deliberasi fakta, nilai dan konsekuensi dari peristiwa rekayasa medis yang dilakukan oleh dr. Bimanesh.

iv. Membuat kesimpulan pilihan keputusan yang etis mengenai rekayasa medis yang dilakukan oleh dr. Bimanesh.


Ringkasan kasus

 

Dokter Bimanesh merupakan dokter spesialis penyakit dalam yang bekerja di Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Jakarta Barat. Beliau melakukan pelanggaran etis di dalam dunia kedokteran yaitu melakukan pemalsuan rekam medis dalam hal diagnosis pasien bernama Setya Novanto yang sedang menjalani pemeriksaan dalam suatu kasus yang sedang diperiksa oleh KPK ( Komisi Pemberantasan Korupsi ). Kejadian ini terjadi  pada tanggal 16 November 2017 , ketika pasien tersebut mengalami kecelakaan kemudian dibawa ke IGD Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Jakarta Barat. Kemudian terdapat dokter IGD yang sedang bertugas pada saat itu yaitu dokter Michael Chia Cahaya sebagai kepala IGD rumah sakit tersebut, sebelum pasien datang dokter Bimanesh telah menemui dokter Michael untuk mendiagnosa pasien sebelum pasien datang ke rumah sakit yaitu “ diagnosa kecelakaan “ namun hal tersebut tidak disanggupi oleh dokter Michael selaku dokter IGD, pengacara pasien meminta kepada dokter Michael untuk mendiagnosa sebelum pemeriksaan yaitu “ diagnosa kecelakaan “, dan masih sikap yang sama dokter michael masih menolak. Selepas dari kejadian tersebut dokter Bimanesh yang akhirnya memeriksa pasien yang datang sekitar pukul 19.00 WIB dan mendiagnosa hipertensi, vertigo, dan diabetes melitus setelah itu dokter Bimanesh meminta surat rawat inap sehingga pasien menjalani rawat inap di gedung VIP lantai tiga rumah sakit atas persetujuan dokter Bimanesh.

Pemeriksaan kemudian diselidiki pertama kali oleh dokter KPK yaitu dokter Johannes yang memeriksa sistem komputer milik rumah sakit tersebut menemukan data pasien masuk ke rumah sakit melalui IGD, padahal seharusnya melalui poliklinik dokter Bimanesh menurut dokter Michael. Pada pukul 00.00 WIB ditemukan perubahan diagnosa yang berbeda yang sebelumnya mendiagnosa hipertensi, vertigo, dan diabetes melitus menjadi hipertensi, vertigo pasca cedera kepala ringan, dan diabetes melitus. Kemudian kejanggalan kasus ini  pun diangkat ke pengadilan yang mendakwa bahwa dokter Bimanesh telah bekerja sama dengan pengacara  agar memanipulasi data pasien dalam penyidikan KPK yang dirawat di Rumah Sakit Permata Hijau. Hal ini bertujuan agar pasien dapat menghindari pemeriksaan oleh penyidik KPK sehingga dokter Bimanesh dengan semua bukti yang ada, atas dasar keterangan ahli, dan juga keterangan saksi pada saat pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Pada hari Senin, 16 juli 2018 dokter Bimanesh dihukum tiga tahun penjara dan denda seratus lima puluh juta rupiah subsider satu bulan kurungan setelah pengadilan tersebut dokter Bimanesh mengajukan banding ke pengadilan tinggi DKI Jakarta, kemudian hasil sidang memutuskan hukumannya diperberat menjadi empat tahun penjara dengan denda tiga ratus juta rupiah subsider tiga bulan kurungan karena adanya unsur kesengajaan dan menyalahgunakan kewenangan untuk  menghalangi penyidikan yang dilakukan KPK terhadap tersangka pasien, untuk itu hukuman dokter Bimanesh diperberat oleh Majelis Hakim.

 

Analisis

A. Pencermatan fakta/deliberasi fakta berupa kronologi yg menjadi kasus etika

1. Bimanesh merupakan dokter spesialis penyakit dalam, lulusan UI tahun 1991 dan kemudian bergabung di kepolisian di tahun yang sama.

2. Bimanesh sempat tersorot media tahun 2004 kala itu dalam mengusut kasus gula ilegal

3. Pasca-kasus gula impor, Bimanesh jarang lagi tersorot. Pangkat terakhirnya di kepolisian adalah komisaris besar polisi. Ia pensiun dari dinas kepolisian tahun 2013

4. Nama Bimanesh kembali disorot saat  peristiwa kecelakaan tunggal yang dialami oleh Setya Novanto.

5. Ahli penyakit Dalam, konsultan ginjal dan hipertensi ini merupakan dokter yang memberikan penanganan medis bagi Novanto di RS Medika Permata Hijau usai kecelakaan yang menimpanya pada Kamis malam, 16 November 2017 sekitar pukul 19.00 WIB.

6. Kasus bermula ketika pengacara Setya Novanto menemui Bimanesh untuk konsultasi rencana dirawat di RS yang kemudian pengacara nya memberikan rekam medis Novanto dan permintaan disanggupi Bimanesh.

7. Malam hari nya Bimanesh menghubungi dr Alia selaku PLT untuk menyediakan ruang VIP rawat inap pasiennya. Bimanesh meminta Alia tidak melaporkan ke dirut, namun diabaikan karena agar sesuai prosedur yang ada, yaitu melalui IGD

8. Muncul kontroversi di mana Apri Sudrajat, salah satu perawat RS Medika yang sedang bertugas di IGD mengaku mendapati hal tersebut saat Bimanesh berbincang dengan dokter IGD bernama Michael.

9. Apri mendengar dr Bimanesh meminta dibuatkan diagnosis kecelakaan Setya Novanto, namun tidak disanggupi oleh Michael sebab saat itu Novanto belum tiba di rumah sakit sehingga Michael menolak dengan alasan belum melihat kondisi pasien secara langsung.

10. Karena tidak disanggupi, terdakwa membuat surat pengantar rawat inap menggunakan form surat pasien baru IGD padahal dirinya bukan dokter jaga IGD.

11. Apri mengakui telah meminta seorang satpam agar mengarahkan Setya Novanto ke ruangan VVIP, tanpa melalui ruang IGD. Ia mengaku hal itu atas instruksi dari Michael yang merupakan permintaan Bimanesh.

12. Apri mengatakan isi BAP yang menjelaskan dokter Bimanesh menulis form rawat inap atas nama Setya Novanto dengan diagnosis hipertensi, vertigo, dan diabetes melitus karena adanya informasi dari dr. Michael.

13. Novanto dirawat di ruang VIP lantai 3 rumah sakit itu atas persetujuan Bimanesh. Kemudian, pada malam harinya, dokter KPK yaitu dr. Johannes datang menemui Michael dengan maksud menanyakan soal Novanto.

14. Michael menyebut Johannes memeriksa sistem komputer yang ada di IGD. Saat itu, Johannes menemukan data Novanto masuk ke rumah sakit melalui IGD, padahal seharusnya menurut Michael, Novanto masuk melalui poliklinik dr. Bimanesh.

15. Saat itu Michael menduga telah terjadi salah input data. Kemudian Michael memperbaiki kesalahan itu dan malah menemukan perubahan diagnosa Novanto, dari semula ditulis vertigo menjadi vertigo pasca cedera kepala ringan.

16. Setelah KPK keluar sekitar pukul 00.00 WIB (12 malam) dr. Michael menuju admission dan mendapati bahwa diagnosis yang tertulis berbeda dengan yang dibuat oleh Bimanesh di depannya.

17. Waktu di IGD sekitar pukul 18.45 WIB dr Bimanesh menulis diagnosis Setya Novanto yaitu hipertensi, vertigo, dan diabetes mellitus. kemudian Pukul 00.00 WIB tertulis hipertensi, vertigo pasca CKR (cedera kepala ringan) dan diabetes mellitus.

18. KPK mengendus kejanggalan dalam perawatan Novanto di RS Medika. Bimanesh dan mantan pengacara Setya Novanto diduga melakukan manipulasi data medis.

19. Jumat, 12 Januari 2018 Dokter Bimanesh Sutarjo menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena namanya terseret kasus Setya Novanto

20. KPK telah menetapkan dirinya sebagai tersangka dalam sangkaan merintangi penyidikan terhadap Setya Novanto.

21. Dokter Bimanesh Sutarjo didakwa bersama-sama dengan Fredrich Yunadi (mantan pengacara Setya Novanto) karena dianggap bekerja sama dalam memanipulasi data kesehatan Setya Novanto untuk menghindari penyidikan KPK

22. Dalam hal ini Bimanesh sadar Novanto merupakan tersangka kasus korupsi pengadaan e-KTP.

23. Atas perbuatannya, Bimanesh didakwa melanggar Pasal 21 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-undang 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP

24. Dalam persidangan Prof. dr. Budi Sampurna, DFM,SH, SpF(K),SpKP mengatakan bahwa dokter terikat kode etik untuk tidak menolak pasien dalam keadaan darurat.

25. Jaksa KPK Roy Riyadi juga menyampaikan dalam persidangan bahwa apabila seorang pasien meminta diagnosis yang berbeda dari yang sebenarnya diderita, maka dalam kondisi tersebut dokter dapat menolak karena hal tersebut menyalahi etik.

26. Kemudian Prof Budi menambahkan bahwa yang ditolak itu adalah permintaan meminta diagnosis yang berbeda bukan menolak pasien yang minta tolong.

27. Bimanesh kemudian diberi putusan untuk dihukum 3 tahun penjara dan denda 150 juta subsider 1 bulan kurungan

28. Namun jaksa KPK mengajukan banding karena merasa hasil putusan tersebut tidak sesuai dengan tindakan yang dilakukan Bimanesh

29. Dalam putusan tersebut majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sependapat dengan jaksa KPK yaitu hukuman bimanesh terlalu ringan sekaligus menepis alasan penasihat hukum Bimanesh yang menyebutkan sebenarnya perbuatan itu adalah untuk membantu penyidik KPK.

30. Hal ini dikarenakan tindakan tersebut sangat tercela dan menodai citra dan wibawa profesi dokter yang jujur dan menjunjung integritas

31. Putusan terakhir Bimanesh dihukum menjadi 4 tahun penjara dan denda 300 juta subsider 3 bulan kurungan

 

B. Pencermatan nilai/norma etika yang dilanggar, pencermatan konsekuensi/risiko dari kemungkinan pilihan-pilihan tindakan

 

I. PENCERMATAN NILAI NORMA

1. BERDASARKAN KODEKI

 Menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) pasal 3 yang menyebutkan “Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.”

 Menurut KODEKI tahun 2012 penjelasan Pasal 3: kemandirian profesi, adapun cakupan pasal sebagai berikut:

1) Setiap dokter memiliki moral dan tanggung jawab untuk mencegah keinginan pasien atau pihak manapun yang sengaja atau tidak sengaja bermaksud menyimpang atau melanggar hukum dan/atau etika melalui praktek/pekerjaan kedokteran

2) Setiap dokter harus menjunjung tinggi dan menerapkan program anti KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) dalam menjalankan tugas praktik kedokterannya.

 Menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) pasal 7 yang berbunyi “Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya”

 Menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) pasal 7b yang berbunyi “Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien”

 Jika dicermati dari KODEKI pasal 3, 7 dan 7b, dr. Bimanesh telah melakukan pelanggaran dimana ia telah memalsukan isi rekam medis pasien Setya Novanto. dr. Bimanesh, dimana tindakan pemalsuan merupakan tindakan yang tidak jujur. Dalam KODEKI tahun 2012 penjelasan pasal 3, dr. Bimanesh telah melanggar kewajiban dimana seorang dokter harus mendukung program anti korupsi. Pasien Setya Novanto merupakan tersangka kasus korupsi, pemalsuan isi rekam medis pasien Setya Novanto oleh dr. Bimanesh akan menghambat proses hukum.

 Berdasarkan KODEKI Pasal 8 Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan menyeluruh (promotif preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psikososial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

 

2. BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 269/MENKES/PER/III/2008

TENTANG

REKAM MEDIS

 

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

 

BAB III (Tata Cara Penyelenggaraan)

 Pasal 5

1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis.

2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan.

3) Pembuatan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui pencatatan dan pendokumentasian hasil pemeriksaan pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

 Pada kasus dr. Bimanesh, beliau meminta dibuatkan diagnosis kecelakaan Setya Novanto, namun tidak disanggupi oleh dr. Michael sebab saat itu Setya Novanto belum tiba di rumah sakit. hal ini melanggar pasal 5 Bab 3 poin 2 dan 3.

BAB V (Kepemilikan, Pemanfaatan, dan Tanggung Jawab)

 Pasal 14

 Pimpinan sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas hilang, rusak, pemalsuan, dan/atau penggunaan oleh orang atau badan yang tidak berhak terhadap rekam medis.

 Pada kasus dr. Bimanesh beliau melakukan pemalsuan isi rekam medis yang diagnosis awal yaitu vertigo menjadi vertigo pasca cedera kepala ringan, yang ternyata digunakan Setya Novanto sebagai alibi tidak bersalahnya dia.

BAB VII (Pembinaan dan Pengawasan)

 Pasal 17

1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dapat mengambil tindakan administratif sesuai dengan kewenangannya masing-masing.

2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin.

 

 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 29 TAHUN 2004

TENTANG

PRAKTIK KEDOKTERAN

Bagian Ketiga (Pemberian Pelayanan)

 Paragraf 3 (Rekam Medis)

 Pasal 46

1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis.

2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan

 Pada kasus dr. Bimanesh, beliau meminta dibuatkan diagnosis kecelakaan Setya Novanto, namun tidak disanggupi oleh dr. Michael sebab saat itu Setya Novanto belum tiba di rumah sakit. hal ini melanggar pasal 46 Bagian ketiga paragraph 3 poin 2

 Pasal 79

Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1);

 

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

(WETBOEK VAN STRAFRECHT)

BAB XII

PEMALSUAN SURAT

Pasal 263

(1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Pasal 267

(1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun

 Pada kasus dr. Bimanesh beliau melakukan pemalsuan isi rekam medis yang diagnosis awalnya hanya vertigo menjadi vertigo pasca cedera kepala ringan, yang ternyata digunakan Setya Novanto sebagai alibi tidak bersalahnya dia. Jadi dr. Bimanesh melanggar KUHP pasal 263 dan 267

Pasal 276

Dalam hal pemidanaan berdasarkan salah satu kejahatan dalam pasal 263 - 268, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1 - 4.

Berdasarkan pasal diatas yang berhubungan dengan kasus dr.Bimanesh

Pasal 35

(1) Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini, atau dalam aturan umum lainnya ialah :

1. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu;

#2-4 tidak termasuk dalam cakupan masalah

 

II. PENCERMATAN KONSEKUENSI/RISIKO

1. BERDASARKAN KODEKI

 Di sini dr. Bimanesh telah menyalahi peraturan kode etik kedokteran yang secara umum menjadi dasar dari tugas dan profesi dokter sehari-hari. dr. Bimanesh pada kasus ini secara sadar untuk melanggar pasal 3 ini.

 Dokter Bimanesh dapat dicabut gelar dan ijin praktek karena dianggap tidak dapat bersifat netral dalam mata hukum, serta telah melanggar kode etik kedokteran

 Jika dilihat dari undang-undang tersebut, dr. Bimanesh dapat dipidana atas tindakannya yang mengakibatkan terhambatnya proses hukum yang sedang diikuti oleh pasien Setya Novanto

 Tindakan yang telah dilakukan seperti ketidakjujuran atau pemalsuan isi rekam medis akan berisiko terpecatnya atau tercabutnya profesi dr. Bimanesh

 Pada kasus ini, dr. Bimanesh dengan sengaja mengikuti permintaan pengacara Setya Novanto (Fredrich) untuk mengganti diagnosis sebagai korban kecelakaan untuk menghindarkan Setya Novanto dari pemeriksaan oleh penyidik KPK. Hal ini menunjukan bahwa dr. Bimanesh tidak mendukung program anti KKN.

2. BERDASARKAN HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN

 Menurut Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 pasal 21 yang telah diubah dalam Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 menyebutkan bahwa, “Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, akan dipidana“

 Jika dicermati dari Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 pasal 21, dr. Bimanesh telah melanggar undang-undang tersebut. Hal ini dikarenakan dr.Bimanesh telah merintangi tindakan hukum akibat pemalsuan isi rekam medis

 UU no. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU no. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 32 ayat 1 bahwa “Setiap orang dengan sengaja,  dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan  suatu informasi  Elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik” à dr. Bimanesh dalam kasus Setya Novanto terkait penyelidikan E-KTP. Beliau mengganggu dan menghambat proses penyidik dengan melakukan pemalsuan data.

 Pencermatan pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) “Dihukum sebagai pelaku tindak pidana : (1) mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan perbuatan.” à Pada kasus ini dr. Bimanesh disangkakan melanggar aturan tersebut  sebagai pelaku yang ikut serta melakukan perbuatan. Selain itu Frederich juga terlibat pelanggaran aturan tersebut karena sebagai pelaku yang menyuruh melakukan.

 

C. Kesimpulan

Kasus dokter Bimanesh merupakan salah satu contoh kasus pelanggaran etis di dalam dunia kedokteran yaitu dengan melakukan pemalsuan rekam medis pasien; Setya Novanto yang merupakan pelaku korupsi. Pada kode etik kedokteran, dijelaskan bahwa seorang dokter tidak boleh menolak pasien dalam keadaan gawat darurat, kecuali yakin ada hal lain yang sanggup dilakukan untuk penanganan. Akan tetapi, seorang dokter berhak menolak permintaan melakukan atau memberi keterangan palsu yang secara langsung/tidak langsung bertentangan dengan keilmuan dan apabila pasien tidak kooperatif dalam pemeriksaan.

Tindakan Dokter Bimanesh telah melanggar Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) pasal 3 tentang kemandirian profesi dan pasal 7 tentang keterangan dan pendapat yang valid,

serta pasal 7b dan pasal 8. Selain itu, Dokter Bimanesh juga melakukan beberapa hal yang bertentangan dengan Undang-undang yang berlaku, salah satu contohnya yaitu Permenkes No. 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis yang dimana menyatakan dalam Bab III tentang Tata Cara Penyelenggaraan, pada pasal 5 ayat 2 dan 3, Dokter Bimanesh melakukan pelanggaran dimana beliau meminta untuk dilakukan diagnosis kecelakaan pada tersangka yang tidak disanggupi oleh dokter yang bertugas saat itu karena pasien saat itu belum tiba di Rumah Sakit.

Oleh karena itu, tindakan yang dilakukan oleh dokter Bimanesh dianggap sebagai sebuah tindakan yang sangat tercela dan telah menodai citra dan wibawa profesi kedokteran yang jujur dan berintegritas. Selain itu, Dokter Bimanesh juga telah melanggar kewajibannya dimana seorang dokter harus mendukung program dan perilaku anti korupsi/KKN. Ketika Dokter Bimanesh melakukan pemalsuan isi rekam medis pasien Setya Novanto maka akan menghambat proses hukum yang sedang dilakukan oleh pihak berwenang dalam hal ini KPK dan secara langsung beliau juga telah melanggar UU No. 31 tahun 1999.

Selanjutnya dikarenakan perbuatan beliau diatas, maka ybs. harus menerima konsekuensi yang telah ditetapkan berdasarkan KODEKI dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, dimana beberapa perlakuan yang dapat diterima beliau berupa pencabutan gelar dan izin praktek karena tidak netral dalam proses berhukum dan melanggar kode etik kedokteran (KODEKI) dan Dokter Bimanesh juga diberikan tindakan pidana karena mengganggu proses pemeriksaan terhadap oknum yang terjerat kasus korupsi.


Refleksi Kelompok

Hansen Evandore - 41170154

Menurut saya dr. Bimanesh sudah melakukan tindakan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), yaitu mengganti rekam medis dari Setyo Novanto. Menurut saya, dr. Bimanesh juga harus mengalami pencopotan gelar dokter, sehingga bisa menjadi contoh untuk dokter-dokter lain agar tidak melakukan  tindakan KKN atau segala bentuk kecurangan dengan menggunakan kekuasaan yang dimiliki oleh dokter. Dari kasus ini pun saya jadi mengerti bahwa menjadi seorang dokter pun akan mendapatkan banyak tawaran-tawaran yang bisa berujung kepada tindakan KKN dan tentunya akan merugikan diri sendiri ataupun pihak lain. Maka menjadi seorang dokter itu harus kuat prinsip untuk menolong sesama dan bukan semata-mata mencari keuntungan belaka saja.

Ormy Abiga Mahendra - 41170155

Pada praktikum ini kelompok saya mengangkat kasus yang dilakukan dr. Bimanesh mengganti rekam medis dari Setya Novanto. Hal yang saya pelajari dari kasus ini sebagai mahasiswa kedokteran adalah ketika menjadi seorang dokter seharusnya berperilaku jujur dan tidak mengikuti permintaan pasien atau pihak manapun dalam menuliskan diagnosis, ditambah dengan pasien yang bersangkutan sedang terjerat kasus tindak pidana KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Setelah adanya permasalahan/kasus seperti ini saya akan lebih memperhatikan setiap tindakan dengan menaati kode etik kedokteran Indonesia dan aturan yang berlaku serta menjaga komitmen sebagai seorang dokter untuk menjaga harkat martabat profesinya, mempertimbangkan setiap tindakan dengan mengingat sumpah dokter bukan semata-mata mencari keuntungan belaka.

Novita Eveline T - 41170162

Menjadi seorang dokter adalah suatu pekerjaan yang tidak mudah karena  berhubungan dengan fisik maupun jiwa manusia.  Seorang dokter dituntut untuk melakukan tindakan kepada pasien harus sesuai kode etik yang berlaku.  Dari kasus ini saya belajar bahwa menjadi seorang dokter harus selalu bersikap profesional, menanamkan nilai kejujuran dan mampu bertanggung jawab dalam membuat diagnosis terhadap pasien sesuai dengan kondisi pasien yang sebenarnya. Bila pasien meminta diagnosis yang berbeda dari yang sebenarnya diderita, maka dalam keadaan tersebut seorang dokter dapat menolak dengan tegas karena menyalahi kode etik. Kemudian sebelum membuat diagnosis, seorang dokter harus melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Suatu diagnosis tidak bisa ditegakkan bila dokter tidak melihat kondisi pasien secara langsung dan tidak ada pemeriksaan. Selain itu saya juga bisa belajar bahwa seorang dokter tidak bisa seenaknya disuruh atau disogok oleh seorang pasien apalagi itu untuk kepentingan pasien. Dari sini bisa didapatkan bahwa ketika menjadi dokter harus menanamkan prinsip bahwa saat melakukan sesuatu harus didasarkan dengan kode etik agar tidak akan merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Choya Alvis Chenarchgo - 41170166

Penugasan menganalisa kasus etika ini membuat saya memiliki pandangan yang lebih terbuka untuk segala tindakan-tindakan dari profesi kedokteran. Gampang sekali untuk terperosot dalam masalah etika karena diri dan juga etika karena ilmu masyarakat yang belum “open-minded” sehingga masih sering menjadi masalah. Namun, setelah saya cermati, untuk seorang dokter dapat selamat dan terjauhi dari masalah hingga dibawa ke pengadilan adalah mengikuti patokan KODEKI. KODEKI sebagai pegangan utama menjadi dokter untuk berperilaku, lalu disaling dengan membaca Undang-undang guna menjauhkan dari masalah kecil yang dapat berakhir pidana. Tidak lupa juga selain mendalami dan memahami etika dan undang-undang yang berlaku, sebagai calon dokter saya harus mulai mempraktekan nilai-nilai etika sejak dini agar dapat menjadi prilaku baru saya.

Gregorius Daniel Gokasi Ambarita - 41170172

Sudah seharusnya profesionalitas seorang dokter didasarkan pada kode etik kedokteran maupun hukum yang berlaku. Tidak hanya itu , seorang dokter juga dituntut untuk memiliki integritas sebagai pemberi layanan kesehatan . Berdasarkan kasus terkait pemalsuan rekam medis ini , pelajaran yang dapat saya petik dalam melakukan profesi sebagai seorang dokter saya harus memiliki prinsip profesionalitas yaitu memiliki integritas yang menjungjung tinggi nilai kejujuran , nilai moral etika yang baik ,asas kesukarelaan dalam melayani seluruh komponen masyarakat ,mampu bersikap adil & tidak memihak , serta menjauhi praktik KKN. Pelanggaran dari prinsip profesional kedokteran sendiri merupakan perbuatan yang tercela ,yang bukan saja membawa dampak buruk bagi dokter itu sendiri namun juga membawa asumsi buruk bagi citra kedokteran terutama dari pihak pasien maupun masyarakat Indonesia sendiri. Oleh sebab itu , bagi saya pengendalian diri itu sangat penting dalam mencegah kasus ketidakjujuran seperti ini. Selain dituntut untuk memiliki pengetahuan dan praktik yang baik , seorang dokter juga diharapkan memiliki etika kedokteran maupun moral yang baik dalam melayani pasien tanpa pandang derajat ataupun jabatan.

Victoria Filialni R.A - 41170176

Menurut saya, sikap jujur dan bertanggung harus diterapkan sejak dini agar dikemudian hari sudah menjadi terbiasa dan menjadi dasar/pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Melihat dari kasus ini, sikap jujur sebagai seorang dokter tidak ditunjukkan dengan memalsukan rekam medis dan tidak bertanggung jawab dalam menepati sumpah Profesi. Oleh karena itu, sebagai seorang dokter sudah sepatutnya memperhatikan dan mengikuti Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) guna meminalisir kesalahan. Selain itu, sebagai seorang warga Negara harus mendukung program Pemerintah dan membantu pemerintah dalam memberantas kejahatan termasuk korupsi.

Tandean Jeffrey Ferdinand - 41170180

Dari kasus dr. Bimanesh ini mengenai pemalsuan rekam medis. Saya menjadi belajar bahwa ada juga dokter yang dapat melanggar peraturan dan etika yang ada, padahal harusnya sebagai dokter kita sudah bersumpah dan harusnya melakukan tindakan kesehatan dengan jujur dan terpuji. Bukan gelap mata dan mau melakukan tindakan tidak benar karena masalah duniawi seperti uang dan koneksi. Saya jadi sadar bahwa kadang saya sendiri masih tergoda mengenai material dan melakukan tindakan yang curang. Saya sekarang merasa malu pada diri saya sendiri karena melihat kasus dr. Bimanesh dimana dia sampai dituntut dan nama baiknya tercoreng karena tergoda, saya merasa bahwa saya harus mulai bersikap jujur dan tidak mudah tergoda dengan masalah duniawi karena saya yakin pasti ini akan menjadi tantangan saya ketika jadi dokter di masa depan nanti.

Edenia Asisaratu - 41170186

Dari analisa kasus ini saya mempelajari bahwa etika merupakan hal yang sangat penting dan harus dipahami dan dilakukan dalam profesi kedokteran karena banyak sekali hal yang berkaitan dengan etika sebagai dokter. Selain itu, etika juga penting sebagai penuntun agar dokter dapat berperilaku dan memberikan pelayanan yang baik bagi pasien maupun sejawat dan saat bekerjasama dengan profesi lain karena jika terdapat pelanggaran etika maka juga akan merugikan dirinya sendiri karena terdapat sanksi yang harus dihadapi.

Sulistyo - 41170189

Melihat kasus dokter Bimanesh yang tersandung kasus ini ialah saya merasa bahwa seorang dokter seharusnya memiliki etika yang luhur dalam menjalankan profesinya namun hal tersebut tidak terlihat pada tindakan dokter bimanesh apa lagi beliau rela dalam menjatuhkan sejawat seprofesinya dalam menutup - nutupi pasien yang bersalah tersebut. Kemudian saya merasa tindakan dalam mengubah diagnosa medis dan juga melakukan diagnosa sebelum pemeriksaan merupakan tindakan yang sangat tidak sesuai prosedural dikarenakan dokter bimanesh telah bekerja sama baik pengacara pasien dan juga pasien dan hal tersebutlah yang membuat saya prihatin dalam hal profesi ini. Meninjau hasil putusan sidang menurut saya hasil putusan tersebut masih kurang melihat tindakan dokter Bimanesh yang melakukan tindakan membantu seseorang yang sedang diperiksa oleh KPK sehingga menurut saya dokter Bimanesh seharusnya selain menjalani hukuman yang dijalani dokter Bimanesh seharusnya juga dilakukan pelepasan gelar profesinya.

Oey, Yedida Stephanie Sugianto - 41170190

Kasus dr. Bimanesh membuka mata saya kembali mengenai perlakuan hukum di Indonesia. Miris, seorang dokter bedah yang pernah tergabung dalam kepolisian dapat melakukan hal di luar jalur penegakkan hukum. Terlebih beliau merupakan alumnus fakultas kedokteran cukup terpandang di Indonesia. Meskipun telah pensiun di tahun 2013, bukankah integritas seseorang dipandang selamanya? Terlebih Komisaris Besar Polisi bukanlah suatu pangkat yang rendah dalam kepolisian di mana orang dengan jabatan tersebut sudah selayaknya tahu mengenai hukum negara terlebih terkait dengan jabatan yang diembannya. Segala peraturan mengenai rekam medis telah tercantum jelas pada undang-undang juga peraturan menteri. Pada dasarnya rekam medis harus bersifat konfidental.  Memang ada etika biomedis yang mengatakan bahwa hubungan antara pasien dan dokter hendaknya bersifat ‘convenant’ tidak sekedar ‘contract’. Namun, hal ini tidak dapat ditelan mentah-mentah melainkan harus tetap berdiri di atas hukum kedokteran. Adapun dual-prinsip dokter yakni treating physician (memihak pasien) sekaligus assessing patient (bersikap obyektif). Jelas bahwa tindakan dr. Bimanesh yang melanggar hukum ini tidak patut menjadi contoh masyarakat. Di atas itu semua, apa daya saya pribadi mengakui bahwa setiap manusia pasti memiliki titik lengah yang tak selalu orang lain tahu alasannya. Itu sebabnya, sebagai masyarakat awam tidak perlu menghakimi karena pada dasarnya kita sesama manusia yang lemah dan perlu saling membangun.

Intan Saraswati Dara Dwiyoga - 41170194

Pada praktikum analisis kasus etika aktual, saya bersama dengan kelompok mengangkat kasus perubahan diagnosis oleh dokter Bimanesh pada Setya Novanto yang pada saat itu terjerat kasus korupsi e-KTP. Pada kasus ini seharusnya dokter Bimanesh tidak mengikuti permintaan pasien ataupun pihak lain dalam menuliskan diagnosis, ditambah dengan pasien yang bersangkutan sedang terjerat kasus tidak pidana korupsi. Saya merasa setelah mempelajari dan  menganalisis kasus ini sebagai mahasiswa kedokteran saya akan lebih memerhatikan setiap tindakan dengan menaati kode etik kedokteran Indonesia dan aturan yang berlaku di  Indonesia serta mempertimbangkan setiap tindakan dengan mengingat sumpah dokter saat menjadi dokter kelak. Sehingga bukan hanya karena takut akan sanksi yang akan diterima, namun sadar secara penuh mengenai tugas dan bagaimana memperlakukan manusia secara manusiawi.

Clara Margareta - 41170195

Praktikum ini berbicara tentang suatu kasus yang dianggap telah melanggar etika kedokteran. Pada praktikum ini kelompok saya mengangkat kasus terkait pelanggaran etika yang dilakukan dr. Bimanesh dan bersangkutan dengan Setya Novanto. Pada kasus ini dr. Binamesh dianggap melanggar etik karena memberi diagnosis yang berbeda dengan kenyataannya dan membantu Setya Novanto untuk terhindar dari penyidikan KPK. Etika kedokteran sendiri mewajibkan untuk membantu pasien apalagi dalam keadaan darurat namun membantu pasien dalam hal manipulasi data kedokteran sangatlah tidak tepat apalagi untuk kepentingan pribadi. Dalam hal ini saya juga berpandangan bahwa yang dilakukan dr. Binamesh salah karena perbuatan itu menodai citra profesi dokter yang dikenal jujur dan sangat menjunjung tinggi integritas. Dari kasus tersebut saya sebagai mahasiswa kedokteran yang kelak akan menjadi dokter dapat mengambil suatu hikmah. Disini saya belajar bahwa jangan sampai dikarenakan seorang dokter tidak memahami hal kode etik/undang-undang atau seseorang dokter mau melakukan hal tercela karena suap/uang akan membawa dia menuju suatu masalah dan malah merusak harkat dan martabat profesi kedokteran. Sebagai seorang dokter yang mendapat gelar dari suatu sumpah sudah sepatutnya sumpah tersebut dipegang teguh oleh seluruh para dokter yang ada di Indonesia maupun di seluruh dunia. Hal ini yang menjadi tantangan saya dan sejawat kedepan untuk teguh dalam memegang komitmen sebagai seorang dokter yang menjaga harkat dan martabat profesinya.

Hansen Wilbert Kusila - 41170200

Dari kasus ini saya memahami bahwa dokter harus dapat menjaga nama baik profesi dokter, mampu menghindari segala macam pelanggaran hukum apapun bentuk nya,  mampu berikap netral dan objektif dalam menilai kasus serta bersikap independent terhadap segala sesuatu penyimpangan yang ada disekitarnya baik secara sadar  atau tidak sadar dan sengaja atau tidak disengaja. Dokter juga harus tidak takut dengan seseorang yang lebih tinggi, tidak bersekongkol walau untuk orang terdekat  dan mampu memegang teguh nilai profesi kedokteran seperti yang sudah diucapkan ketika sumpah profesi dokter. “Semua orang bisa tahan dengan kesengsaraan, tapi bila kau ingin mengetahui karakter seseorang, berilah dia kekuasaan.” (Abraham Lincoln, Presiden AS ke 16).

F. Julian Sciffa Mulya - 41170201

Dari kasus tersebut saya dapat memahami bahwa setiap profesi terkhusus seorang dokter atau profesi kedokteran pasti memiliki kode etik yang mengatur agar seorang dokter tidak menggunakan gelar atau jabatannya dengan sembarangan. Oleh karena itu setiap dokter atau mahasiswa kedokteran yang kelak menjadi dokter harus paham mengenai etika kedokteran. Sudah sepatutnya seorang dokter setelah mengambil sumpah harus memegang teguh sumpah tersebut.

Anastasia Dwi Maharani - 41170206

Hal yang saya pelajari dari kasus ini adalah  etika dan moral merupakan hal yang penting untuk dipahami dan diterapkan dalam praktik kedokteran. Masih ada beberapa dokter yang melanggar etika yang ada. Dokter yang seharusnya menerapkan kejujuran dalam praktik kedokteran, malah melakukan pemalsuan isi rekam medis yang penting dan menghambat proses hukum yang sedang diikuti pasien. Tapi ada dokter juga yang berani untuk menolak melakukan hal yang menurutnya salah walaupun mendapat ancaman kehilangan pekerjaanya.

Valentino Y. Buriko - 41170209

Menurut pengamatan saya, sikap dari Dokter Bimanesh sendiri tidak patut dicontoh dan juga tidak berhubungan dengan norma maupun hukum yang berlaku di masyarakat. Perlakuan beliau ini selain mendukung perilaku korupsi secara tidak langsung, dapat juga menyinggung di praktek nepotisme dimana dari sudut pandang pasien adalah mereka dapat menggunakan kuasa petugas kesehatan untuk mendapatkan diagnosis yang sudah diatur (fixed), sehingga pasien dapat menghindari proses hukum yang sedang berlangsung dalam hal ini pemeriksaan oleh KPK. Hal ini tentu saja bertolak belakang dengan perilaku seorang dokter seharusnya yang menjunjung tinggi etika.


Daftar Pustaka


Kholili, U 2011, ‘Pengenalan Ilmu Rekam Medis Pada Masyarakat Serta Kewajiban Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit’, Jurnal Kesehatan Komunitas, vol. 1, no. 2, pp. 61-72, dilihat pada 21 Mei 2020 <http://jurnal.htp.ac.id/>

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht) Bab XII Tentang Pemalsuan Surat, dilihat 21 Mei 2020 <http://hukum.unsrat.ac.id/uu/kuhpidana.htm>

Gabrillin, A 2018, Kompas.com, Dokter Bimanesh Divonis Tiga Tahun Penjara, dilihat 21 Mei 2020, <https://nasional.kompas.com/read/2018/07/16/11555451/dokter-bimanesh-divonis-tiga-tahun-penjara?page=all#page3>

Gabrillin, A 2018, Kompas.com, Vonis Banding Dokter Bimanesh Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara, dilihat 21 Mei 2020, <https://nasional.kompas.com/read/2018/11/05/12402051/vonis-banding-dokter-bimanesh-diperberat-jadi-4-tahun-penjara?page=all#page3>

Hidayat, F 2018, detikNews, Hukuman Dokter Bimanesh Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara, dilihat 21 Mei 2020, <https://news.detik.com/berita/4288040/hukuman-dokter-bimanesh-diperberat-jadi-4-tahun-penjara>

Kiansantang, J 2018, Liputan6.com, Dokter Bimanesh, Pensiunan Polisi di Pusaran Kasus Setya Novanto,

dilihat 21 Mei 2020, <https://today.line.me/ID/pc/article/Dokter+Bimanesh+Pensiunan+Polisi+di+Pusaran+Kasus+Setya+Novanto-BMpjW6?utm_source=facebook&utm_medium=linetodayhome&utm_campaign=home_a&fbclid=IwAR0k_NbJIXgEq1h5ndIvYVlFoxQ9DRkRj6zZqsQ6rtr21IvBDTTF9N2nfT0>

Konten Redaksi Kumparan 2018, kumparanNEWS, Dokter Bimanesh Sudah Tulis Diagnosis Sebelum Setya Novanto Tiba di RS, dilihat 21 Mei 2020, <https://kumparan.com/kumparannews/dokter-bimanesh-sudah-tulis-diagnosis-sebelum-setya-novanto-tiba-di-rs/full>

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) 2004, Kode Etik Kedokteran dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia, Jakarta: IDI.

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) 2012, Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), Jakarta: IDI.

Medistiara, Y 2018, detikNews, Kepala IGD: Diagnosa Vertigo Novanto Diubah dr Bimanesh, dilihat 21 Mei 2020, <https://news.detik.com/berita/d-3932973/kepala-igd-diagnosa-vertigo-novanto-diubah-dr-bimanesh>

Medistiara, Y 2018, detikNews, Ahli di Sidang Bimanesh Jelaskan soal Kode Etik Dokter, dilihat 21 Mei 2020, < https://news.detik.com/berita/d-4038059/ahli-di-sidang-bimanesh-jelaskan-soal-kode-etik-dokter>

Menkes RI 2008, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis.

Republik Indonesia 1999, Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Republik Indonesia 2001, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Republik Indonesia 2004, Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.

Republik Indonesia 2016, Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Komentar

  1. Apakah dalam kasus ini RS terkait juga mendapatkan konsekuensi? Jika iya dalam bentuk apakah RS dapat membatalkan / menghilangkan konsekuensi tersebut?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat malam Lisa Jessica, terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk membaca artikel ini dan bertanya. Ijinkan saya mencoba menjawab. Sejauh sumber yang kami peroleh, belum ada informasi pasti mengenai konsekuensi yang dijatuhkan pada RS Medika Permata Hijau. Akan tetapi bukan berarti dalam kasus seperti ini rumah sakit dapat lepas tangan. Hal ini dikarenakan adanya uraian tanggung jawab rekam medis seperti yang terinci dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien. Di sana dikatakan bahwa pengadaan rekam medis, audit medis, termasuk dalam tanggung jawab rumah sakit terkait. Hal itu terinci sepanjang Pasal 2-25. Apabila terdapat pelanggaran terkaitnya akan dikenakan diproses yang didahului oleh kebijakan pemerintah daerah setempat (lebih detail pada Pasal 30) kemudian kesempatan untuk memperbaiki sesuai kebijakan waktu yang ditentukan.

      Mengenai pembatalan konsekuensi, sejauh sumber yang saya baca tidak ada cara untuk menghindar atau membatalkan konsekuensi karena hal ini sudah menyangkut hukum dan di bawah peraturan perundangan. Adapun usaha yang dapat dilakukan oleh pihak rumah sakit adalah memperbaiki regulasi atau sistem sesuai dengan masalah pada kasus dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Apabila dari evaluasi dinyatakan berhasil maka rumah sakit dapat terbebas dari jerat hukum peraturan perundangan. Sebaliknya bila rumah sakit tidak berbuat apa-apa sebagai tindakan perbaikan, maka dapat dikenakan peraturan yang berlaku dari denda, pemberhentian operasional sementara, hingga pencabutan izin operasional rumah sakit.

      Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga menjawab.
      Salam,
      Oey, Yedida Stephanie Sugianto
      41170190

      Hapus
  2. Saya ingin bertanya :
    1. Apa yang dimaksudkan dengan " kepemilikan rekam medik ini sering menjadi perdebatan di kalangan tenaga kesehatan baik dokter, petugas rekam medik, bahkan dari pasien"?
    2. Tolong beri contoh dari pernyataan tersebut?

    Terimakasih :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya Hansen Wilbert 41170200 ijin menjawab. Pertanyaan no 1) Rekam medis sering menjadi diperdebatkan karena memiliki banyak tujuan di berbagai aspek, fungsi dan lain-lain seperti yang telah dijabarkan secara singkat di latar belakang. 1. Aspek medis: punya nilai medis karena sebagai catatan untuk merencanakan pengobatan/perawatan. 2. Aspek hukum: bisa sebagai bukti bila ada masalah hukum. 3. Aspek keuangan: informasi dapat digunakan untuk menghitung biaya yang harus dikeluarkan. 4. Aspek penelitian: dapat digunakan sebagai informasi dalam penelitian dan pengembangan pengetahuan. 5. Aspek pendidikan: dapat digunakan sebagai referensi pengajaran di bidang profesi kesehatan. 6. Aspek dokumentasi: punya nilai ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan sarana pelayanan kesehatan. Fungsi RM: Dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien, bahan pembuktian dalam perkara hukum, bahan untuk keperluan pendidikan dan penelitian, dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan, dan bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan. Untuk manfaat nya berdasarkan Permenkes Nomor 269/MenKes/Per/III/2008 tentang rekam medis: untuk pengobatan, peningkatan layanan kualitas pelayanan, pendidikan dan penelitian, pembiayaan pelayanan kesehatan, statistik kesehatan, pembuktian masalah hukum
      Pertanyaan no 2) misal pasien A datang ke RS daerah, seluruh keterangan penyakit, rencana pengobatan ditulis dalam RM yang nantinya RM berfungsi untuk keperluan: 1. Aspek administratif: pasien bisa ditindaklanjuti kareja ada berkas saat pasien diperiksa. 2. Aspek medis: disini tenaga medis jadi mengerti untuk perencanaan pengobatan dan perawatan pasien. 3. Aspek keuangan: dari sini dapat diketahui biaya perawatan pasien. 4. Aspek dokumentasi: sebagai sumber/dokumen tertulis yang bisa digunakan untuk keperluan masa mendatang dan untuk laporan sarana layanan kesehatan itu sendiri

      Hapus
  3. Bagaimana kontrol instansi terkait mengenai hal seperti ini?

    BalasHapus
    Balasan
    1. selamat siang sasa, saya sulistyo 41170189 ijin menjawab pertanyaan sasa, dalam kasus artikel ini menceritakan adanya tindakan KKN sehingga bukan instansi yang perlu dikontrol melainkan individu yang menjalankan hal tersebut, setiap tenaga medis memiliki kode etik masing - masing sehingga perlunya mendalami kode etik tersebut dalam menjalankan tugasnya, dan juga perlunya evaluasi bagi individu yang bekerja di rumah sakit terkait kode etik sehingga rumah sakit pun mengetahui bagaimana kinerja setiap pekerja didalamnya dalam menjalankan kode etiknya, dan yang paling terakhir ialah perlunya rumah sakit memiliki hukum yang tegas terkait individu yang melanggar kode etiknya. sekian dari saya terimakasih atas pertanyaannya

      Hapus
    2. Terimakasih banyak atas pertanyaannya, saya intan saraswati /411170194 ijin menjawab, kalau benar yang dimaksud instansi adalah RS terkait, maka rumah sakit juga memiliki kode edtik rumah sakit (KODERSI) dimana kodersi ini mengatur mengenai kewajiban umum RS, kewajiban kepada lingkungan & masyarakat, kewajiban kepada pasien, kewajiban kepada pimpinan, staff, karyawan, hubungan RS dengan lemaga terkait, dan lain-lain. pasal KODERSI yang terkait dengan kasus diatas antara lain : pasal 4 (RS harus memelihara arsip medik dan non medik), pasal 13 (RS menjamin pimpinan, staff, karyawan mematuhi etika profesi masing-masing). semoga bisa menjawab pertanyaan saudara, terimakasih

      Hapus
  4. Hukuman dr Bimanesh itu masuk penjara, tapi apakah ada kemungkinan gelar dokternya akan dicabut karena sudah melanggar etika? Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya Hansen Wilbert 41170200 ijin menjawab. Jadi untuk masalah apakah gelar nya dapat dicabut itu adalah wewenang dari MKDI dimana nanti yang akan memutuskan apakah gelar dokter nya dapat dicabut atau tidak dicabut, namun juga harus mempertimbangkan masalah hukum yang sedang dijalani di peradilan. Bisa juga karena merasa bersalah, maka yang bersangkutan mengundurkan diri sebagai anggota IDI. Jadi tetap ada kemungkinan gelar dicabut, namun juga ada kemungkinan gelar tidak dicabut namun diberi sanksi yang lain.

      Hapus
  5. Selain Kode etik dokter terdapat juga kode etik rumah sakit. Dalam kasus ini kode etik rumah sakit apakah yang berlaku? Atau dilanggar?. Terima kasih :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. selamat siang saya sulistyo 41170189 ijin menjawab, terkait kode etik rumah sakit indonesia ( KODERSI ) yang dilanggar dalam kasus tersebut terlihat dalam KODERSI BAB IV pasal 31 "Rumah sakit harus mengawasi agar penyelenggaraan pelayanan dilakukan berdasarkan standar profesi yang berlaku. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien, dan mengutamakan keselamatan pasien." mengacu dari pasal tersebut bahwa rumah sakit ikut mengawasi kegiatan kode etik setiap tenaga medis didalamnya. terimakasih atas pertanyaannya

      Hapus
  6. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  7. Pemalsuan data secara umum dan selakunya hukum di Indonesia, yang dilakukan oleh Dr. Bimanesh seharusnya bukankah ada hukuman yang lebih fatal lagi daripada hanya dipenjara? Karena hal tersebut sudah merugikan berbagai pihak masyarakat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya Oey, Yedida Stephanie S 41170190 ijin untuk menjawab. Seluruh pelanggaran etika kedokteran tertuang dalam peraturan perundangan di mana hukuman terkait pemalsuan rekam medis tertulis dalam UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yakni dokter/dokter gigi yang dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1), atau dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e dipidana dengan kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00.

      Adapun isi dari Pasal 51 tersebut sbb:
      Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban :
      a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien; b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan; c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia; d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.

      Yang dimaksud dengan “standar prosedur operasional” adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu. Standar prosedur operasional memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan kesehatan berdasarkan standar profesi.

      Peraturan” lain yang membuat hukuman dr. Bimanesh terakumulasi oleh hakim diatur dalam Peraturan Menteri yang dapat mencakup bentuk hukuman akibat pelanggaran di dalam atau luar bidang kesehatan.

      Terimakasih sudah bertanya, mohon maaf bila jawaban kurang memuaskan..

      Hapus
    2. Halo Theodora,
      Terima kasih sudah singgah untuk membaca artikel kami. Apabila Anda memiliki pertanyaan dapat diajukan ke sini. Sedapat mungkin akan kami jawab.
      Tuhan memberkati :)

      Oey, Yedida Stephanie S
      41170190

      Hapus
  8. Motif apa yg membuat dr. Binamesh bersedia untuk memalsukan rekam medik pasien? Aplgi setelah tau bahwa pasien rekam medik sedang terkait kasus yg merugikan negara?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya Oey, Yedida Stephanie Sugianto 41170190 ijin untuk mencoba menjawab. Diketahui dr. Bimanesh merupakan dokter pribadi Frederich Yunadi yang merupakan mantan advokat SetNov. Jadi dimungkinkan ada persekongkolan dengan motif personal terkait pemalsuan diagnosis SetNov dalam rangka menghindar dari kasus penyidikan SetNov pada tindak pidana KPK.

      Terima kasih sudah bertanya, semoga membantu..

      Hapus
    2. Maaf lupa menyertakan sumber, sumber jawaban saya dari yang telah tercantum di daftar pustaka ditambah https://nasional.tempo.co/read/1058949/begini-cara-bimanesh-sutarjo-dan-fredrich-palsukan-sakit-novanto/full&view=ok
      Terima kasih

      Hapus
  9. malam saya ingin bertanya
    bagaimana seseorang dapat dikatakan "memalsukan" rekam medis? apa perbedaanya dengan "salah menulis" rekam medis? bagaimana cara kita membedakan kasus yang murni kesalahan dengan pemalsuan, terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pertanyaan yang menarik. Saya menantikan juga jawabannya.

      Hapus
    2. selamat siang joshua, saya sulistyo 41170189 ijin menjawab. untuk salah menulis rekam medis di dunia kedokteran sendiri dalam melakukan diagnosis memiliki urutan sendiri mulai dari anamnesis ( wawancara pasien ), pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang ( pemeriksaan lab, pemeriksaan rontgen, dan lain - lain ), untuk tahapan terakhir dokter akan mendiagnosis namun sebelum diagnosis itu ditentukan dokter telah menentukan setidaknya 3 different diagnosis dan diantara 3 diagnosis tersebut terdapat diagnosis utamanya, mengapa ada different diagnosis karena 3 diagnosis tersebut memiliki kemiripan dan hanya berbeda mungkin pada saat pemeriksaan fisik atau hasil pemeriksaan penunjangnya, sehingga yang membuat diagnosis tersebut salah dalam rekam medis sendiri adalah adanya penyakit yang mirip. sedangkan untuk murni kesalahan diagnosis mungkin sangatlah terlihat adanya diagnosis utama yang ditulis namun tidak terlihat sama dengan 2 diagnosis yang lainnya atau mungkin penyakitnya tidak sesuai dengan faktor resiko yang didapat pada hasil anamnesis, terimakasih atas pertanyaannya

      Hapus
    3. Selamat pagi Kak Joshua, overall saya sependapat dengan teman saya Sulistyo. Saya hanya ijin menambahkan sedikit. Dikatakan pemalsuan salah satu contohnya seperti yang dilakukan oleh dokter Bimanesh yakni sengaja menyalahkan diagnosis yang etiologinya pun berbeda (walau sama-sama vertigo). Selain itu penghapusan rekam medis juga bisa dikatakan sebagai pemalsuan. Pada prinsipnya rekam medis harus sekali tulis. Apabila terdapat salah tulis dapat diperbaiki saat itu juga dengan dibubuhkan paraf di situ. Akan tetapi, kalau sudah berbeda waktu, sengaja hendak mengganti atau menambah yang dapat merubah makna diagnosis dari apa yang sudah tertulis sebelumnya itu dapat dikatakan pemalsuan. Data rekam medis harus otentik.

      Sekian yang dapat saya tambahkan, mohon maaf bila ada kekurangan. Terima kasih sudah bertanya..
      Salam,
      Oey, Yedida Stephanie S
      41170190

      Hapus
    4. terimakasih atas pertanyaannya, saya intan saraswati / 41170194 ijin menjawab, seperti yang ada pada kasus ini juga bisa menjadi bukti bahwa adanya pemalsuan RM, dimana dokter michael yang mengecek kembali sistem komputer IGD dimana ditemukan perbedaan masuknya setya novanto ke RS tersebut dan beliau juga menemukan penggantian diagnosis yang menunjukan pemalsuan RM. sehingga sebaiknya sistem RS harusnya lebih baik dalam mengawasi kejadin di RS dan memelihara arsip dengan baik sesuai yang ada di KODERSI. terimakasih semoga menjawab

      Hapus
  10. Terimaksih untuk materinya yang sangat menarik.
    Pertanyaan saya
    1. apakah instansi terkait akan terkena dampak?
    2. “Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.”, jika seorang dokter dalam kondisi yang sangat mendesak apakah bisa dikompromikan? atau tidak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih saudara Nople untuk pertanyaannya

      Saya Clara Margareta NIM : 41170195 ijin menjawab pertanyaan tersebut,
      1. apakah instansi ikut terkena dampak? ya saya akan menjawab berdasarkan sudut pandang saya tentu saja apa yang dilakukan dr. Binamesh akan mengakibatkan nama RS di mana kasus tersebut terjadi ikut terkait. Dampaknya antara lain : citra RS menjadi ternodai/tercoreng, RS tersebut kurang dipercaya lagi di kalangan masyakarat karena telah dianggap melakukan penipuan, dan kurangnya minat masyarakat untuk berobat ke tempat tersebut.
      2. Tidak ada kejahatan yang bisa dikompromi apapun alasan. keadaan mendesak dalam konteks dokter-pasien adalah kedaruratan. dr. Binamesh sudah melakukan hal benar yaitu tidak menolak pasien yang meminta pertolongan untuk dilakukan pengobatan, namun kesalahannya dia tidak menyatakan apa yang sebenarnya terjadi malah menuruti kemauan pasien untuk memalsukan diagnosis. Oleh karena itu kesalahan dokter binamesh merupakan hal yang tidak bisa ditoleransi.

      Sekian jawaban dari saya semoga bermanfaat. Terimakasih :)
      salam, Clara Margareta 41170195

      Hapus
  11. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  12. Selamat malam, saya ingin bertanya, Apa indikator izin praktek/gelar seorang dokter akan ditangguhkan atau dicabut ketika melakukan pelanggaran kode etik? Terimakasih sebelumnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya Hansen Evandore (41170154). Terimakasih sudah bertanya. Saya akan mencoba menjawab pertanyaan anda. Dokter dapat diambil dari Pasal 3 ayat (2) Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional Dokter Dan Dokter Gigi (“PKKI 4/2011”) disebutkan bahwa Pelanggaran Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi terdiri dari 28 bentuk, yaitu :
      a. melakukan Praktik Kedokteran dengan tidak kompeten;
      b. tidak merujuk pasien kepada Dokter atau Dokter Gigi lain yang memiliki kompetensi yang sesuai;
      c. mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut;
      d. menyediakan Dokter atau Dokter gigi pengganti sementara yang tidak memiliki kompetensi dan kewenangan yang sesuai atau tidak melakukan pemberitahuan perihal penggantian tersebut;
      e. menjalankan Praktik Kedokteran dalam kondisi tingkat kesehatan fisik ataupun mental sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan dapat membahayakan pasien;
      f. tidak melakukan tindakan/asuhan medis yang memadai pada situasi tertentu yang dapat membahayakan pasien;
      g. melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien;
      h. tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis, dan memadai (adequate information) kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan Praktik Kedokteran;
      i. melakukan tindakan/asuhan medis tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga dekat, wali, atau pengampunya;
      j. tidak membuat atau tidak menyimpan rekam medis dengan sengaja;
      k. melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
      l. melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien atas permintaan sendiri atau keluarganya;
      m. menjalankan Praktik Kedokteran dengan menerapkan pengetahuan, keterampilan, atau teknologi yang belum diterima atau di luar tata cara Praktik Kedokteran yang layak;
      n. melakukan penelitian dalam Praktik Kedokteran dengan menggunakan manusia sebagai subjek penelitian tanpa memperoleh persetujuan etik (ethical clearance) dari lembaga yang diakui pemerintah;

      Hapus
    2. o. tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, padahal tidak membahayakan dirinya, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya;
      p. menolak atau menghentikan tindakan/asuhan medis atau tindakan pengobatan terhadap pasien tanpa alasan yang layak dan sah sesuai dengan ketentuan etika profesi atau peraturan perundangundangan yang berlaku;
      q. membuka rahasia kedokteran;
      r. membuat keterangan medis yang tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang diketahuinya secara benar dan patut;
      s. turut serta dalam perbuatan yang termasuk tindakan penyiksaan (torture) atau eksekusi hukuman mati;
      t. meresepkan atau memberikan obat golongan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya yang tidak sesuai dengan ketentuan etika profesi atau peraturan perundang-undangan yang berlaku;
      u. melakukan pelecehan seksual, tindakan intimidasi, atau tindakan kekerasan terhadap pasien dalam penyelenggaraan Praktik Kedokteran;
      v. menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya;
      w. menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk, meminta pemeriksaan, atau memberikan resep obat/alat kesehatan;
      x. mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan/pelayanan yang dimiliki baik lisan ataupun tulisan yang tidak benar atau menyesatkan;
      y. adiksi pada narkotika, psikotropika, alkohol, dan zat adiktif lainnya;
      z. berpraktik dengan menggunakan surat tanda registrasi, surat izin praktik, dan/atau sertifikat kompetensi yang tidak sah atau berpraktik tanpa memiliki surat izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
      aa. tidak jujur dalam menentukan jasa medis;
      bb. tidak memberikan informasi, dokumen, dan alat bukti lainnya yang diperlukan MKDKI/MKDKI-P untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi.
      Semoga jawaban saya bisa menjawab dan bermanfaat

      Hapus
  13. tulisan diatas sangat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan agar para mahasiswa medis mempersiapkan diri dengan baik terhadap langkah-langkah yang akan diambil kedepannya.

    hal yang ingin saya tanyakan, apakah salah/keliru dalam menegakkan diagnosis termasuk tindak pidana maupun pelanggaran kode etik? mengingat fasilitas di layanan kesehatan khususnya tk1 belum sepenuhnya tersedia alat pemeriksaan penunjang yang memadai

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih sudah bertanya, saya F. Julian Sciffa Mulya (41170201) izin mencoba menjawab ketika dokter sudah memberikan penilaian terhadap suatu penyakit telah melakukan pemeriksaan fisik yang tidak dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan penunjang maka tindakan tersebut sudah dikatakan sebagai diagnosis. Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang mengatakan bahwa dokter atau dokter gigi mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki. Salah satu praktik kedokteran yang dimaksud adalah menegakkan diagnosis sebagaimana yang disebut dalam Pasal 35 ayat (1) huruf d.

      Kesalahan diagnosis yang dilakukan dokter dapat disebut malpraktik atau bukan tergantung apakah tindakannya sudah berdasar UU Kesehatan, Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Standar Profesi Kedokteran. Setiap kasus salah diagnosis yang mencelakakan pasien dibawa kepada MKEK sebagai lembagai penegak KODEKI disamping MKDKI. MKDKI lah yang dapat menentukan kesalahan diagnosis dokter tersebut malpraktik/kelalaian atau bukan.
      Terimakasih semoga membantu

      Sumber:
      Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

      Hapus
  14. Terimakasih kelompok 5 atas diskusinya

    Saya ingin bertanya beberapa hal :
    1. Untuk permasalahan Rekam Medis, siapa yang berhak atas isi rekam medis tersebut ? Lalu siapa dan dalam hal apa yang bisa berhak meminta atau tahu atas isi rekam medis pasien selain pasien dan dokter bersangkutan ?
    2. Bagaimana bila kasus ini di nilai berdasarkan prinsip bioetik (autonomy, beneficence, non-maleficence, justice) ?

    Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih sudah bertanya saya F. Julian Sciffa Mulya (41170201) izin menjawab pertanyaan no 1.Hal tersebut telah diatur dalam PERMENKES RI NO 269/MENKES/PER/III/2008 TENTANG REKAM MEDIS Pasal 10 dimana ayat 1 menyatakan kerahasiaannya harus dijaga oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan. Ayat 2 menyatakan informasi tersebut dapat dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien, perintah dari aparatur negara dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan, permintaan atau persetujuan pasien, permintaan institusi atau lembaga sesuai UU, dapat pula untuk kepentingan penelitian atau pendidikan.
      Terimakasih semoga membantu

      Sumber:
      PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 269/MENKES/PER/III/2008 TENTANG REKAM MEDIS

      Hapus
    2. Selamat sore Mba Dian, terima kasih atas pertanyaannya.. saya ijin mencoba menjawab nomor 2.
      1. Ditinjau dari prinsip beneficience, yakni prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang dilakukan untuk kebaikan pasien, pemalsuan diagnosis rekam medis sejauh ini tidak menguntungkan atau merugikan pasien di sisi medis, namun lebih mengarah pada keuntungan pribadi pasien. Hal ini dikarenakan apa yang dilakukan dr. Bimanesh mendukung upaya Setya Novanto untuk 'lari' dari kasus penyidikan yang sedang dijalani. Selain itu, keuntungan pasien dapat dipandang dari prioritas penanganannya, bahkan hingga di luar jalur yang seharusnya. Ia mendapat penanganan spesial di mana tidak perlu melalui jalur IGD, dsb. Jadi di sini pasien jelas diuntungkan, namun tidak dapat dikatakan prinsip ini positif secara moral.
      2. Tinjauan kedua dari prinsip non maleficience, yakni bagian dari prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini mengandung pula unsur 'do no harm'. Prinsip ini tidak sepenuhnya dapat menjadi tinjauan dalam kasus ini, karena yang bermasalah adalah bidang administrasi dan pelanggaran oleh dokter. Pun dimungkinkan ada tindakan yang dapat memperburuk keadaan pasien misalnya seperti salah pemberian obat karena diagnosis yang dituliskan berbeda. Artikel tidak menunjukkan adanya keterangan lebih jelas apakah pasien mengetahui diagnosis yang dipalsukan dan perbedaannya dengan diagnosis aslinya. Jadi, mungkin saja bila perawat datang memberikan obat kepada pasien, ada perbedaan cara pemberian. Atau hal-hal lain yang lepas dari kontrol dokter. Kita ketahui bahwa dalam teknis rawat inap, dokter tidak dapat kontrol dalam segala aspek perawatan pasien 24 jam.
      Pada prinsip ini pun dikaitkan dengan ungkapan hipokrates yang menyatakan “saya akan menggunakan terapi untuk membantu orang sakit berdasarkan kemampuan dan pendapat saya, tetapi saya tidak akan pernah menggunakannya untuk merugikan atau mencelakakan mereka”. Jadi prinsip ini lebih menilai pada aspek terapi yang menjadi sebab tidak terlalu cocok untuk dikaitkan dengan kasus pada artikel ini.
      3. Prinsip autonomi yakni prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi (penentuan nasib diri sendiri oleh pasien). Ditinjau dari prinsip ini, pasien tidak mendapat unsur otonomi. Hal ini dikarenakan berita mengatakan bahwa yang meminta adanya permintaan khusus tersebut oleh pengacara SetNov, dan dokter Bimanesh yang mengatur segala teknis pengelabuan seperti yang telah terinci di bagian kronologis awal. Tidak ada pernyataan suara pasien yang menginginkan alur penanganan, padahal kala itu kondisinya masih memungkinkan untuk berinteraksi tanpa membutuhkan wakli/juru bicara.
      4. Prinsip keempat adalah justice yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam mendistribusikan sumberdaya. Prinsip ini sekaligus mencakup bahwa pasien dengan kegawatdaruratan mendapatkan prioritas lebih dulu. Hal ini bertentangan dengan kasus yang terjadi di mana kala itu pasien tidak dalam urgensi namun secara teknis diutamakan secara spesial karena adanya 'hubungan pribadi' antara dr. Bimanesh dengan Freddy. Perlu menjadi pelajaran pula bagi kita bahwa seorang dokter pribadi pun tidak diperkenan untuk melakukan pengutamaan pertolongan atas dasar hal non medis seperti itu.

      Demikian jawaban yang dapat saya ungkapkan. Apabila dirasa kurang memuaskan, dapat kembali didiskusikan di sini.. Terimakasih.
      Salam,
      Oey, Yedida Stephanie S 41170190

      Hapus
    3. Mohon maaf saya lupa menyertakan sumber. Sumber teori yang saya gunakan dari Buku Etika Biomedis oleh K. Bertens dan web link: https://forensicmedindonesia.wordpress.com/2018/04/23/bioetik-kedokteran/

      Sekian, terima kasih.

      Hapus
  15. Menurut saya dr.Bimanesh, kurang rapi didalam berbohong, harusnya berpikir bahwa semua orang sepintar dirinya, jadi mestinya jika mau berbohong jangan tanggung, mungkin bisa langsung operasi/ jahit biar bukti lebih meyakinkan, karena tidak ada manusia yang suci...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih saudara Sindu telah membaca artikel kami dan menanggapinya. semoga kejadian ini menjadi pembelajaran untuk kita semua :)

      Salam, Clara Margareta

      Hapus
  16. dokter.Bimanesh, bukanlah seorang yang bodoh, beliau sangat tahu tentang Hukum dan kode Etik, apalagi beliau juga mantan Perwira (Kombes) bukan jabatan yang rendah , hanya 1 langkah menjadi brigjen (level jendral di kepolisian), hanya keadaan yang tidak memungkinkan , karena sangat bisa sekali beliau berhutang budi/ money is power, hanya orang munafik yang berkata tidak butuh uang, jadi menurut saya hal itu wajar dan bisa dilakukan oleh dokter mana pun

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih Bapak Rachmat Sugianto telah membaca artikel kami dan membagikan pandangan Bapak dalam kasus ini. Semoga kasus ini menjadi pembelajaran bagi kita semua :)

      Salam, Clara Margareta

      Hapus
  17. Terimakasih, informasinya sangat menarik!!

    Saya ingin bertanya mengenai rekam medis, apakah diperbolehkam apabila pasien meminta rekam medis tersebut untuk keperluan pribadi (misal untuk meminta second opinion dari dokter lain) mengingat bahwa isi rekam medis adalah milik pasien??
    Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya Hansen Evandore (41170154). Terima kasih sudah bertanya. Saya akan mencoba menjawab pertanyaan. Rekam medis merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesahatan, sedangkan isi rekam medis pasien merupakan milik pasien. Dari kalimat ini dapat diketahui bahwa rekam medis tidak dapat diberikan kepada pasien namun isi rekam medis/resume medis lah yang diberikan.

      Sumber :
      Republik Indonesia 2004, Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
      Menkes RI. 2008. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis.

      Hapus
  18. Saya mau tanya, apakah di rumah sakit ada prosedur tentang opname? Dalam arti bisa langsung dari ruang praktek dokter atau harus melewati UGD?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih untuk pertanyaannya, saya sulistyo 41170189 ijin menjawab pertanyaan saudara, untuk alur rawat inap pada rumah sakit dapat melalui bebrapa pintu bisa melalui IGD, maupun poliklinik ( poli rawat jalan ) yang membedakan antara keduanya adalah kegawatdaruratannya. Pelayanan rawat inap sendiri pada pasien haruslah didasari indikasi dalam pemeriksaan yang dilkukan secara lengkap oleh dokter yang memeriksa melihat dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, menurut PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 029 TAHUN 2012 rawat inap dapat dilakukan jika ada indikasi penyakit yang memerlukan perawatan minimal 5 hari dan perlunya menggunakan alat - alat yang berada di rumah sakit yang berguna untuk pemantauan rutin tanpa terputus. terimakasih sekali lagi untuk pertanyaannya

      Hapus
  19. Terimakasih atas materinya yang sangat menarik . Saya ingin bertanya terkait rekam medis, apabila seorang dokter sudah melakukan pemeriksaan tetapi hasil yang didapatkan salah (secara tidak sengaja) sehingga nantinya akan menyebabkan pemberian resep obat yang salah apakah juga dapat dianggap sebagai pelanggaran disiplin dokter kak?
    Kemudian, kira-kira apa saja yang dianggap sebagai pelanggaran dalam penulisan rekam medis selain pemalsuan hasil?
    Terimakasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Edenia Asisaratu24 Mei 2020 pukul 23.18

      Terimakasih atas pertanyaannya. Saya Edenia Asisaratu (41170186) akan mencoba menjawab. Jika terjadi kesalahan diagnosis yang mencelakakan pasiennya akan dibawa ke Majelis Kehormatan etik Kedoteran (MKEK) yang merupakan lembaga penegak Kode Etik Kedokteran Indonesia di samping Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MDKI), kemudian lembaga tersebut akan menentukan ada atau tidaknya kesalahan yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi (termasuk menetapkan kesalahan yang dilakukan merupakan tindakan malpraktik atau bukan) dan menetapkan sanksi atau keputusan tidak bersalah.
      Pelanggaran lain dalam penulisan rekam medis selain pemalsuan hasil dapat berupa kelalaian dalam membuat atau melengkapi data yang harus ditulis dalam rekam medis, penyalahgunaan rekam medis, membocorkan isi rekam medis, dan tidak menyimpan rekam medis.
      Terimakasih, semoga jawaban saya dapat membantu.

      Hapus
  20. apa ada variasi hukuman antara dr. bimanesh, pengacaranya? mengapa?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih telah membaca dan memberi pertanyaan. Perkenalkan nama saya Victoria Filialni (41170176). Menafsirkan dari pertanyaan anda terkait “Pengacaranya” yang saya tangkap dari maksud anda adalah “Fredrich Pengacara dari Setya Novanto” dan saya akan mencoba menjawab. Dalam kasus ini, dr.Bimenash dan Fredrich disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP yang berbunyi “orang yang turut serta melakukan perbuatan pidana, dipidana sebagai pelaku tindak pidana. Jadi, berdasarkan Pasal 55 ayat (1) KUHP orang yang turut serta melakukan tindak pidana korupsi juga dipidana dengan ancaman pidana yang sama dengan pelaku tindak pidana korupsi.” Dalam putusan akhir Frederich dijatuhi hukuman 7 tahun dan 6 bulan penjara, serta denda sebesar Rp.500 juta subsider bulan kurungan. Sedangkan, dr.Bimenash divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Mengapa hukuman kurungan penjara Frederich lebih lama dari dr.Bimanesh? Menurut pandangan saya dan melihat pemberitaan yang ada, Frederich memiliki peran yang sangat besar dalam kasus ini, beliaulah yang telah mengajak kerja sama dengan dr.Bimanesh . Jadi dapat dikatakan bahwa beliau memiliki proporsi lebih besar dalam kasus ini sehingga hukumannya pun lebih berat daripada dr.Bimanesh.

      https://m.detik.com/news/berita/d-3808579/kpk-fredrich-dan-dokter-bimanesh-dijerat-pasal-rintangi-penyidikan

      https://m.detik.com/news/berita/d-3808579/kpk-fredrich-dan-dokter-bimanesh-dijerat-pasal-rintangi-penyidikan

      https://www.wartaekonomi.co.id/read220625/hukuman-eks-kuasa-hukum-setya-novanto-diperberat-kpk-ini-pelajaran

      https://republika.co.id/berita/p59p5g409/pengacara-akui-dokter-bimanesh-lakukan-kesalahan-prosedur

      Hapus
  21. Saya ingin bertanya, menurut kalian apakah hukumuan itu adil diberikan kepada dr tsb ? Bagaimana dengan hukum ttg perlindungan dr, apakah tidak berlaku dikasus ini? Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih atas pertanyaanya, saya intan saraswati / 41170194 ijin menjawab, menurut pendapat saya hukuman ini adil diberikan dokter bimanesh karena memang sudah sesuai dengan aturan baik kode etik maupun hukum yang berlaku. proses hukum yang dilakukan pada kasus ini sudah melalui analisis yang panjang. dokter bimanesh disini telah melanggar KODEKI pada pasal tertentu yang telah disebutkan dalam artikel, terutama pasal 3 dimana dokter bimanesh dipengaruhi pihak lain dalam melakukan pekerjaan kedokterannya terlebih lagi pasien ini sedang terjerat kasus tindak pidana korupsi. untuk perlindungan dokter, dari pihak IDI juga telah melakukan analisis mengenai pelanggaran pasal KODEKI, sehingga hukuman untuk dokter disini menurut saya sudah adil. semoga menjawab pertanyaannya terimakasih

      Hapus
    2. Selamat malam Ferent, saya setuju dengan teman saya, Intan Saraswati. Pada dasarnya ada hukum yang memberikan hak dan perlindungan pada dokter, akan tetapi kesalahan dan pelanggaran tetaplah dikaitkan dengan hukum.
      Adapun UU RI No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Bagian Ketiga: Pemberian Pelayanan, Paragraf 6 : Hak dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi tepatnya di Pasal 50 mengatakan:
      Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :
      a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
      b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;
      c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan
      d. menerima imbalan jasa.

      Jadi, apabila dokter telah melakukan bagiannya dengan benar, barulah ia dapat diperhitungkan untuk mendapat hak perlindungan hukum.

      Demikian yang dapat saya tambahkan, mohon maaf bila ada kekurangan. Terima kasih.
      Salam, Oey, Yedida Stephanie S 41170190

      Hapus
  22. Apa di rumah sakit ada prosedural yang memperbolehkan dr untuk menulis diagnosis tanpa melihat kondisi pasien? Terimakasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya Novita Eveline Tjuluku (41170162) baik terima kasih mbak adelia sudah membaca artikel ini dan memberikan pertanyaan kepada kelompok kami. Disini saya izin menjawab pertanyaan dari mbak adelia jadi ketika seorang dokter melakukan diagnosis kepada pasien baik itu pasien dalam keadaan darurat atau bukan maka dokter tersebut hari bertemu dengan pasien dan melihat kondisi pasien secara langsung. Yang membedakan pasien darurat dan non darurat adalah dimana pada pasien darurat ketika pasien tiba di tempat pelayanan kesehatan maka dokter bisa langsung melakukan penangganan awal kepada pasien dan ketika pasien sudah stabil barulah dokter bisa melakukan pemeriksaan kepada pasien tersebut. Dalam melakukan diagnosis harus melalui pemeriksaan terlebih dahulu yang dimulai dari anamnesis ( adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh dokter sebagai pemeriksa yang bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang penyakit yang diderita dan informasi lainnya yang berkaitan sehingga dapat mengarahkan diagnosis penyakit pasien ) yang bisa dilakukan kepada pasien sendiri atau wali/pengantar pasien. Setelah melakukan anamnesis, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk menunjang dari hasil anamnesis. Kemudian ketika sudah melakukan pemeriksaan fisik, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang yang bisa terdiri dari pemeriksaan laboratorium,radiologi,dll. Maka setelah melakukan 3 hal diatas barulah seorang dokter bisa menegakkan diagnosis kepada pasien. Baiklah itu yang dapat saya sampaikan, semoga jawaban ini dapat dimengerti oleh mbak Adelia. Terima kasih

      Hapus
  23. di kasus tersebut kelompok menyebutkan bahwa dr bimanesh melanggar kode etik dan mendapat hukuman 4 tahun penjara dan denda 300 juta subsidir 3 bulan kurangan. Apakah dr bima berhak mengajukan banding dari putusan tersebut ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih atas pertanyaan saudara, saya Sulistyo 41170189 ijin menjawab pertanyaan saudar. menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) pada Pasal 67, Pasal 233 s/d Pasal 243, hakl untuk mengajukan banding merupakan hak setiap terdakwa dan juga JPU ( Jaksa Penuntut Umum ) dan pada prosesnya yaitu boleh mengajukan banding yaitu dalam kurun waktu batasa 7 hari setelah pembacaan pidana pertama kali, dan setelah 7 hari pembacaan pidana sebelumnya dianggap sah, terimakasih atas pertanyaannya.

      Hapus
  24. Pembahasan yang cukup menarik
    Dalam Ilmu Hukum
    yang dapat dimintai pertanggung jawaban ( Subjek Hukum) adalah Orang dan Badan Hukum
    disini Dr.Bimanesh telah diproses Hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
    yang menjadi pertanyaan saya adalah
    Bagaimana sanksi yg di dapat atau proses Hukum dalam hal ini Rumah sakit..
    yang juga merupakan bagian dari subjek hukum

    Apakah Rumah sakit ini di tutup oleh pemerintah atas kejadian tersebut ? atau sperti apa ? karena mengingat Rumah sakit merupakan Subjek Hukum karena Mempunyai badan Hukum

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih telah membaca artiket ini dan memberi pertanyaan. Perkenalkan nama saya Victoria Filialni R.A (41170176). Saya mencoba menjawab,tidak ada bahasan sama sekali mengenai tanggung jawab RS atau hukuman kepada RS tersebut. Dalam persidangan pun menyatakan bahwa kasus ini menjadi kesalahan individu yang dilakukan oleh dr.Bimanesh. dr.Bimanesh mengatakan bahwa dia dikorbkan oleh RS tersebut mengingat KEMENKES telah memberi peringatan apabila RS tersebut dinyatakan terlibat, maka akan RS tersebut akan ditutup. Namun, tidak ada pembahasan lebih lanjut mengenai RS tersebut, sampai hari ini, RS tersebut masih beroperasi seperti biasanya.
      Sumber
      https://nasional.kompas.com/read/2018/04/17/06235521/dokter-bimanesh-merasa-dikorbankan-rumah-sakit-dalam-kasus-novanto?page=2

      Hapus
    2. Mungkin ini jawaban yang dapat saya jelaskan. Semoga bermanfaat. Terima Kasih

      Hapus
  25. Terima kasih atas materinya.
    Saya mau bertanya, setalah di ketahui kasus yang di lakukan oleh Dr. Bimanesh.
    Apakah ada sanksi khusus dari RS tersebut untuk Dr. Bimanesh? Terima kasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih telah membaca artikel ini dan memberi pertanyaan. Perkenalkan nama saya Victoria Filialni (41170176). Sejauh yang saya cari di internet, tidak ada artikel atau berita mengenai sanksi khusus RS tersebut yang diberikan kepada dr.Bimanesh. Jadi, dr.Bimanesh hanya mendapatkan sanksi atau hukuman dari negara yakni berupa kurungan penjara dan denda.

      Mungkin ini saja yang dapat saya jawab. Semoga dapat membantu. Terima Kasih.

      Hapus
  26. Menarik banget ulasannya !! Kasus seperti ini pasti banyak banget terjadi hanya aja banyak yang ga terkuak. Sekalipun udah ada KODEKI tapi tetap ga menjamin dokter ga terjebak dalam hal semacam ini, padahal pasti udah tau isi KODEKInya kayak gimana. Nah menurut teman-teman sendiri gimana agar kasus seperti ini minim terjadi ? Menurut teman-teman ada ga peran dari Fakultas Kedokteran agar hal seperti ini bisa diminimalisir ? Kalau ada, gimana peran Fakultas Kedokteran dalam menghasilkan dokter-dokter yang berintegritas kedepannya yang ga hanya tau isi KODEKI tapi paham dalam pelaksanaan/penghayatannya juga ?
    Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hallo , Terimakasih sudah membaca artikel ini dan memberikan pertanyaan yang baik. Saya Gregorius Daniel Gokasi Ambarita (41170172) izin mencoba menjawab pertanyaan kak Rambu Imel.

      Pada kasus seperti ini yang menjadi permasalahan adalah kurangnya integritas pada aspek kejujuran dan tanggung jawab dari seorang dokter. Sebenarnya dari Fakultas Kedokteran sendiri sudah mengajarkan pada mahasiswa terkait dengan sikap profesionalisme dalam kedokteran sendiri. Hal ini bahkan diajarkan pada blok khusus. Tidak hanya itu dalam melaksanakan tugas maupun ujian , Fakultas sudah memberikan aturan yang tegas terkait dengan sikap yang tidak jujur. Sebagai contoh dalam melaksanakan tugas, Responsi , Ujian Blok dll , para mahasiswa akan disuruh menulis “Saya akan mengerjakan ujian dengan jujur dan siap menerima konsekuensinya apabila bertindak curang”. Cara seperti ini memang sepele namun akan menjadi pengingat bagi mahasiswa bila memiliki kemauan untuk bertindak tidak jujur. Fakultas juga akan memberikan sanksi apabila bertindak tidak jujur ( curang , menyontek , plagiasi dll) sebagai contoh memberikan nilai 0 pada hasil akhir , tidak diperbolehkan mengikuti ujian responsi yang berdampak tidak bisa mengikuti Ujian Blok , tidak lulus , dikeluarkan dari Fakultas (tergantung derajat kesalahannya) dll. Jadi , Fakultas kedokteran sendiri sudah memfasilitasi mahasiswa kedokterannya agar bertindak jujur , adil dan terhindar dari praktik KKN. Namun , kembali lagi kepada sifat individu yang masih bebal dalam melakukan kecurangan tersebut. Tidak semua gerak-gerik mahasiswa dapat terpantau 100% oleh pihak Fakultas sehingga yang menjadi poin penting disini adalah bagaimana individu menghayati dan mengimani prinsip profesionalisme kedokteran , KODEKI , hukum dan sebagainya.

      Mungkin itu saja yang bisa saya sampaikan , terima kasih atas perhatiannya semoga bisa menjawab dan semoga bermanfaat :)

      Hapus
  27. Selamat malam, terimakasih untuk penjelasannya.
    Saya ingin bertanya, mengenai penjelasan PERMENKES nomor 269/Menkes/Per/2018 tentang rekam medis bab V pasal 14 disebutkan bahwa pimpinan sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas pemalsuan rekam medis. Pada kasus diatas, apa bentuk tanggung jawab pimpinan sarana kesehatan RS Medika terhadap pemalsuan rekam medis yang dilakukan oleh Dokter tersebut?
    Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya, saya Tandean Jeffrey Ferdinand (41170180) akan mencoba menjawab pertanyaan Saudara Ferdinando Kendek. Sampai kabar terbaru belum ada pembahasan mengenai bentuk tanggung jawab RS Medika terhadap kasus dr. Bimanesh. Mungkin bisa didapatkan sanksi seperti teguran lisan, tertulis sampai dengan pencabutan izin (PERMENKES nomor 269/Menkes/Per/2018 tentang rekam medis bab VI pasal 17) karena melanggar PERMENKES nomor 269/Menkes/Per/2018 tentang rekam medis bab V pasal 14

      Terima Kasih, semoga jawaban saya dapat membantu

      Hapus
  28. Saya ingin bertanya
    Apakah bisa seorang dokter dapat mendiagnosis seorang pasien tanpa melihat keluhan dan tanda gejala dari pasien tersebut? Kenapa di kasus ini dr. Bimanesh sudah bisa mendiagnosis tanpa melihat pasien terlebih dahulu serta melanggar kode etik seperti melakukan tindakan ketidakjujuran dalam pemalsuan isi rekam medis, pdhl tindakan tersebut beresiko tercabutnya profesi sebagai dokter, pdhl dr. Bimanesh sdh mengetahui pasien tersebut termasuk dlm pemeriksaan KPK. Terima Kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaannya, saya Intan Saraswati NIM 41170194 izin menjawab, dokter tentu tidak dapat mendiagnosis tanpa melihat keluhan dan tanda serta gejala pasien. Bahkan pada kasus tertentu dokter harus melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang untuk mendapatkan diagnosis yang tepat supaya terapi yang diberikan juga tepat. Dokter bimanesh disini melakukan penggantian diagnosis yang merupakan pelanggaran kode etik. Pada kasus ini kami belum tau secara pasti apa alasan dokter bimanesh padahal risiko yang diambilnya sangat besar. Namun ada sumber berita yang menyatakan bahwa beliau takut dituntut apabila tidak mengikuti arahan dari pihak pasien sehingga mengikuti perintah dari pihak pasien.

      Hapus
  29. Setidaknya ada bbrapa hal yg dilanggar oleh pelaku, melanggar kode etik dan pembuatan berita hoax. Setidaknya itu yg paling nampak dari kasus yg ditulis di atas. Apa hukuman yg diterima itu pantas ?
    Apa tindakan yg diambil oleh RS tempat dr itu bekerja setelah mengetahui kasus ini ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaannya, saya Intan Saraswati NIM 41170194 izin menjawab, untuk tindakan RS kepada dr. Bimanesh kasus ini sementara belum ada sumber yang pasti menyebutkannya. Namun dikatakan bahwa dr. Bimanesh ini sudah mendekati masa purna tugas dan belum ada tindakan khusus yang dilakukan RS. Sepertinya RS menyerahkan kepada pihak yang berwajib dalam menindak kasus ini.

      Hapus
  30. Terima kasih atas informasinya.

    Lalu menurut kalian, bagaimana nasib perawat/tenaga administrasi yang membantu dr.Bimanesh dalam melancarkan aksinya, apakah mereka juga seharusnya mendapat hukuman? Adakah peraturan yang menjelaskan mengenai hal ini?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas tanggapannya untuk blog kami. Saya Choya Alvis Chenarchgo - 41170166 izin menjawab. Untuk hukum atau tidakan pada perawat dan tenaga administrasi belum ada informasi lebih lanjut namun bila ingin dibahas dri UU No.30 tahun 2009 tentang Kesehatan bab V pasal 23 ayat 4 "dilarang mengutamakan kepentingan yang bernilai materi"

      Perawat dan tenaga administrasi bisa terkena jeratan hukum bila ternyata saat diselidiki dari dr. Bimanesh ada mengimingi pada perawat dan tenaga administrasi. Namun, karena tidak diselidiki hingga ke sana dan bila iya tidak dibawa oleh informasi media sehingga kita tidak dapat mencari tahu dengan tepat apa yang terjadi pada nasib perawat maupun tenaga administrasi yang telah menutup mata ke kasus dr. Bimanesh karena kami tidak mengetahui apa yang dr. Bimanesh katakan maupun skenario apa yang digunakan untuk mengelabuhi staff beliau.

      Sekian jawaban dari saya yang jauh dari kata sempurna. Sekali lagi terima kasih untuk tanggapannya!

      Hapus
  31. Materi yg sangat menarik, trma kasih untuk materinya.
    Saya mau bertanya terkait dengan hukuman terhadap dr Bimanesh, apakah tdk ada keringanan hukuman dalam peraturan yang mengatur tentang putusan tersebut? Dan apakah putusan dari pengadilan merupakan peraturan yg tertulis dalam UU atau Yurisprudensi?
    Dan bagi dokter yg melanggar seperti kasus dr Bimanesh tersebut, apakah harus dilakukan pemecatan atau mungkin ada sanksi lain?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat malam Mario Imanuel Lahura, saya ijin menjawab pertanyaan Anda. Jelas hukuman yang diterima dr. Bimanesh sudah ditinjau dan ditentukan sesuai dengan UU. Penjabarannya terdapat dalam bagian analisis. Mungkin sejumlah uang tidak persis seperti yang tertulis karena hukuman yang diberikan merupakan akumulasi segala pelanggaran dr. Bimanesh. Sedangkan di sini hanya dibahas mengenai tindakan pemalsuannya saja. Jadi, semua telah dijumlahkan dan menjadi keputusan hakim sesuai dengan perundangan yang berlaku.

      Untuk pertanyaan mengenai pemecatan, sejauh artikel yang beredar belum ada putusan pasti dari IDI. Hal ini dimungkinkan karena putusan hukuman penjara dr. Bimanesh baru terjadi pada tahun 2018 sehingga saat ini belum selesai. Nantinya ketika sudah bebas dan harus dilanjut dengan masa binaan dan rehabilitasi, IDI akan mengambil kebijakan sendiri.

      Demikian yang dapat saya jawab, mohon maaf bila kurang memuaskan.
      Salam,
      Oey, Yedida Stephanie S
      41170190

      Hapus
  32. Saya ingin bertanya, Apakah yang bisa ditingkatkan lagi untuk memperbaiki kondisi ini, dalam hal regulasi? Padahal sudah ada undang undang dan kode etik yang melarang pemalsuan data dari rekam medis, tetapi pemalsuan juga masih dilakukan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Terimakasih pertanyannya saudara A

      Saya Clara Margareta NIM : 41170195 ijin menjawab pertanyaan saudara, untuk perbaikan dalam hal regulasi dalam hal undang-undang dan kode etik saya kira sudah tidak perlu karena sudah menyebutkan aturan dan sanksi yang tegas. Namun mungkin lebih ditingkatkan lagi dalam hal pengawasan dalam pelaksanaannya. Jangan sampai pihak-pihak yang mengawasj pelaksanaan tersebut malah ikut tergoda suap sehingga tindakan-tindakan yang melenceng tersebut menjadi hal yang wajar atau suatu kebiasaan. Selain itu juga bisa dilakukan upaya preventif yaitu tindakan pencegahan di bidang kedokteran itu sendiri. Tindakan ini dilakukan secara dini dengan cara memupuk jiwa kejujuran dan integritas di kalangan mahasiswa kedokteran. Dengan membentuk karakter kejujuran dan memegang teguh integritas dilingkungan mahasiswa diharapkan kelak jika mahasiswa tersebut menjadi dokter akan menjadi dokter yang berkualitas dalam hal kejujuran dan integritas.

      Sekian jawaban dari saya. Semoga bermanfaat.
      Terimakasih

      Salam, Clara Margareta

      Hapus
  33. Terimakasih atas artikelnya!
    Sebelumnya saya ingin bertanya, terkait dengan kasus di atas apakah pihak rumah sakit juga bertanggung jawab atas kelalaian ini? atau hanya dari pihak dokter?
    kemudian jika terjadi kesalahan di dalam penulisan seperti contoh identitas pasien tertukar sehingga data pasien juga tertukar, apakah hal tersebut juga berkaitan dengan hukum khusus atau bagaimana?
    Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya, saya Tandean Jeffrey Ferdinand (41170180) akan mencoba menjawab pertanyaan pertama Saudari Dita. Menurut pasal 14 Permenkes nomor 269 tahun 2008, pimpinan rumah sakit seharusnya juga perlu bertanggung jawab terhadap kasus ini. Untuk sanksinya bisa seperti teguran lisan, tertulis sampai dengan pencabutan izin (PERMENKES nomor 269/Menkes/Per/2018 tentang rekam medis bab VI pasal 17). Tapi sampai saat ini sesuai berita yang ada belum ada pembehasan mengenai tanggung jawab dari Rumah Sakit Medika, dikarenakan RS Medika dikatakan tidak terlibat dari kasus pemalsuan ini (17 April 2018 Kompas)

      Terima kasih, semoga jawaban saya bisa membantu

      Hapus
  34. Tindakan yg di lakukan oleh dr. Bimanesh bukanlah tindakan yg asing lagi di kalangan dokter, bahwa ad begitu banyak dokter lain di luar sana yg rela melanggar sumpah dan kodeki hanya karna masalah duniawi seperti Uang. Pertanyaan saya apakah kalian siap untuk bersikap jujur dan tidak tergoda dengan masalah duniawi ketika menjadi dokter dimasa depan??
    _jika iyaa, ingat dan tepatilah_

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Terimakasih saudara Victor untuk pertanyaannya

      Saya Clara Margareta NIM : 41170195 ijin menjawab pertanyaan tersebut, jika ditanya siap atau tidak saya pribadi siap. Sebelum menjadi seorang dokter kita dilantik dengan menyatakan suatu sumpah, sudah selayaknya kita harus memegang teguh sumpah tersebut. Namun jika saya siap belum tentu saudara sejawat lainnya juga siap. Itulah yang menjadi tanggung jawab kami nanti sebagai teman sejawat untuk saling mengingatkan dan tetap mendukung kejujuran dan berpegang teguh pada integritas dalam hal apapun.

      Sekian jawaban dari saya semoga bermanfaat. Terimakasih :)
      salam, Clara Margareta 41170195

      Hapus
  35. Banyak kasus pemalsuan yang sedang ramai saat ini. Apakah pemalsuan rekam medis dapat dilakukan oleh siapa saja (bukan dokter)?. Kemudian sebagai orang awam adakah cara mengetahui rekam medis palsu dan benar?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaannya, saya F.Julian Sciffa Mulya (41170201) ijin menjawab pertanyaan tersebut.
      1. Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran menegaskan bahwa dokter dan dokter gigi wajib membuat rekam medis dalam menjalankan praktik kedokteran.
      2. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 269/MENKES/PER/III/2008 TENTANG REKAM MEDIS pasal 5 ayat 1, dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis. Pasal 6 berbunyi Dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan tertentu bertanggungjawab atas catatan dan/atau dokumen yang dibuat pada rekam medis.
      Dari pasal-pasal tersebut didapatkan bahwa yang menulis rekam medis adalah semua dokter dan dokter gigi serta tenaga kesehatan tertentu, merekalah yang dapat melakukan pemalsuan terhadap penulisan rekam medis.
      Sulit membedakan antara rekam medis asli dengan rekam medis palsu karena dari segi penulisannya tidak ada yang berbeda. Yang harus diketahui rekam medis sifatnya rahasia antara pasien dengan dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan sehingga tidak dapat dilihat sembarang orang atau orang awam tanpa persetujuan dari pasien sendiri.

      Sumber:
      1. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 269/MENKES/PER/III/2008 TENTANG REKAM MEDIS.
      2. Manual Rekam Medis, Konsil Kedokteran Indonesia

      Hapus
  36. Mnjdi seorang dr seharusnya berprilaku profesional dan melakukan etika yg berlaku. Dan juga sebelum menjadi dr pasti ad sumpah dr. Nah tapi mengapa masih ad beberapa dr yg melanggar sumpah trsbt dan melanggar etika" atau peraturan yg ditetapkan? Dan jika dr trs melakukan suatu kesalahan apakah masih ad toleransi yg diberikan atau langsung diberikan hukuman sesuai kesalahan yg diperbuat?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Edenia Asisaratu25 Mei 2020 pukul 23.19

      Terimakasih atas pertanyaannya. Saya Edenia Asisaratu (41170186) akan mencoba untuk menjawab. Ada banyak penyebab dokter dapat melanggar etika, bisa terjadi karena kurangnya kedisiplinan dalam bekerja atau karena kurangnya pemahaman terhadap Kode Etik Kedoktera, bisa juga karena faktor2 lainnya. Jika dokter melakukan kesalahan maka sanksi yang akan diberikan akan diputuskan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) sesuai kesalahan yang dilakukan serta akan dilakukan pembinaan dan rehabilitasi pada dokter tersebut sebagai suatu tuntunan agar kesalahan tersebut tidak terulang kembali.
      Terimakasih, semoga dapat membantu.

      Hapus
  37. Balasan
    1. Terimakasih kak udah menyempatkan untuk membaca artikel ini

      Hapus
    2. Selamat malam Adrian, terima kasih sudah singgah dan menyempatkan waktu untuk membaca artikel ini. Semoga dapat memberi pandangan baru terkait regulasi etik dalam dunia medis dan pelanggaran yang rupanya masih ada di Indonesia. Semoga Indonesia menjadi baik ke depannya. Apabila ada pertanyaan yang menggusarkan dapat ditanyakan ke sini sehingga kita dapat bertukar pandangan.

      Terimakasih,
      Salam
      Oey, Yedida Stephanie S
      41170190

      Hapus
  38. Selamat pagi, kasus yang cukup menarik untuk dibahas�� , ada hal yang ingin saya tanyakan.

    Apakah dalam contoh kasus dokter Bimanesh langsung dicabut izin prakteknya? Atau setelah beliau keluar dari penjara masih boleh melakukan praktek? Jikalau izin prakteknya dicabut, apakah ada suatu cara bagi beliau untuk dapat kembali mendapatkan izin prakteknya? Karena menurut saya bilamana dokter tersebut masih memiliki izin praktek akan meresahkan masyarakat di masa yang akan mendatang.

    Terimakasih ����

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya Novita Eveline T (41170162), baik sebelumnya terima kasih sudah membaca artikel dan memberi kami pertanyaan. Disini saya izin menjawab pertanyaannya dari mas Steven, jadi dalam kasus dr Bimenesh ini dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sendiri belum memastikan sanksi apa yang akan didapatkan oleh dr Bimanesh dikarenakan dr Bimanesh masih menjalani proses hukumnya. Kemudian sambil menunggu proses hukum dari dr Bimanesh selesai, dari IDI sendiri tetap melakukan pendampingan dan rehabilitasi kepada dr Bimanesh. Setelah dr Bimanesh menyelesaikan hukumannya barulah IDI kan menindak lanjutin apakah yang dilakukan oleh dr Bimanesh melanggar kodek etik kedokteran atau tidak. Bila terbukti itu melanggar Kode Etik Kedokteran maka sanksi yang akan didapatkan dr Bimanesh bisa sanksi ringan berupa surat peringatan sampai sanksi berat bisa pemecatan sementara atau pemecatan selamanya. Ketika seorang dokter dipecat dari IDI maka hak,kewajiban dan wewenangannya sebagai dokter tidak berlaku lagi. Meskipun begitu yang berhak dalam melakukan pencabutan Surat Izin Praktek (SIP) adalah Dinas Kesehatan/Kota. Berdasarkan Sumber Permenkes RI No 2052 tahun 2011 disebutkan bahwa Pasal 32 bahwa Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut SIP Dokter dan Dokter Gigi dalam hal:
      a. atas dasar rekomendasi MKDKI;
      b. STR Dokter dan Dokter Gigi dicabut oleh KKI;
      c. tempat praktik tidak sesuai lagi dengan SIPnya; dan/atau
      d. dicabut rekomendasinya oleh organisasi profesi melalui sidang yang dilakukan khusus untuk itu.
      Bila yang bersangkutan tidak menerima, maka yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada Dinas Kesehatan Provinsi unutk diteruskan kepada Menteri dalam waktu 14 hari setelah keputusan diterima. Kemudian dari Menteri dalam perkara pelanggaran disiplin kedokteran akan meneruskan kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDI). Mungkin itu yang dapat saya sampaikan. Sekian dan terima kasih.

      Hapus
  39. dr.Bimanesh sdh tau kalau yg dilakukannya itu melanggar aturan tpi mengapa dia tetap melakukannya ? Pdhl itu kan merugikan dirinya sndri bahkan org lain .

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Ina atas pertanyaannya, saya Valentino Y. Buriko (41170209) akan mencoba menjawabnya;

      Tanpa melakukan prasangka terhadap beliau, dr. Bimanesh dapat dikatakan self-aware dengan pelanggaran aturan yang beliau lakukan. Mengutip dari laman Kompas.com, dr Bimanesh memutuskan untuk merawat pasien karena tekanan darah tinggi yang tergolong berat, karena itu harus dirawat karena berisiko mengakibatkan serangan jantung atau pun stroke. Akan tetapi terlepas dari apapun motif sebenarnya, dr Bimanesh dihadapkan konflik sosial yang mengharuskan beliau untuk melakukan perbuatan tersebut.

      Sekian jawaban dari saya, sekiranya dapat dipahami dan dapat menjawab pertanyaan tsb. Terima kasih.

      Hapus
    2. Tinjauan link berita: https://nasional.kompas.com/read/2018/04/19/15253821/ini-alasan-dokter-bimanesh-merawat-inap-setya-novanto

      Hapus
  40. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  41. Kenapa Dokter bimanesh harus melakukan pemalsuam rekam medis?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya, saya Tandean Jeffrey Ferdinand (41170180) akan mencoba menjawab pertanyaan anda. Menurut Berita liputan 6.com Jakarta pada tanggal 16 April 2018. Dr Bimanesh melakukan pemalsuan rekam medis karena takut rumah sakit dituntut karena saudara Setya Novanto merupakan mantan ketua DPR

      Terima kasih, semoga jawaban saya bisa membantu

      Hapus
  42. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  43. Terima kasih atas meterinya, saya mau bertanya apakah ada tumpang tindih atau bertentangan dengan peraturan yang mengatur putusan hukuman dokter tersebut dengan peraturan lain?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hallo , Terimakasih sudah membaca artikel ini dan memberikan pertanyaan yang baik. Saya Gregorius Daniel Gokasi Ambarita (41170172) izin mencoba menjawab pertanyaan saudara Novi.

      Jika dilihat dari kasus tersebut ada beberapa hal yang dilanggar pada PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 269/MENKES/PER/III/2008 TENTANG REKAM MEDIS dan juga sudah disertai dengan Pertanggungjawaban pidana terhadap pemalsuan rekam medis dapat yang dapat kita lihat dengan berpijak pada Wetboek van Statrecht (KUHP) sebagai kitab atau sumber utama dalam Bidang Pidana. Pemalsuan dokumen yang berkenaan dengan ini dapat kita temukan ketentuannya dalam KUHP Pasal 263 ayat (1) menegaskan seorang juga dapat ikut dikatakan melakukan tindakan pemalsuan jikalau meminta pihak lain menggunakan surat seperti isinya benar dan tidak dipalsukan, dapat diartikan sebagai tidak hanya tenaga medis saja yang dapat di pidana jika memalsukan rekam medis akan tetapi pasien juga dapat di pidana dengan Pasal yang sama jika si pasien lah yang meminta atau menginginkan pemalsuan rekam medis itu terjadi. Terdapat pula dalam ayat (2) menegaskan bahwa pemalsuan surat merupakan suatu tindak pidana karena dapat menimbulkan suatu kerugian. Seseorang yang terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan pada Pasal ini dapat di pidana penjara maksimal 6 (enam) tahun tergantung dari derajat kesalahannya.

      Namun yang menjadi poin penting disini adalah dr. Bimanesh melanggar undang-undang terkait dengan tindakan pidana mengganggu proses pemeriksaan terhadap oknum yang terjerat kasus korupsi, berikut juga dengan pelanggaran terhadap KODEKI. Oleh sebab itu sanksi yang diterima dari KODEKI sendiri adalah pencabutan gelar dan izin praktik dalam kedokteran. Dr.Bimanesh kemudian juga didakwa melanggar Pasal 21 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-undang 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP . Kemudian vonis putusan terakhir Bimanesh dihukum menjadi 4 tahun penjara dan denda 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Jadi, sanksi yang diterima dr. Bimanesh merupakan pertimbangan dari berbagai UU dan disimpulkan menjadi vonis hukuman yang diterimanya . Oleh sebab itu , sanksi yang diberikan kepada dr. Bimanesh sudah sesuai prosedur dan tanpa tumpang tindih dari peraturan lainnya.

      Mungkin itu saja yang bisa saya sampaikan , terima kasih atas perhatiannya semoga bisa menjawab dan semoga bermanfaat .

      Sumber :
      -PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 269/MENKES/PER/III/2008 TENTANG REKAM MEDIS
      -KODEKI 2012
      -Undang-undang 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP

      Hapus
  44. Saya ingin bertanya.Apakah terdapat dampak yang timbul terhadap RS.Medika Permata Hijau atas lalainya dr.Bimanesh dalam menegakan anti KKN? & dampaknya apa saja terhadap RS? Terima kasih😇

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat malam Novlin.. Terima kasih sudah bertanya. Saya ijin menjawab. Hingga saat ini belum ada keputusan atau berita lebih lanjut mengenai dampak yang diterima oleh RS. Medika Permata Hijau dikarenakan kasus kemungkinan belum sepenuhnya selesai. Akan tetapi, menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien diuraikan dengan rinci dampak-dampak yang dapat dikenakan ke RS apabila terdapat pelanggaran kasus seperti pemalsuan rekam medis pada kasus ini. Seperti pada:
      - Pasal 6 ayat 4 yang mengatakan bahwa standar pelayanan rumah sakit ada kaitannya dengan standar profesi, standar prosedur operasional, dsb.
      - Pasal 12 ayat 1 yang mengatakan bahwa penyelenggaraan rekam medis termasuk kewajiban rumah sakit melalui penyelenggaraan manajemen informasi, sehingga otomatis ada tanggung jawab yang dipikul oleh pihak RS terkait rekam medis
      - Pasal 25 ayat 1 yang berbunyi "Kewajiban Rumah Sakit dalam mengupayakan
      keamanan dan pembatasan akses pada unit kerja tertentu yang memerlukan pengamanan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a meliputi ruang bayi, ruang bersalin, ruang perawatan intensif, ruang pemulihan, ruang psikiatri, ruang informasi dan teknologi, ruang penyimpanan berkas rekam medis, ruang lain yang dibatasi aksesnya."

      Jadi, pelanggaran semacam ini nantinya akan ditindaklanjuti oleh menteri, pemerintah daerah provinsi, dan atau kabupaten/kota dan dikategorikan ke sanksi administratif ringan, sedang, berat. Kemudian, rumah sakit akan diminta untuk mengadakan perbaikan sistem kerja sesuai dengan permasalahan terkait dalam 30 hari, atau dengan perpanjangan maksimal 6 bulan (menurut Pasal 43 ayat 3 dan Pasal 44 ayat 2), atau bila tidak bisa akan ditindaklanjuti dengan pengenaan denda atau pencabutan izin operasional.

      Kembali lagi apabila disesuaikan dengan kasus dr. Bimanesh ini, kami belum dapat mengatakan hukuman pasti yang dikenakan pada Rumah Sakit Medika Permata Hijau karena belum ada berita resmi terkait.

      Sekian penjelasan singkat yang dapat saya sampaikan, mohon maaf bila ada kekurangan. Semoga dapat menjawab pertanyaan Anda..
      Untuk informasi lebih mendetail, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien sekiranya dapat menjadi referensi.
      Terimakasih, salam Oey, Yedida Stephanie Sugianto 41170190

      Hapus
  45. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  46. Wanty Layuklinggi23 Mei 2020 pukul 10.52

    Artikel yang sangat menarik. Saya ingin bertanya beberapa pertanyaan:
    1. Pada bagian pencermatan fakta/defibrilasi fakta berupa kronologi yang menjadi kasus etika, dikatakan bahwa saat itu dr.Michael menduga telah terjadi salah input data. Kemudian Michael memperbaiki kesalahan itu dan malah menemukan perubahan diagnosa Novanto, dari semula ditulis vertigo menjadi vertigo pasca cedera kepala ringan. Apakah tindakan "memperbaiki data" oleh dr.Michael bisa dibenarkan atau bagaimana?
    2. Saya pernah membaca buku yang mengatakan bahwa sanksi terhadap penggaran etik berupa tuntunan, sedangkan pada hukum berupa tuntutan. Pada kasus ini dr.Bimanesh kan melanggar etik kedokteran, apakah dari IDI tidak ada tindakan berupa tuntunan atau diadili menurut peraturan IDI sendiri?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya. Saya Anastasia Dwi M (41170206) ijin mencoba menjawab pertanyaan nomor 1. Menurut PERMENKES Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis pasal 5 ayat 5 disebutkan bahwa “Dalam hal terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medis dapat dilakukan pembetulan” dan ayat 6 disebutkan bahwa “Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya dapat dilakukan dengan cara pencoretan tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang bersangkutan”. Di bagian pencermatan fakta disebutkan bahwa dr. Michael menduga adanya salah input data karena seharusnya data Novanto masuk melalu poliklinik dr. Bimanesh, tapi saat akan memperbaiki input data, dr. Michael menemukan perubahan diagnosis. Jadi, dr. Michael baru mau memperbaiki kesalahan input data tersebut tetapi malah menemukan perubahan isi rekam medis oleh dr. Bimanesh. Pembetulan isi rekam medis dapat dilakukan sesuai dengan peraturan yang ada

      Hapus
    2. Terima kasih. Semoga jawaban saya dapat menjawab pertanyaannya dan semoga bermanfaat.

      Hapus
    3. Edenia Asisaratu24 Mei 2020 pukul 22.42

      Terimakasih atas pertanyaannya, saya Edenia Asisaratu (41170186) akan mencoba menjawab pertanyaan yang kedua. Karena kasus dokter Bimanesh bersangkutan dengan kasus pelanggaran etika kedokteran, maka IDI juga menyiapkan tindakan pada dokter Bimanesh, dapat berupa sanksi yang paling ringan yaitu peringatan tertulis sampai sanksi yang berat yaitu pencabutan keanggotaan secara tetap. IDI telah memproses dokter Bimanesh secara etik saat ditetapkan menjadi tersangka tapi masih terhenti karena dokter Bimanesh masih menjalani proses hukumnya sehingga proses etik belum selesai, putusan peradilan juga ikut menentukan sanksi apa yang akan diberikan oleh IDI. Selain IDI akan memberikan sanksi disiplin dan etik IDI juga berkewajiban untuk memberi proses pembinaan dan rehabilitasi (pemulihan nama baik) pada dokter Bimanesh yang baru dapat dilakukan setelah dokter Bimanesh menjalani masa hukumannya. Namun, jika dokter Bimanesh tidak mau menjalankan praktik lagi sebagai dokter setelah menjalani masa hukuman, maka sanksi etik, pembinaan, dan rehabilitasi tidak dikalukan.
      Terimakasih, semoga jawaban saya dapat membantu.

      Hapus
  47. Tindakan yg dilakukan oleh dr. Bimanesh sangat tercela dan menodai citra profesi dokter dan dia sadar dengan apa yg dia lakukan itu.
    Saya ingin bertanya.
    1. Apakah dr. Bimanesh hanya mendapatkan hukuman 4 tahun penjara dan denda?
    Jika iya, kenapa gelar atau izin prakteknya tidak dicabut?
    2. Apakah dari rumah sakit juga mendapatkan kerugian dari tindakan dr. Bimanesh?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaannya, saya Ormy Abiga Mahendra (41170155) akan mencoba menjawab pertanyaan yang pertama, iya untuk saat ini dr Bimanesh menerima hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. IDI juga telah memproses secara etik saat ditetapkan menjadi tersangka tapi masih terhenti karena dr Bimanesh masih menjalani proses hukumnya sehingga proses etik belum selesai, putusan peradilan juga ikut menentukan sanksi apa yang akan diberikan oleh IDI. Selain itu IDI akan memberikan sanksi disiplin dan etik IDI juga berkewajiban untuk memberi proses pembinaan dan rehabilitasi (pemulihan nama baik) pada dokter Bimanesh yang baru dapat dilakukan setelah dokter Bimanesh menjalani masa hukumannya. IDI tidak punya kewenangan untuk mencabut izin praktik karena tugas dari IDI sebatas menyangkut disiplin dan etika profesi. Karena yang bisa mencabut surat izin praktik itu adalah dinas kesehatan. Maka dinas kesehatan yang bisa menyatakan apakah dia izin praktiknya dicabut atau tidak. Terimakasih semoga jawaban saya dapat membantu.

      Hapus
    2. Selamat malam Stella, saya ijin menjawab pertanyaan nomor dua. Untuk dampak secara langsung tidak ada, namun jelas rumah sakit terseret karena ada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Kewajiban Rumah Sakit Dan Kewajiban Pasien di mana mengaitkan mengenai salah satu bentuk tanggung jawab rumah sakit ialah mencakup urusan pengadaan rekam medis, administrasi, dsb. Jadi, yang berperan di sini lebih pada pembenahan internal yang disoroti dari segi etika. PERS/KERS yang berperan dalam proses perbaikan image sekaligus bentuk pertanggung jawaban atas nama rumah sakit kepada pemerintah.

      Demikian yang dapat saya jawab. Sekian dan terima kasih 🙏🏻
      Salam,
      Oey, Yedida Stephanie S
      41170190

      Hapus
    3. Sumber jawaban saya dari
      - Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Kewajiban Rumah Sakit Dan Kewajiban Pasien
      - Buku Etika Biomedis oleh K. Bertens

      Hapus
  48. Divia Pridayanthi23 Mei 2020 pukul 12.39

    Hallo kelompok 5.. Informasi yang kalian berikan berikan sangat menarik!

    Saya ingin bertanya terkait kasus diatas..

    1. Apa sanksi yang diterima oleh dr. Bimanesh setelah melakukan hal tersebut jika dilihat dari kode etik kedokteran dan dari IDI ?
    2. Selain pemalsuan rekam medis, apakah ada penyalahgunaan rekam medis lainnya yang mungkin dilakukan oleh penyedia pelayanan kesehatan maupun oleh penerima layanan kesehatan ? Jika ada, konsekuensi yang akan didapatkan oleh pelakunya apa ?

    Terima kasih :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Divia Pridayanthi23 Mei 2020 pukul 13.01

      Nama : Ni Kadek Ayu Divia P (41170131)

      Hapus
    2. Terimakasih atas pertanyaannya, saya Ormy Abiga Mahendra (41170155) akan mencoba menjawab pertanyaan yang pertama, jika dilihat dari kode etik kedokteran bisa dilihat adanya pasal- pasal yang dilanggar. Pada Pasal 3 misalnya, yang menyebut "Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi." Selain itu, Pasal 7 dan turunannya. Pasal 7: Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya. Pasal 7b: Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan dalam menangani pasien. Tetapi setelah ditelusuri lebih jauh berita yang terbaru dr Bimanesh IDI telah memproses secara etik saat ditetapkan menjadi tersangka tapi masih terhenti karena dr Bimanesh masih menjalani proses hukumnya sehingga proses etik belum selesai, putusan peradilan juga ikut menentukan sanksi apa yang akan diberikan oleh IDI. Selain itu IDI akan memberikan sanksi disiplin dan etik IDI juga berkewajiban untuk memberi proses pembinaan dan rehabilitasi (pemulihan nama baik) pada dokter Bimanesh yang baru dapat dilakukan setelah dokter Bimanesh menjalani masa hukumannya. IDI tidak punya kewenangan untuk mencabut izin praktik karena tugas dari IDI sebatas menyangkut disiplin dan etika profesi. Karena yang bisa mencabut surat izin praktik itu adalah dinas kesehatan. Maka dinas kesehatan yang bisa menyatakan apakah dia izin praktiknya dicabut atau tidak. Terimakasih semoga jawaban saya dapat membantu.




      Hapus
  49. Betul sekali, apakah terkait sanksi yang diberikan sudah dijalankan dengan baik?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaannya, saya Ormy Abiga Mahendra (41170155) akan mencoba menjawab pertanyaan yang , untuk saat ini dr Bimanesh sudah menjalankan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Untuk IDI sendiri juga telah memproses secara etik saat ditetapkan menjadi tersangka tapi masih terhenti karena dr Bimanesh masih menjalani proses hukumnya sehingga proses etik belum selesai, putusan peradilan juga ikut menentukan sanksi apa yang akan diberikan oleh IDI. Selain itu IDI akan memberikan sanksi disiplin dan etik IDI juga berkewajiban untuk memberi proses pembinaan dan rehabilitasi (pemulihan nama baik) pada dokter Bimanesh yang baru dapat dilakukan setelah dokter Bimanesh menjalani masa hukumannya. Terimakasih semoga jawaban saya dapat membantu.

      Hapus
  50. Bagaimana respon IDI menanggapi masalah yang dilakukan dr. Bimanesh?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya Novita Eveline T (41170162) baik terima kasih sudah membaca artikel ini dan memberikan pertanyaan pada kelompok kami. Disini saya kan mencoba menjawab pertanyaannya jadi ketika terbukti adanya kesengajaan bahwa Bimanesh sengaja menghalang-halangi proses hukum Novanto maka hal ini mendapat respons dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Dari IDI sendiri masih melihat apakah KPK menetapkan tersangka dalam hal ini yaitu dr Bimanesh karena ada pelanggaran hukum di dalam aturan pidana umum, atau ada kaitannya dalam keprofesian sebagai dokter. Jika Bimanesh ditetapkan sebagai tersangka karena murni pelanggaran atas hukum pidana, maka pemberian sanksi terhadap Bimanesh masuk ranah penegak hukum. Namun, jika pelanggaran etik juga terbukti dilakukan oleh Bimanesh, maka IDI akan turun tangan memberi sanksi baginya. Sebelumnya dari IDI sendiri sudah sempat memproses dr Bimanesh secara etik ketika iya ditetapkan sebagai tersangka. Namun proses tersebut sempat terhenti karena dr Bimanesh masih menjalani proses hukumnya sehingga proses etik yang dilakukan IDI belum selesai. Sampai Saat ini IDI sendiri belum bisa menjatuhkan sanksi bagi Bimanesh karena IDI belum menerima putusan dari pengadilan terkait vonis yang dijatuhkan terhadap dr Bimanesh. Proses pemeriksaan dari IDI baru akan dilanjutkan setelah dr Bimanesh selesai menjalani hukumannya. Akan tetapi selama dr Bimanesh menjalani hukuman IDI tetap akan melakukan pendampingan dan rehabilitasi. IDI sanksi yang bisa didapatkan oleh dr Bimanesh bisa berupa sanksi ringan atau sanksi berat. Sanksi Ringan yaitu bisa dimulai dari surat peringatan sampai ke sanksi berat yaitu pencabutan keanggotaan bisa sementara atau tetap. Baik mungkin itu yang dapat saya sampaikan, sekian dan terima kasih.

      Hapus
  51. Selamat siang,
    Selaku masyarakat di luar bidang medis saya ingin tau dan bertanya, "apakah setiap dokter/dokter gigi yg praktek atau pun memberi layanan kesehatan kepada pasien harus membuat rekam medis?
    Ataukah hanya dengan pasien2 yg dengan kasus yg bisa di bilang kompleks saja di buatkan rekam medis?
    Misalnya seperti kecelakaan .dan pasien dengan penyakit biasa misalnya flu&batuk tidak apakah juga perlu di buatkan rekam medis?
    Jika jawabannya ya, mengapa baik pasien yg dengan sakit yg kompleks maupun biasa saja perlu di buatkan rekam medis?
    dan rekam medis tersebut biasanya berguna untuk apa?
    Lalu jika misal ada dokter yg tidak membuat rekam medis karena pasien hanya menderita flu padahal semua dr diharuskan membuat rekam medis apakah ada sanksi yg akan di dapatkan?
    Sanksi sperti apa itu...

    Terima kasih..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya. Saya Anastasia Dwi M (41170206) ijin mencoba menjawab pertanyaan yang pertama. Menurut PERMENKES Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa “Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis”, ayat 2 disebutkan bahwa “Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan” dan ayat 3 menyebutkan bahwa “Pembuatan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui pencatatan dan pendokumentasian hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan pada pasien”.
      Jadi, sesuai peraturan tersebut setiap dokter/dokter gigi wajib membuat rekam medis atas pemberian layanan kesehatan seperti pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lainnya.

      Hapus
    2. Terima kasih. Semoga jawaban saya dapat menjawab pertanyaannya dan semoga bermanfaat.

      Hapus
    3. Terima kasih atas pertanyaannya. Saya Anastasia Dwi M (41170206) ijin mencoba melanjutkan menjawab pertanyaannya. Menurut UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 46 ayat (1), yang dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien dan menurut PERMENKES Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis yang telah dijabarkan di komentar saya sebelumnya. Pasien dengan flu, batuk bahkan dengan keluhan/ penyakit kompleks wajib untuk dituliskan dalam rekam medis sebagai catatan dan dokumen dari pasien tersebut.
      Rekam medis dapat digunakan sebagai dasar dan petunjuk dalam menganalisis penyakit serta merencanakan pengobatan, perawatan dan tindakan medis; informasi perkembangan kronologis penyakit, pelayanan medis, pengobatan dan tindakan medis; petunjuk dan bahan untuk menetapkan pembiayaan dalam pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan; bermanfaat dalam penyelesaian masalah hukum, disiplin dan etik.
      Menurut UU Praktik Kedokteran pasal 79 disebutkan bahwa setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak membuat rekam medis dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
      (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
      Selain itu, dokter dan dokter gigi yang tidak membuat rekam medis juga dapat dikenakan sanksi secara perdata, karena tidak melakukan yang seharusnya dilakukan dalam hubungan dokter dengan
      pasien.
      Terima kasih. Semoga jawaban saya dapat menjawab pertanyaannya dan semoga bermanfaat.
      Sumber:
      1. Republik Indonesia 2004, Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
      2. Menkes RI. 2008. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis
      3. Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Manual Rekam Medis.

      Hapus
  52. Halo selamat sore, saya ingin bertanya apakah setelah dokter tersebut terkena sanksi, setelah selesai dipenjara, diperbolehkan untuk melakukan praktek kembali secara langsung? Atau harus melalui beberapa tahapan terlebih dahulu? Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas tanggapannya terhadap blog kami. Saya Choya Alvis Chenarchgo_41170166 izin menjawab. UU no. 29 tahun 2004 tentang "Praktik Dokter" Bab 9 pasal 2 menjelaskan bahwa dokter yang telah menerima sanksi hukum, setelah dilakukan diskusi dan pertimbangan hukum akan menjalani masa Pembinaan dan pengawasan.

      Sehingga segala kesalahan dokter bila dirasa cukup berat, mendapat hukuman maupun teguran (tertulis hingga teguran terakhir) akan menjalani masa pembinaan dan pengawasan untuk melihat apakah dokter tersebut masih layak untuk bekerja sebagai dokter atau tidak.

      Namun, sayangnya tidak dijelaskan lebih lanjut bila masa pembinaan dan pengawasan sudah lewat bagaimana cara kita dapat memastikan dokter tidak melakukan hal yang sama berulang.

      Sekian jawaban saya yang jauh dari kata sempurna. Terima Kasih!

      Hapus
  53. Halo selamat sore, saya ingin bertanya apakah setelah dokter tersebut terkena sanksi, setelah selesai dipenjara, diperbolehkan untuk melakukan praktek kembali secara langsung? Atau harus melalui beberapa tahapan terlebih dahulu? Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya, saya Tandean Jeffrey Ferdinand (41170180) akan mencoba menjawab pertanyaan anda. Diperbolehkan atau tidaknya praktek kembali tergantung keputusan dari IDI dan Dinas Kesehatan, karena dari kabar terbaru pada tanggal 17 Juli 2018 di Tribun. Dikabarkan akan diberikan sanksi etik dan disiplin, dimana sanksi paling ringan adalah peringatan tertulis sampai pencabutan keanggotaan secara tetap (Pasal 69 UU Praktik Kedokteran). Namun yang bisa mencabut izin praktik dokter adalah dinas kesehatan dibawah kementrian kesehatan. Tapi sampai saat ini (Berdasarkan berita 17 Juli 2018 di Tribun) IDI belum bisa menjatuhkan sanksi bagi dr. Bimanesh karena IDI belum menerima amar putusan dari pengadilan terkait vonis yang dijatuhkan terhadapnya. IDI juga berkewajiban untuk memberi proses pembinaan dan rehabilitasi (pemulihan nama baik) pada dokter Bimanesh yang baru dapat dilakukan setelah dokter Bimanesh menjalani masa hukumannya. Namun, jika dokter Bimanesh tidak mau menjalankan praktik lagi sebagai dokter setelah menjalani masa hukuman, maka sanksi etik, pembinaan, dan rehabilitasi tidak dilakukan. Untuk Tahapannya juga tergantung tingkat sanksi yang didapat jika hanya teguran tertulis maka dr. Bimanesh tidak kehilangan izin praktik dan tetap bisa melakukan praktik (tetap melewati pembinaan dan rehabilitasi dulu)

      Terimakasih, semoga jawaban saya dapat membantu.

      Hapus
  54. Terima kasih untuk penjabaran kronologinya, sangat runtut dan mudah dipahami. Menurut saya yang melanggar kode etik memang harus diberikan hukuman tetapi setelah hukuman selesai bagaimana ya? Apakah boleh kembali bekerja?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Edenia Asisaratu25 Mei 2020 pukul 23.21

      Terimakasih atas pertanyaannya. Saya Edenia Asisaratu (41170186) akan mencoba untuk menjawab. Menurut UU Praktik Kedokteran Pasal 69 sanksi yang diberikan pada dokter yang melakukan pelanggaran etik dan disiplin bisa berupa sanksi yang paling ringan yaitu peringatan tertulis sampai sanksi yang berat yaitu dapat berupa pencabutan dari keanggotaan IDI dan pembekuan Surat Tanda Registrasi (STR) secara sementara atau tetap sehingga SIP tidak berlaku dan kewenangan menjalankan praktik kedokteran juga dicabut sesuai jangka waktu yang ditentukan.
      Terimakasih, semoga dapat membantu.

      Hapus
  55. Artikel yang bermanfaat sekali dalam dunia etik kedokteran!
    Dalam Etik dan Hukum RS, ada suatu badan yang dibentuk di bawah nama
    "Panitia Etika Rumah Sakit (PERS)/Hospital Ethical
    Commitee" yang seharusnya berperan dalam menilai penyelesaian melalui kebijaksanaan/memberikan anjuran-anjuran tertentu pada kasus pelanggaran etika sulit, yang dialami dokter yang bernaung di suatu RS.
    Saya ingin bertanya menurut tanggapan penulis, bagaimana seharusnya tindakan PERS dalam menghadapi kasus pelanggaran etik dr. Bimanesh?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf sebelumnya ini yang bertanya atas nama Anastasia Aprilia T - 41170202 dari kelompok 4 (Eutanasia). Terima kasih.

      Hapus
    2. Selamat malam Acha, terima kasih untuk pertanyaannya. Di dalam berita kasus dr. Bimanesh ini tidak ada yang menyebutkan secara terperinci mengenai peran KERS (Komisi Etika Rumah Sakit)/Hospital Ethics Comittee. Akan tetapi, ijinkan saya menjabarkan sedikit terkait pertanyaan akan tindakan yang seharusnya dilakukan KERS (atau PERS). Seperti yang kita ketahui bahwa kini tiap rumah sakit di Indonesia diwajibkan untuk memiliki KERS meskipun tidak jarang kurang berfungsi di berbagai rumah sakit dan hanya sebatas formalitas. Hal tersebut sangat disayangkan karena KERS yang aktif dan bijaksana dapat memberi kontribusi besar untuk meningkatkan dan memantapkan mutu etis rumah sakit.
      Ada 3 tugas KERS:
      1. Tugas pertama bersifat konsultatif. Ini artinya direksi atau staf rumah sakit dapat memohon advice tentang sebuah kasus yang terjadi di rumah sakit. Apabila dikaitkan dengan kasus dr. Bimanesh, mungkin ada baiknya bila direksi atau staf RS Medika berkonsultasi atau sekedar bertukar pikiran mengenai langkah terbaik sebagai wujud tindak lanjut. Terkadang konsultasi dapat pula bersifat retrospektif, artinya tentang kasus yang sudah lewat. Kerap kali keputusan medis dibutuhkan segera sehingga tidak sempat mengumpulkan KERS dahulu. Akan tetapi konsultasi bisa dilakukan untuk mengevaluasi keputusan yang sudah diambil dan memetik hikmahnya untuk masa yang akan datang. Bisa juga bila kasus maih dalam tanda tanya, KERS dapat melakukan penyelidikan agar pimpinan dapat saran konkret untuk meningkatkan mutu pelayanan. Selaras pula untuk diterapkan pada kasus ini.
      2. Tugas kedua adalah mengembangkan peraturan. KERS bisa diminta oleh direksi untuk membuat peraturan atau pedoman yang berkaitan dengan masalah etis di rumah sakit. Kebutuhan itu bisa untuk memenuhi keluhan masyarakat atau kepuasan pasien yang terbaca melalui formulir kepuasan pasien. Misal pada kasus pemalsuan diagnosis oleh dr. Bimanesh ini, barangkali KERS dapat berperan dalam mengajukan usulan peraturan, kebijakan, prosedur, juga sanksi yang tepat kepada direksi rumah sakit.
      3. Tugas ketiga adalah memajukan pendidikan di bidang etika. KERS akan lebih baik bila dapat mulai dengan dirinya sendiri. Supaya dapat menjalankan tugasnya dengan baik, anggota KERS harus dididik terlebih dahulu mengenai etika dan bioetika. Di samping itu KERS juga harus bisa menjadi pelopor dalam menanamkan dan memupuk keinsafan etis dalam lingkungan rumah sakit. Misalnya ambil peeran untuk memprakarsai ceramah, pertemuan, atau lokakarya yang kaitannya dengan bioetika. Ini dapat menjadi ajang untuk KERS memperlihatkan bahwa aspek etis berperan penting juga dalam berbagai aspek seperti masalah klinis, manajemen, atau pula masalah rekam medis seperti pada kasus ini. Perlu diakui poin yang terakhir ini sangat susah untuk dapat diterapkan mengingat kemajuan jaman yang cenderung kurang mempertimbangkan hal-hal etik.

      Sekian jawaban saya, semoga cukup memuaskan. Terimakasih :)
      Salam,
      Oey, Yedida Stephanie Sugianto 41170190

      Hapus
    3. Maaf lupa menyertakan sumber, sumber yang saya gunakan ialah buku Etika Biomedis karangan Prof. K. Bertens..
      Terima kasih

      Hapus
  56. Pembahasan yg bagus. Izin bertanya darimana seseorang bs mengatakan bahwa rekam medis itu termasuk palsu? Bagaimana jika memang pasien nya yang pura-pura sakit, shg dokter pun hanya menulis apa yg dikeluhkan pasien tsb? Terimakasi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih sudah membaca dan memberi pertanyaan. Saya F. Julian Sciffa Mulya (41170201) izin mencoba menjawab.
      Isi Rekam Medis:
      a. Catatan, merupakan uraian tentang identitas pasien, pemeriksaan
      pasien, diagnosis, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain baik
      dilakukan oleh dokter dan dokter gigi maupun tenaga kesehatan
      lainnya sesuai dengan kompetensinya.
      b. Dokumen, merupakan kelengkapan dari catatan tersebut, antara lain
      foto rontgen, hasil laboratorium dan keterangan lain sesuai dengan
      kompetensi keilmuannya.

      PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 269/MENKES/PER/III/2008 TENTANG REKAM MEDIS Pasal 5
      (1)Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis.
      (2)Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan.
      (3)Pembuatan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui pencatatan dan pendokumentasian hasil pemeriksaan pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
      (4)Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan secara langsung.
      (5)Dalam hal terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medis dapat dilakukan pembetulan.
      (6)Pembetuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya dapat dilakukan dengan cara pencoretan tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang bersangkutan.

      Dari hal tersebut dijelaskan bahwa rekam medis tidak hanya berisi keluhan pasien tetapi juga hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang yang dilakukan oleh dokter maupun dokter gigi. Rekam medis dikatakan palsu ketika seorang dokter sudah mengetahui atau sengaja melakukan perubahan pada rekam medis, seperti diagnosis untuk sesuatu tujuan seperti pada kasus diatas. Jika kesalahan karena pasiennya berbohong, tetapi dokter tidak mengetahui, rekam medis tetap asli asal dokter tidak memanipulasi temuan nya saat pemeriksaan. Terimakasih semoga membantu.

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    3. Sumber:
      1. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 269/MENKES/PER/III/2008 TENTANG REKAM MEDIS.
      2. Manual Rekam Medis, Konsil Kedokteran Indonesia

      Hapus
  57. Menurut kakak kakak, apa yang sudah dilakukan pemerintah maupun pihak berwajib dalam mengurangi angka pemalsuan diagnosa/rekam medis?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hallo , Terimakasih sudah membaca artikel ini dan memberikan pertanyaan yang baik. Saya Gregorius Daniel Gokasi Ambarita (41170172) izin mencoba menjawab pertanyaan saudara Anonim. Upaya pemerintah maupun pihak berwajib dalam menangani / mengurangi pemalsuan rekam medis sebenarnya sudah tertuang didalam PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 269/MENKES/PER/III/2008 TENTANG REKAM MEDIS dan juga sudah disertai dengan Pertanggungjawaban pidana terhadap pemalsuan rekam medis dapat yang dapat kita lihat dengan berpijak pada Wetboek van Statrecht (KUHP) sebagai kitab atau sumber utama dalam Bidang Pidana kemudian adanya fungsi pengawasan dari pihak rumah sakit juga membantu dalam menangani kasus pemalsuan rekam medis ini. Pada PERMENKES nomor 269/2008 tentang Medical Records terdapat Pasal yang mengatur siapa yang bertanggungjawab. Dalam Pasal 14 menegaskan bahwa pimpinan (director) rumah sakitlah yang bertanggungjawab apabila terjadi suatu pemalsuan rekam medis. Akan tetapi, tidak dijelaskan pertanggungjawaban seperti apa yang akan dilaksanakan oleh pimpinan sehingga terjadi suatu kekaburan norma. Jika kita melihat, KUHP disini sebagai suatu lex generalis (hukum umum) dan PERMENKES sebagai suatu lex specialis (hukum khusus) untuk pemalsuan rekam medis. Pengaturan terkait pemalsuan rekam medis tidak secara tegas diatur dalam Wetboek van Statrecht (KUHP), namun rekam medis merupakan suatu dokumen dimana untuk pemalsuan dokumen sudah diatur dalam Pasal 263 Wetboek van Statrecht (KUHP) yang secara tegas menghukum siapapun yang terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan surat sehingga dalam Pasal ini menjadi payung hukum atas pertanggungjawaban pidana pemalsuan rekam medis meskipun tidak secara tegas disebutkan dikarenakan mengingat rekam medis merupakan suatu berkas/dokumen. Pemalsuan dokumen yang berkenaan dengan ini dapat kita temukan ketentuannya dalam KUHP Pasal 263 ayat (1) menegaskan seorang juga dapat ikut dikatakan melakukan tindakan pemalsuan jikalau meminta pihak lain menggunakanan surat seperti isinya benar dan tidak dipalsukan, dapat diartikan sebagai tidak hanya tenaga medis saja yang dapat di pidana jika memalsukan rekam medis akan tetapi pasien juga dapat di pidana dengan Pasal yang sama jika si pasien lah yang meminta atau menginginkan pemalsuan rekam medis itu terjadi. Terdapat pula dalam ayat (2) menegaskan bahwa pemalsuan surat merupakan suatu tindak pidana karena dapat menimbulkan suatu kerugian.
      Seseorang yang terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan pada Pasal ini dapat di pidana penjara maksimal 6 (enam) tahun. Pertanggungjawaban pidana apabila terjadi pemalsuan rekam medis dapat dilakukan apabila tenaga medis tersebut terbukti membuat dan/atau merubah isi dari rekam medis sesuai dengan ketentuan Pasal pemalsuan surat. Perlu dilakukannya proses peradilan pidana untuk membuktikan unsur-unsur kesalahan dalam tindak pidana untuk dapat dipertanggungjawabkan.
      Jadi, dapat disimpulkan jika pemerintah telah berupaya dalam menangani/ mengurangi angka pemalsuan rekam medis melalui Permenkes dan pertanggungjawaban pidana (KUHP) juga terkait pengawasan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit , namun yang perlu dicermati disini aturan tersebut belum secara tegas dalam memberikan sanksi sehingga pemerintah bersama pihak berwenang masih perlu berbenah dalam memberikan sanksi tegas bagi siapa saja yang melakukan pemalsuan rekam medis. Baik, mungkin itu saja yang bisa saya sampaikan. Terima kasih atas perhatiannya semoga bisa menjawab dan semoga bermanfaat :).

      Hapus
    2. Sumber :

      -Afriko, Joni, 2016, Hukum Kesehatan (Teori dan Aplikasinya), Bogor: In Media.
      -Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor (PERMENKES) Nomor 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis
      -Wetboek van Statrecht (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana/KUHP)

      Hapus
  58. Artikel yang sangat bagus!! Saya ingin bertanya, apa hal-hal yang membuat rekam medis dinyatakan asli? Apabila pasien berbohong tentang keluhannya dan kemudian dokter mencatat di rekam medis, apakah kemudian rekam medis tersebut menjadi palsu?

    Terima kasih, sukses selalu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih sudah membaca dan memberi pertanyaan. Saya F. Julian Sciffa Mulya (41170201) izin mencoba menjawab.
      Isi Rekam Medis:
      a. Catatan, merupakan uraian tentang identitas pasien, pemeriksaan
      pasien, diagnosis, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain baik
      dilakukan oleh dokter dan dokter gigi maupun tenaga kesehatan
      lainnya sesuai dengan kompetensinya.
      b. Dokumen, merupakan kelengkapan dari catatan tersebut, antara lain
      foto rontgen, hasil laboratorium dan keterangan lain sesuai dengan
      kompetensi keilmuannya.

      PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 269/MENKES/PER/III/2008 TENTANG REKAM MEDIS Pasal 5
      (1)Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis.
      (2)Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan.
      (3)Pembuatan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui pencatatan dan pendokumentasian hasil pemeriksaan pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
      (4)Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan secara langsung.
      (5)Dalam hal terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medis dapat dilakukan pembetulan.
      (6)Pembetuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya dapat dilakukan dengan cara pencoretan tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang bersangkutan.

      Penyelenggaraan rekam medis sudah diatur pada pasal tersebut. selain itu menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) pasal 3 yang menyebutkan Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi. Keaslian dari rekam medis mulai dari penyelenggaraannya harus sesuai dengan peraturan yang yang sudah ada dan dalam penulisannya dokter tidak dipengaruhi oleh siapapun atau apapun. Rekam medis tidak hanya berisi keluhan pasien tetapi juga hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang yang dilakukan oleh dokter maupun dokter gigi. Rekam medis dikatakan palsu ketika seorang dokter sudah mengetahui atau sengaja melakukan perubahan pada rekam medis, seperti diagnosis untuk sesuatu tujuan seperti pada kasus diatas. Jika kesalahan karena pasiennya berbohong, tetapi dokter tidak mengetahui, rekam medis tetap asli asal dokter tidak memanipulasi temuan nya saat pemeriksaan. Terimakasih semoga membantu.

      Sumber:
      1. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 269/MENKES/PER/III/2008 TENTANG REKAM MEDIS.
      2. Manual Rekam Medis, Konsil Kedokteran Indonesia

      Hapus
  59. Terima kasih untuk artikel yg menarik ini
    Tanggapan saya, di indonesia telah terjadi banyak sekali pelanggaran seperti ini cuman tidak terekspos oleh media atau hukum. Kasus ini viral karena yang ditangani waktu itu adalah seorang koruptor yang tengah viral yaitu pak setya novanto
    Yang saya tanyakan :
    1. Apa yang harus dilakukan oleh pemerintah atau ikatan dokter indonesia dalam mengantisipasi kejadian pemalsuan seperti kasus di artikel ini

    2. Apakah kasus pemalsuan rekam medis ini bisa juga terjadi pada saat visum et repertum ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaannya, saya Intan Saraswati NIM 41170194 izin menjawab,
      1. pemerintah dan IDI sebenarnya sudah membuat aturan dengan pertimbangan dan sanksi supaya tidak untuk dilanggar. namun, ternyata masih ada yang melanggar aturan yang sudah dibuat. jadi mungkin yang harus dilakukan pemerintah dan IDI yaitu dengan mempertimbangkan sanksi yang diberikan, mungkin harus diperberat supaya memberi efek jera bagi pelaku. selain itu pada saat tingkat sekolah, khususnya pendidikan dokter ditanamkan sikap jujur karena sikap ini sangat penting dalam setiap pengambilan keputusan dan tindakan di semua profesi. antisipasi lainnya, yaitu pengawasan yang seharusnya lebih ketat dalam bidang kesehatan seperti di kontrol pengawasan laporan data pasien Rumah Sakit. publikasi mengenai kasus seperti ini juga mungkin dapat membuat para dokter atau pihak yang berkesempatan atau berkemungkinan melakukan tindakan seperti ini takut atau akan memikirkan risiko dari tindakannya nanti.
      2. sebenarnya dalam menuliskan setiap hasil pemeriksaan baik untuk di tulis di rekam medis atau di VeR dokter di tuntut untuk jujur. namun masih ada pelanggatan dalam bentuk pemalsuan rekam medis. Pada penulisan VeR menurut saya masih mungkin adanya pemalsuan hasil. Namun dapat lebih dipastikn dengan dilakukan pemeriksaan di beberapa dokter yang merupakan permintaan dari penyidik untuk memastikan atau antisipai adanya pemalsuan diagnosis.
      terimakasih, semoga menjawab pertanyaannya

      Hapus
  60. artikel yang menarik dan bermanfaat.
    sy ingin bertanya,
    berdasarkan KODEKI yang disampaikan penulis, terutama pada pasal 7b yaitu :
    “Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien”

    berdasarkan kodeki tersebut, apakah dokter micahel tidak melanggar kode etik? karena mengetahui dari awal bahwa dr bimanesh telah meminta dr michael untuk mendiagnosis pasien kecelakaan walaupun belum melihat dan memeriksa langsung kondisi pasien. apakah dokter michael tidak melakukan tindakan apa - apa saat sejawatnya meminta langsung diagnosis korban padahal belum memeriksan, dari kasus ini sejak awal sudah terlihat kejanggalan dari sejawatnya. berdasarkan kodeki pasal 7b, bukankan seharusnya seorang dokter memiliki kewajiban untuk mengingatkan sejawatnya yang memiliki kekurangan karakter?
    menurut kelompok kalian bagaimana sikap dari dr michael, apakah sudah benar bersikap biasa saja dan tidak curiga terhadap rekan sejawatnya saat permulaan kasus terjadi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. - Bagus Made Arisudana WPS (41170110)

      Hapus
    2. Hallo , Terimakasih sudah membaca artikel ini dan memberikan pertanyaan yang baik. Saya Gregorius Daniel Gokasi Ambarita (41170172) izin mencoba menjawab pertanyaan saudara Ari. Mari kita mencermati kembali hasil analisa kasus pemalsuan RM Setya Novanto diatas . Dijelaskan bahwa disini dr. Michael sudah menolak untuk memberikan diagnosa dengan alasan bahwa dr. Michael sendiri belum memeriksa pasien (Setya Novanto) secara langsung. Menurut saya dr. Michael melakukan hal tersebut sesuai dengan prosedur rumah sakit. Namun, karena hasil diagnosanya diubah dr. Michael saat itu menduga telah terjadi salah input data. Kemudian Michael memperbaiki kesalahan itu dan malah menemukan perubahan diagnosa Novanto, dari semula ditulis vertigo menjadi vertigo pasca cedera kepala ringan. Kemudian KPK keluar sekitar pukul 00.00 WIB (12 malam) dr. Michael menuju admission dan mendapati bahwa diagnosis yang tertulis berbeda dengan yang dibuat oleh Bimanesh di depannya. Waktu di IGD sekitar pukul 18.45 WIB dr. Bimanesh menulis diagnosis Setya Novanto yaitu hipertensi, vertigo, dan diabetes mellitus. kemudian Pukul 00.00 WIB tertulis hipertensi, vertigo pasca CKR (cedera kepala ringan) dan diabetes mellitus. KPK mengendus kejanggalan dalam perawatan Novanto di RS Medika. Bimanesh dan mantan pengacara Setya Novanto diduga melakukan manipulasi data medis.

      Disini yang perlu menjadi perhatian adalah dr. Bimanesh sendiri yang mengambil alih pemeriksaan dan yang bertanggung jawab dalam pemalsuan hasil RM Setya Novanto . Sedangkan jika dilihat dari kronologinya, KPK baru keluar dari RS jam 00.00 lalu dr. Michael baru melakukan crosscheck data sehingga baru ditemukan bahwa terjadi perubahan/ pemalsuan RM Setya Novanto. Berarti kasus ini lebih dulu didapatkan oleh pihak KPK, barulah dr. Michael mengetahui hal tersebut. Pada awalnya dr.Michael hanya mengira terjadi kesalahan input data ,dr. Michael kemudian dia memperbaiki hal tersebut. Ketika KPK keluar, dr. Michael menuju admission dan mendapati bahwa diagnosis yang tertulis berbeda dengan yang dibuat oleh Bimanesh di depannya.

      Menurut saya , dr. Michael telah bersikap sesuai dengan prosedur , sikap biasa saja dari dr. Michael bukan karena dia sengaja namun karena ketidaktahuannya terhadap kasus pemalsuan tersebut. Dr. Michael disini lebih memilih untuk mempercayai rekannya dalam menangani pasien. Lagipula pasien atas nama Setya Novanto ini merupakan pertanggungjawaban dari dr.Bimanesh dan bukan prioritas perhatian dari dr. Michael .Karena secara umum, pasien tersebut merupakan tanggungjawab dari dokter yang menanganinya. Jika pun terdapat kemungkinan dr. Michael sudah mencurigai hal tersebut dan ingin melaporkannya, hal ini tentu memerlukan proses pembuktian dan disini dr. Michael kalah cepat dalam mencari bukti dibandingkan KPK yang sudah lebih dulu mengendus kejanggalan RM dari Setya Novanto. Untuk melihat bagaimana dr. Michael memberikan kesaksian dalam kasus ini , saya akan menyertakan link berita bagi saudara Ari.
      Terima kasih atas perhatiannya semoga bisa menjawab dan semoga bermanfaat .

      Link Berita :
      - https://www.era.id/read/98UyZN-dokter-michael-bersaksi-di-persidangan-bimanesh

      Sumber :
      -Menkes RI 2008, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis.
      -KODEKI 2012

      Hapus
  61. Pembahasan materi yang bagus, saya ingin bertanya...
    1.) Apakah instasi yang terkait juga menerima sanksi? Bila iya, sanksi apa yang diterima?
    2.) Bagaimana cara mengetahaui rekam medis itu palsu atau asli?

    Terimakasih :)))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hallo , Terimakasih sudah membaca artikel ini dan memberikan pertanyaan yang baik. Saya Gregorius Daniel Gokasi Ambarita (41170172) izin mencoba menjawab pertanyaan saudara Anonim.

      Untuk pertanyaan pertama , dijelaskan pada PERMENKES nomor 269/2008 tentang Medical Records terdapat Pasal yang mengatur siapa yang bertanggungjawab. Dalam Pasal 14 menegaskan bahwa pimpinan (director) rumah sakitlah yang bertanggungjawab apabila terjadi suatu pemalsuan rekam medis. Akan tetapi, tidak dijelaskan pertanggungjawaban seperti apa yang akan dilaksanakan oleh pimpinan sehingga terjadi suatu kekaburan norma.Untuk seseorang yang terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan pada Pasal ini dapat di pidana penjara maksimal 6 (enam) tahun. Kemudian untuk enaga medis yang melakukan pemalsuan rekam medis juga dapat mendapatkan hukuman tambahan apabila dokumen rekam medis ini digunakan sebagai alat bukti dalam pengadilan, secara tidak langsung tenaga medis tersebut telah melakukan perusakan atas barang bukti yang akan digunakan sehingga tenaga medis dapat dikenakan Pasal merusak barang bukti.

      Dalam persidangan dinyatakan bahwa kasus ini menjadi kesalahan individu yang dilakukan oleh dr.Bimanesh. Jika rumah sakit tersebut terbukti terlibat maka kemungkinan besar rumah sakit tersebut akan ditutup ( tergantung derajat kesalahannya). Hal ini juga dibahas pada PERMENKES no. 4 tahun 2018 tentang kewajiban rumah sakit dan kewajiban pasien ,terutama pasal 43-45 tentang pengenaan sanksi dengan sanksi terberat adalah pencabutan operasional. Namun tidak ada pembahasan lebih lanjut mengenai rumah sakit tersebut , bahkan sampai hari ini , rumah sakit itu masih beroperasi seperti biasanya.

      Hapus
    2. Untuk pertanyaan kedua, disini yang perlu kita cermati adalah struktur tubuh dari isi rekam medis itu sendiri. Lebih jelasnya tertera pada PERMENKES RI NOMOR 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis.

      Secara ringkas Isi Rekam Medis terdiri dari:

      a. Catatan, merupakan uraian tentang identitas pasien, pemeriksaan pasien, diagnosis, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain baik dilakukan oleh dokter dan dokter gigi maupun tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan kompetensinya.
      b. Dokumen, merupakan kelengkapan dari catatan tersebut, antara lain foto rontgen, hasil laboratorium dan keterangan lain sesuai dengan kompetensi keilmuannya.

      Kemudian untuk tatacara penyelenggaraan RM dibahas pada PERMENKES RI NOMOR 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis Pasal 5
      (1)Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis.
      (2)Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan.
      (3)Pembuatan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui pencatatan dan pendokumentasian hasil pemeriksaan pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
      (4)Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan secara langsung.
      (5)Dalam hal terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medis dapat dilakukan pembetulan.
      (6)Pembetuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya dapat dilakukan dengan cara pencoretan tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang bersangkutan.

      Berdasarkan pasal tersebut sudah tertera apa saja yang perlu dituliskan , penulisan RM harus lengkap dan tidak kurang bilamana isi RM tidak sesuai dengan pasal diatas maka RM tersebut dapat dikatakan palsu , selain itu RM juga tidak boleh diubah-ubah sembarangan. selain itu, dijelaskan pula pada Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) pasal 3 yang menyebutkan Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi. Keaslian dari rekam medis mulai dari penyelenggaraannya harus sesuai dengan peraturan yang yang sudah ada dan dalam penulisannya dokter tidak dipengaruhi oleh siapapun atau apapun. Rekam medis tidak hanya berisi keluhan pasien tetapi juga hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang yang dilakukan oleh dokter maupun dokter gigi. Rekam medis dikatakan palsu ketika seorang dokter sudah mengetahui atau sengaja melakukan perubahan pada rekam medis, seperti diagnosis untuk sesuatu tujuan seperti pada kasus diatas. Jika kesalahan karena pasiennya berbohong, tetapi dokter tidak mengetahui, rekam medis tetap asli asal dokter tidak memanipulasi temuan nya saat pemeriksaan. Oleh sebab itu penulisan RM harus didasarkan pada kejujuran baik dari pihak dokter maupun pasien sehingga tatalaksana tepat sasaran dan dapat mengobati keluhan pasien.

      Mungkin itu saja yang bisa saya sampaikan , terima kasih atas perhatiannya semoga bisa menjawab dan semoga bermanfaat .

      Sumber:
      1. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 269/MENKES/PER/III/2008 TENTANG REKAM MEDIS.
      2. KODEKI 2012

      Hapus
  62. Artikelnya bagus dan menarik banget. Ditunggu artikel berikutnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    3. Terimakasih atas apresiasinya saudara Susana, semoga artikel ini bermanfaat :). Semoga juga kedepannya kami bisa menghasilkan karya yang lebih berkualitas

      Salam, Clara Margareta

      Hapus
  63. artikelnya sangat menarik karna menilai dari antusiasme pembaca terkait kasus dan tindak hukum yang dibahas .. dan sepertinya sudah banyajk pertanyaan yang mewakili terutama berkaitan dengan hukum yang berdampak terhadap tenaga medis ...
    Terimakaish banyak ..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas apresiasinya saudara Vallentino Ardine, semoga artikel ini bermanfaat dan semakin menambah pengetahuan anda :). Semoga juga kedepannya kami bisa menghasilkan karya yang lebih berkualitas

      Salam, Gregorius Daniel Gokasi Ambarita

      Hapus
  64. Terimakasih untuk artikel yang menarik ini. Pertanyaan-pertanyaan saya sepertinya sudah terwakilkan oleh beberapa pertanyaan yang sudah diajukan, sehingga sepertinya saya tidak perlu menanyakannya lagi. Sukses selalu!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih kak sudah menyempatkan waktu untuk membaca artikel ini semoga artikel ini bisa untuk menambah wawasan kakak. Sukses selalu, Tuhan memberkati

      Hapus
  65. 1. Bagaimana tanggapan sebagai mahasiswa kedokteran agar ketika menjadi dokter kelak tetep memegang teguh aturan - aturan yang berlaku ?
    Terimakasihh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaannya, saya Ormy Abiga Mahendra (41170155) akan mencoba menjawab pertanyaan, bisa dilakukan upaya preventif yaitu tindakan pencegahan sedini mungkin dalam bidang kedokteran itu sendiri. Tindakan ini dilakukan secara dini mulai dari diri sendiri dengan cara memegang teguh kejujuran,disiplin dan memegang teguh integritas seperti dalam penerapan sehari hari Ketika seorang dokter harus mendiagnosa pasien diabetes melitus , maka Ia harus menuliskan diagnosa
      diabetes melitus, tidak boleh diganti ketika pasien menyuruh untuk mengganti tulisan diagnosa meskipun akan diberi suatau hadiah. Dari kebiasaan dilingkungan mahasiswa diharapkan ketika menjadi dokter akan menjadi dokter yang berkualitas dalam hal kejujuran dan integritas. Terimakasih semoga membantu.

      Hapus
  66. Steven Ganda Wijaya24 Mei 2020 pukul 16.48

    Bagaimana sikap dan tanggapan yang tepat bila kita sebagai dokter kedepannya mendapatkan kasus pasien seperti yang di alami oleh dr. Bimanesh?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih telah membaca dan memberi pertanyaan. Perkenalkan nama saya Victoria Filialni (41170176). Saya akan mencoba menjawab. Menurut saya, sebagai seorang dokter sudah sepatutnya kita menjunjung nilai kejujuran yang harus ditanamkan sejak dini. Oleh karena itu, menjadi seorang dokter bukan semerta-merta memiliki ilmu dan keterampilan yang baik tetapi juga harus memiliki karakter yang baik pula. Jadi, ketika ada kasus yang serupa dengan kasus dr.Bimanesh, seorang dokter mampu memilih keputusan yang baik bagi dirinya, pasien, dan orang-orang disekitarnya dan tentunya tidak melanggar kode etik kedokteran, sumpah dokter, serta nilai dan norma di dalam masyarakat. Dan ketika ditanya mengenai sikap yang diambil saat ada kasus seperti ini tentu seorang dokter harus berani menolak dengan berkata
      “Tidak” dengan mengingat kembali kode etik kedokteran,sumpah dokter, serta nilai dan norma yang sudah dianutnya.
      Mungkin ini yang bisa saya jawab. Terima kasih.

      Hapus
  67. Bagaimana dengan dokter yang memalsukan prosedur atau mungkin diagnosis untuk meningkatkan klaim BPJS? Mengingat jika tidak dilakukan RS akan defisit dan tdk dpt melakukan pelayanan lagi, sehingga lbh merugikan masyarakat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Kak Ken atas pertanyaannya, saya Valentino Yohanes Buriko (41170209) mencoba menjawab pertanyaan sebagai berikut:

      Klaim BPJS pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL) menggunakan koding dari INA-CBGs yang berupa sistem paket, atau sesuai diagnosis terhadap pasien. Berbeda dengan cara pembayaran pada masa ASKES, klaim dilakukan dengan cara fee-for-service dimana pembayaran dilakukan per prosedur/tindakan yang diambil oleh faskes contohnya seperti lama rawat inap, visite dokter, obat, dsb. (beda juga dengan faskes tingkat 1 yang menggunakan sistem kapitasi). Sehingga pada masa BPJS, klaim pasien akan dibayarkan pada pasien berdasarkan tarif yang merupakan rata-rata biaya yang dapat dihabiskan oleh suatu kelompok diagnosis (mis. contoh untuk hipertensi, klaim yang dibayarkan adalah sebesar Rp. 1.500.000).

      Pemalsuan klaim BPJS (fraud) sendiri dapat terjadi karena beberapa hal yang dapat menjadi dilemma sosial dikarenakan pertimbangan keuntungan yang didapatkan RS dari BPJS sendiri. Seringkali, Rumah Sakit dapat merugi karena biaya yang dibayarkan dari BPJS ke Rumah Sakit tidak sesuai oleh tindakan yang diambil, dan tidak menghiraukan variabel-variabel seperti lama perawatan, dsb. Oleh karena itu, pengambilan keputusan sendiri tetap harus dilakukan, dimana untuk memperkecil kerugian, oknum rumah sakit dapat menambahkan diagnosis untuk menutupi kerugian tersebut, akan tetapi di sisi lain, jika oknum rumah sakit masih mengindahkan persetujuan/MoU yang dilakukan oleh pihak BPJS dengan rumah sakit, maka yang seharusnya dilakukan adalah melakukan klaim sesuai diagnosis pasien demi menjunjung tinggi kejujuran.

      Sekian jawaban dari saya, sekiranya jelas dan dapat menjawab pertanyaan tsb. Terima kasih.

      Hapus
    2. Sumber: http://www.pdpersi.co.id/kegiatan/pertemuan_irsjam/tarif_inacbgs.pdf

      Hapus
  68. Terimakasih atas artikel yang menarik ini.
    Saya ingin bertanya,
    Bagaimana sikap dan tanggapan anda pada saat menjadi dokter nantinya kemudian menemuka kasus yg sama dgn dr. Bimanesh? Kemudian apa tindakan dan solusi yg anda akan lakukan pada saat kasus itu terjadi kepada anda ? Dan apa sikap yang anda akan lakukan jika kemudian hari ada teman anda melakukan kasus yg sama dgn dr. Bimanesh ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih saudara Hana untuk pertanyaannya

      Saya Clara Margareta NIM : 41170195 ijin menjawab pertanyaan tersebut, jika saya menemui kasus seperti dr. binamesh saya akan sangat kontra terhadap tindakan beliau dan mendukung upaya penegak hukum untuk memberi sanksi yang sepadan dengan perbuatannya. Bagaimanapun perbuatan beliau sangatlah tercela namun saya tidak akan membully beliau/rekan sejawat saya yang melakukan hal tersebut justru mereka perlu semangat, dorongan, dan motivasi untuk bangkit lagi dan berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Ini juga yang saya lakukan ketika teman saya sendiri yang jatuh dalam kasus tersebut. dan justru kita sebagai temanlah sewajibnya membantu mereka untuk kembali ke jalan yang benar dan mendukung mereka dalam menjalani prosesi hukum. Untuk pertanyaan selanjutnya jika saya yang berada diposisi dr. Bimanesh saya akan sangat malu dan menyesal atas hal yang saya lakukan. Karena awal saya memilih dokter sebagai cita-cita saya karena profesi dokter adalah hal yang mulia tidak sepatutnya kelak saya atau rekan sejawat kami menodai profesi tersebut hanya demi uang. Selanjutnya saya akan tetap bertanggung jawab dengan kesalahan yang saya lakukan dengan mengikuti prosesi hukum yang telah ditentukan.

      Sekian jawaban dari saya semoga bermanfaat. Terimakasih :)
      salam, Clara Margareta 41170195

      Hapus
  69. Artikel yang sangat menarik..terimakasih kakak kakak

    Saya ingin bertanya..setelah dokter bima dicabut SIP (Surat Izin Praktik) nya dan sudah menjalan kan hukumannya yang sesuai...bagaimana jika dr Bima ingin mendapatkan SIP nya kembali?? Apa yang harus dilakukan beliau untuk mendapatkan SIP nya kembali??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya Novita Eveline T (41170162), baik sebelumnya terima ksih sudah membaca artikel dan memberi kami pertanyaan. Disini saya izin menjawab pertanyaannya, jadi perlu dikonfirmasi lagi bahwa sampai saat ini SIP dokter Bimanesh belum dicabut dikarena dari IDI sendiri masih belum menentukan sanksi apa yang akan didapatkan oleh dr Bimanesh. Dari IDI masih menunggu sampai dr bimanesh menyelesaikan hukumananya terlebih dahulu. Namun bila nanti keputusan dari IDI terbukti bahwa dr Bimanesh ini melakukab pelanggaran etika profesi maka IDI dapat memberikan sanksi bahkan bisa sampai sanksi pemecatan dari keanggotaan IDI. Dimana ketika seorang dokter telat dikeluarkan dari IDI maka hak dan kewajiban sebagai dokter tidak akan berlaku. Akan tetapi yang berhak untuk pencabutan SIP adalah dari Dinas Kesehatan. Bila yang bersangkutan tidak menerima maka yang bersangkuta dapat mengajukan keberatan kepada Dinas Kesehatan Provinsi untuk diteruskan kepada Menteri dalam waktu 14 hari setelah keputusan di terima. Kemudian dari menteri sendiri yang akan meneruskan ke Majelis Kehormatan Displin Kedokteran Indonesia (MKDI). Terima Kasih.

      Hapus
  70. Terimakasih atas artikelnya, kasus yang sangat menarik dan menjadi perbicangan masyarakat Indonesia.

    Mohon izin bertanya, disebutkan bahwa “maka ybs. harus menerima konsekuensi yang telah ditetapkan berdasarkan KODEKI dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, dimana beberapa perlakuan yang dapat diterima beliau berupa pencabutan gelar dan izin praktek karena tidak netral dalam proses berhukum dan melanggar kode etik kedokteran (KODEKI)”

    Saya ingin bertanya dalam ruang lingkup pemalsuan rekam medis yang mengacu pada KODEKI, indikator pelanggaran (pemalsuan rekam medis) seperti apa yang menentukan bahwa seorang dokter akan mendapatkan sanksi misalnya pencabutan izin praktek selama waktu yang ditentukan atau bahkan sampai pencabutan gelar dokter?
    Terimakasih, Sukses selalu kawan-kawan Kelompok 5.

    -Daniel Eka Raenata 41170170 Kelompok 3-

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya Hansen Evandore (41170154), terima kasih sudah bertanya dan berkomentar kepada kami. Saya akan mencoba menjawab, berdasarkan permenkes nomor 269/2008 tentang medical records/ rekam medis. Disini mengatakan bahwa pemalsuan rekam medis yang berada di rumah sakit akan menjadi tanggung jawab seorang Direktur, namun dalam hukum ini masih tidak terdapat kejelasan mengenai sanksi apa yang akan diberikan kepada direkturnya.
      Untuk indikator pelanggaran dalam konteks pemalsuan rekam medis ini masih belum ada di hukum yang sudah dibuat oleh pemerintah Indonesia sendiri. Namun bagi dokter yang melakukan pelanggaran Disiplin seperti yang diatur pada Pasal 3 ayat (2) Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional Dokter Dan Dokter Gigi (“PKKI 4/2011”) terdapat 28 bentuk pelanggaran disiplin dan salah satunya berbunyi " membuat keterangan medis yang tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang diketahuinya secara benar dan patut". Dan sanksi yang akan diberikan menurut Pasal 52 ayat (2) PKKI 2/2011 yaitu rekomendasi pencabutan STR atau SIP yang bersifat:
      a) sementara paling lama 1 (satu) tahun;

      b) tetap atau selamanya; atau

      c) pembatasan tindakan asuhan medis tertentu pada suatu area ilmu kedokteran atau kedokteran gigi dalam pelaksanaan praktik kedokteran.
      Sedangkan untuk pencabutan gelar sendiri masih menjadi simpang siyur karena tidak adanya hukum yang jelas mengenai pencabutan gelar dokter itu sendiri.
      Terima kasih.

      Sumber :
      permenkes nomor 269/2008 tentang medical records/ rekam medis
      Pasal 3 ayat (2) Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional Dokter Dan Dokter Gigi (“PKKI 4/2011”)
      Pasal 52 ayat (2) PKKI 2/2011

      Hapus
  71. Terimakasih saudara A telah membaca artikel kami :) Semoga artikel kami bermanfaat dan menambah informasi yang saudara miliki.

    Salam, Clara Margareta

    BalasHapus
  72. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  73. Terimakasih atas artikelnya yang sangat menarik
    saya ingin bertanya, saya mohon ijin mengutip kasus ya
    "6. Kasus bermula ketika pengacara Setya Novanto menemui Bimanesh untuk konsultasi rencana dirawat di RS yang kemudian pengacara nya memberikan rekam medis Novanto dan permintaan disanggupi Bimanesh."

    Disini dikatakan bahwa pengacara nya memberikan rekam medis Novanto. Saya ingin bertanya apaka rekam medis itu memang sudah dimanipulasi atau memang rekam medis asli setya novanto ? dan Jika dimanipulasi bagaimana cara kita tahu bahwa itu adalah rekam medis palsu ?

    Trimakasih
    Youlla Anjelina (41170153)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya dan telah membaca artikel ini. Saya Anastasia Dwi M (41170206) ijin mencoba menjawab pertanyaannya. Untuk pertanyaan pertama, rekam medis yang diberikan pengacara kepada dr. Bimanesh merupakan rekam medis yang dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan dr. Glen selaku dokter spesialis kardiologi RS yang menangani Novanto. Untuk pertanyaan kedua, menurut PERMENKES Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis pasal 5 ayat 2 disebutkan bahwa “Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan.” dan pasal 3 disebutkan bahwa “Pembuatan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui pencatatan dan pendokumentasian hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.” Menurut KODEKI tahun 2012 cakupan pasal 3: Kemandirian profesi bagian 2d disebutkan bahwa “Melakukan upaya diagnostik, pengobatan atau tindakan medis apapun pada pasien secara menyimpang dari atau tanpa indikasi medik yang mengakibatkan turunnya martabat profesi kedokteran dan kemungkinan terganggunya keselamatan pasien”.
      Jadi, rekam medis dapat dikatakan palsu jika rekam medis diisi tidak sesuai dengan apa yang ditemukan pada pasien atau seorang dokter diketahui dengan sengaja melakukan perubahan rekam medis
      Terima kasih. Semoga jawaban saya dapat menjawab pertanyaannya dan semoga bermanfaat.

      Hapus
  74. Terimakasih kelompok 5 untuk artikelnya,sangat menarik dan komunikatif.

    Setelah membaca artikel ini, saya ingin bertanya :

    1.Apabila dalam proses pembuatan rekam medis pasien berbohong atau berpura-pura dalam menyampaikan keluhannya sehingga dapat mempengaruhi penilaian dokter saat menuliskan hasil rekam medis bagaimana penanganannya ?

    2.Bagaimana cara membedakan kesalahan diagnosa dengan pemalsuan rekam medis yang memang disengaja?

    3. Menurut penulis, mana yang lebih baik, rekam medis konvensional atau rekam medis elektronik? Serta apa alasannya?

    Terimakasih

    Nindya Stephanie Christina (41170185)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Nindya atas pertanyaannya, saya Valentino Y. Buriko (41170209) mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tsb.

      1. Caranya adalah dapat melakukan anamnesis dengan sebaik-baiknya guna menggali informasi sedetail mungkin dari pasien, akan tetapi jika tetap tidak mau menjelaskan secara langsung, maka pasien dapat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan penunjang bilamana sudah ada diagnosis kerja yang ingin dicapai setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Contoh kasusnya biasanya berupa pasien yang hamil di luar nikah yang tidak mau mengakui riwayat berhubungan seksualnya, maka alternatifnya jika tidak bisa digali dari anamnesis, pemeriksaan kehamilan dapat dilakukan apabila pemeriksa memiliki diagnosis kerja yang sudah mantap (mengarah ke kehamilan).

      2. Biasanya pada pemalsuan, diagnosis tidak sesuai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang. Memang baik kesalahan diagnosa dan pemalsuan yang murni disengaja tidak dapat ditentukan dari jauh/dekatnya diagnosis dari hasil pemeriksaan yang dilakukan, namun bisa dikatakan kalau pada kesalahan diagnosa, prosedur yang dilakukan baik anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang sudah dilakukan dengan benar, namun pemeriksa salah dalam menetapkan diagnosis, lain halnya dengan pemalsuan sendiri; baik anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang biasanya sudah dapat direkayasa oleh pemeriksa sendiri sehingga diagnosis yang dihasilkan dapat diatur sedemikian rupa berdasarkan hasil pemeriksaan tsb.

      3. Kelebihan/kekurangan baik dari RM konvensional dan elektronik memang dapat mengandung kedua unsur tersebut, contohnya pada konvensional atau tulisan, pencatatan dilakukan oleh pemberi perawatan sendiri, maka akan lebih mudah untuk mengetahui profil pencatat, dari tulisan, tanda tangan, dsb. Sehingga akan lebih mudah untuk dilakukan pemeriksaan untuk menuntut pertanggungjawaban. Untuk kekurangannya sendiri, RM Konvensional memakan banyak tempat untuk dilakukan pengarsipan sehingga lebih rentan untuk kacau jika tidak diorganisasi dengan baik.
      Lain halnya dengan RM Elektronik, dimana pengisian dapat dilakukan dengan lebih mudah dan penyimpanannya pun akan tidak memakan tempat fisik karena disusun melalui direktori sendiri. Namun kekurangannya, RM jenis ini lebih rentan pemalsuan, serta susah untuk dilacak dan jika sistem pertahanan server dari RS kurang baik, maka keamanannya pun akan terancam.

      Sekian jawaban dari saya, sekiranya mudah dipahami dan dapat menjawab pertanyaan tsb. Terima kasih.

      Hapus
  75. Terima kasih kelompok 5 untuk artikelnya.

    Saya ingin bertanya terkait Permenkes tentang Rekam Medis, pada Pasal 14 dikatakan :

    "Pimpinan sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas hilang, rusak, pemalsuan, dan/atau penggunaan oleh orang atau badan yang tidak berhak terhadap rekam medis."

    Jadi pertanyaannya apakah yang dimaksud pimpinan sarana pelayanan ini dokter yang bekerja di tempat tersebut atau direktur/pimpinan rumah sakit? mengingat posisi dokter Bimanesh hanya dilihat sebagai dokter spesialis penyakit dalam pada artikel.

    Terima kasih.

    Stefan Prayoga Yukari Ujan (41170108) Kel 1

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya Hansen Evandore (41170154). Terima kasih Yoga sudah bertanya dan berkomentar kepada blog kami. Saya akan mencoba menjawab. Jadi yang dimaksut dengan pimpinan Sarana pelayanan kesehatan yaitu Direktur Rumah Sakit. Namun untuk jelasnya sekarang belum terdapat kejelasan pasti dari pemerintah untuk pertanggung jawaban Direkur rumah sakit tersebut. Namun Hanya dokter yang bersangkutan dalam pemalsuan dokumen dalam bentuk rekam medis lah yang akan tetap diberikan sanksi atas pelanggaran hukum ini. Terima kasih
      sumber :
      Protap RM, 1999: 56
      KUHP pasal 263 ayat (1)


      Hapus
    2. Terima kasih atas pertanyaannya, saya Tandean Jeffrey Ferdinand (41170180) akan mencoba menjawab pertanyaan Saudara Stefan Prayoga Yukari Ujan. Jadi yang dimaksud pasal 14 Permenkes nomor 269 tahun 2008 adalah pimpinan rumah sakit juga bertanggung jawab pada pemalsuan rekam medis yang terjadi di rumah sakit. Sebenarnya pada peraturan ini masih ada kontroversi karena masih ada ketidak jelasan siapa yang seharusnya bertanggung jawab dalam tindakan pemalsuan ini (Jurnal Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Pemalsuan Rekam Medis Oleh Tenaga Medis). Namun pada pasal 263 KUHP dijelaskan bahwa siapapun yang memalsukan dokumen akan dikenakan pidana, jadi disimpulkan dr. Bimanesh tetap dinyatakan bersalah, dan untuk pimpinan RS Medika jika sesuai pasal 14 Permenkes Nomor 269 tahun 2008 akan dikenakan sanksi seperti teguran lisan, tertulis sampai dengan pencabutan izin (PERMENKES nomor 269/Menkes/Per/2018 tentang rekam medis bab VI pasal 17)
      Terima kasih, semoga jawaban saya membantu

      Hapus
  76. Artikel yang luar biasa kak...
    Izin bertanya terkait hal yang dilakukan dokter apakah ini merupakan bentuk intervensi yang bisa diberikan pasien kepada dokter ?
    Adakah mekanisme perlindungan dokter terkait dengan intervensi yang diberikan oleh pihak pihak terkait sehingga seorang dokter tidak perlu khawatir dengan tekanan yang di berikan pasien ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih atas pertanyaannya saya sulistyo 41170189 ijin menjawab pertanyaan saudara, yaitu sebagai seorang dokter pastinya telah disumpah dalam profesinya dan juga telah ada KODEKI yang mengikat dokter tersebut sehingga dokter memiliki gambaran dalam berperilaku dan juga memiliki batasan - batasan tertentu melihat adanya variabel yang mengikat.

      Hapus
  77. Balasan
    1. Sama sama kak , Terimakasih sudah membaca artikelnya semoga bermanfaat

      Hapus
  78. Terima kasih kelompok 5 sudah membuat makalah yang baik. Pertanyaan yang diajukan pembaca pun banyak yang baik. Mohon untuk segera dijawab (reply) pertanyaan-pertanyaan yang belum tuntas terjawab.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat pagi dokter Yoseph, maaf baru membalas komentar ini..
      Terima kasih sudah singgah serta mengevaluasi artikel kami 🙏🏻 baik, siap dokter kami terus melakukan follow up..

      Hapus
  79. Apakah sampai saat ini ada kasus pemalsuan rekam medis yang dilakukan oleh pihak rumah sakit?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya Hansen Evandore (41170154), Terima kasih sudah bertanya dan berkomentar pada blog kami. Saya akan mencoba menjawab, bersdasarkan sumber berupa berita-berita yang saya baca pada tahun 2020, untuk saat ini belum terdapat kasus mengenai pemalsuan rekam medis yang dilakukan oleh rumah sakit. Terima kasih

      Hapus
    2. Terimakasih saudara Jessiva untuk pertanyaannya

      Saya Clara Margareta NIM : 41170195 ijin menambahkan jawaban Hansen Evandore. Sejauh ini tidak ditemukan adanya kasus pemalsuan rekam medis dari pihak rumah sakit. Sedangkan yang lebih sering terjadi daripada pemalsuan adalah kesalahan diagnosis pada rekam medis. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
      1. ketidakjujuran pasien saat di anamnesis sehingga dapat memelesetkan hasil diagnosis oleh dokter
      2. kurang kompetennya dokter dalam menangani keluhan/penyakit pasien tersebut
      3. adanya kesalahan data pada hasil pemeriksaan fisik/pemeriksaan penunjang
      Dan hal-hal diatas cenderung merupakan unsur "ketidaksengajaan"

      Sekian jawaban dari saya semoga bermanfaat. Terimakasih :)
      salam, Clara Margareta 41170195

      Hapus
  80. Terima kasih atas informasinya, sangat menarik dan bermanfaat.
    Mohon izin bertanya. Apakah diagnosis dari dokter yang satu boleh diganti oleh dokter yang lain? Dalam kasus ini, dokter Michael mengganti diagonosis awal vertigo menjadi vertigo pasca cedera kepala ringan? Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hallo , Terimakasih sudah membaca artikel ini dan memberikan pertanyaan yang baik. Saya Gregorius Daniel Gokasi Ambarita (41170172) izin mencoba menjawab pertanyaan Anda.

      Disini yang sebenarnya mengubah diagnosis awal adalah dr. Bimanesh , sedangkan jika kita cermati dr. Michael disini mengganti data yang tertera di data rumah sakit karena diagnosis sebenarnya bukan yang tertera pada data tersebut. Oleh sebab itu dr. Michael mengira terjadi kesalahan input data pasien dan mengubahnya menjadi diagnosis yang sebenarnya. Untuk diagnosis pasien sendiri merupakan tanggung jawab dokter yang bersangkutan . Hal ini tercatat jelas pada KODEKI Pasal 19 yang mengatakan “ Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat,kecuali dengan persetujuan keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis”. Jadi, dokter lain tidak boleh mengganti diagnosis dokter lain karena itu melanggar kewajiban dokter terhadap teman sejawatnya. Jika pun pasien menginginkan ditangani oleh dokter lain harus melewati prosedur tertentu contohnya seperti memberikan surat rujukan.

      Mungkin itu saja yang bisa saya sampaikan , terima kasih atas perhatiannya semoga bisa menjawab dan semoga bermanfaat :).

      Sumber :
      -KODEKI 2012 Pasal 19

      Hapus
  81. Terima kasih atas informasinya.
    Saya ingin bertanya, apakah ada hal yang meringankan dalam tuntutan dr. Bimanesh? Mohon penjelasannya. Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya, saya Ormy Abiga Mahendra (41170155) akan mencoba menjawab pertanyaan, seperti yang diketahui menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) pada Pasal 67, Pasal 233 s/d Pasal 243, hakl untuk mengajukan banding merupakan hak setiap terdakwa dan juga JPU ( Jaksa Penuntut Umum ) dan pada prosesnya yaitu boleh mengajukan banding yaitu dalam kurun waktu batasa 7 hari setelah pembacaan pidana pertama kali, dan setelah 7 hari pembacaan pidana sebelumnya dianggap sah, dr Bimanesh sudah mencoba untuk meringankan tuntutan dengan mengajukan banding tetapi justru di perberat menjadi empat tahun penjara yang semula tiga tahun penjara. Hal ini dikarenakan dr Bimanesh sudah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja merintangi penyidikan terhadap tersangka korupsi. Jadi, dari informasi yang sudah didapat belum ada hal yang dapat meringankan tuntutan dr Bimanesh. Terimakasih semoga membantu

      Hapus
  82. saya ingin bertanya terikait kasus tersebut, apakah IDI memiliki lembaga khusus atau bagian spt badan penyidik? terimakasih banyak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya, saya Ormy Abiga Mahendra (41170155) akan mencoba menjawab pertanyaan , terdapat MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) dan MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia), MKEK memiliki tugas untuk membimbing, mengawas, dan menilai pelaksanaan etik kedokteran apakah sudah sejalan dengan cita-cita luhur profesi kedokteran. Sedangkan MKDKI merupakan lembaga yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, dan menetapkan sanksi Pasal 1 ayat 14 UU Praktik Kedokteran. Untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran, dibentuk MKDKI (Pasal 55 ayat 1 UU Praktik Kedokteran). Sanksi disiplin itu dapat berupa (Pasal 69 UU Praktik Kedokteran):
      a. pemberian peringatan tertulis;
      b. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau
      c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.
      Terimakasih semoga membantu

      Hapus
    2. Sumber :
      1.Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
      2.Pedoman Organisasi dan Tatalaksana Kerja Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Indonesia;
      3.Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tenang Disiplin Profesional Dokter Dan Dokter Gigi

      Hapus
    3. Terima kasih atas pertanyaannya saya Choya 41170166 ijin untuk menjawab pertanyaan anda, dokter Indonesia memiliki satu organisasi yang mengkoordinasi tiap perkerjaan dokter, maupun segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia medis yaitu IDI (Ikatan Dokter Indonesia)

      berdasarkan "Surat Keputusan Ketua Umum Pengurus besar Ikatan dokter Indonesia No. 027/KU/PB IDI/12/2018. halaman 11" yang dimuat dalam idionline.org menyatakan bahwa terdapat biro hukum pembinaan dan pengembangan anggota (BHP2A)

      sesuai dari sosialisasi IDI mengenai BHP2A bahwa biro tersebut berperan sebagai badan penyelidikan kasus dokter-dokter yang terjerat masalah: etika, disiplin, hukum, administrasi maupun organisasi.

      Sehingga bila kita kembali dalam konteks pertanyaan "apakah IDI memiliki lembaga khusus untuk menyelidiki kasus? jawabannya ada

      Saya harap jawaban saya dapat memuaskan anda. Bila ada salah kata yang tidak berkenan dalam hati saya minta maaf. Sekian Terima kasih!

      Hapus
  83. Terimakasih atas artikelnya , izin bertanya
    Apakah dalam kasus dr bimanesh ini lisensi kedokterannnya juga dicabut ? jika iya pihak mana saja yang berwenang dalam pencabutan lisensi dr Bimanesh ?

    Lucia Vini P Rodja_41170158

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya, saya Ormy Abiga Mahendra (41170155) akan mencoba menjawab pertanyaan, jadi perlu dikonfirmasi lagi bahwa sampai saat ini SIP dr Bimanesh belum dicabut dikarenakan IDI sendiri masih belum menentukan sanksi apa yang akan didapatkan oleh dr Bimanesh karena masih menunggu sampai dr Bimanesh menyelesaikan hukumananya terlebih dahulu. Namun bila nanti keputusan dari IDI terbukti bahwa dr Bimanesh ini melakukan pelanggaran etika profesi maka IDI dapat memberikan sanksi bahkan bisa sampai sanksi pemecatan dari keanggotaan IDI. Dimana ketika seorang dokter telat dikeluarkan dari IDI maka hak dan kewajiban sebagai dokter tidak akan berlaku. Yang berhak untuk melakukan pencabutan SIP adalah Dinas Kesehatan. Bila yang bersangkutan tidak menerima maka yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada Dinas Kesehatan Provinsi untuk diteruskan kepada Menteri dalam waktu 14 hari setelah keputusan di terima. Kemudian dari menteri sendiri yang akan meneruskan ke Majelis Kehormatan Displin Kedokteran Indonesia (MKDI). Terima Kasih semoga membantu

      Hapus
  84. Terdapat kasus baru - baru ini, dimana banyak dokter yang tertular COVID - 19 dikarenakan banyak pasien yang tidak mengutarakan kejujurannya, bahwa sebetulnya mereka sudah terjangkit COVID - 19. Saya ingin bertanya, apakah ada regulasi khusus yang mengatur agar pasien bisa jujur dalam mengutarakan penyakitnya? Terimakasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima Kasih atas tanggapannya. Saya Choya Alvis Chenarchgo_41170166 izin menjawab pertanyaan anda.

      UU no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan bab 16 pasal 1 menjelaskan "Masyarakat berperan serta, baik secara perseorangan maupun terorganisasi dalam segala
      bentuk dan tahapan pembangunan kesehatan dalam rangka membantu mempercepat
      pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya."

      Sehingga di sini masyarakat diikut sertakan dalam tindakan instansi/badan kesehatan agar dapat mencapai status kesehatan yang lebih baik dengan cara promosi dan preventif.

      promosi dan preventif selalu digencarkan di tiap rumah sakit dan klinik. Namun, lebih terasa dampaknya dalam ruang lingkup puskesmas daerah. dengan demikian cara promosinya akan berbeda-beda sehingga potensi untuk ada kata-kata yang bersifat menakuti warga yang menyebabkan tidak ingin berkata jujur.

      Walau ada tertulis peran serta masyarakat untuk membantu tenaga medis. Tapi tidak dijelaskan maupun disebutkan bahwa masyarakat harus menyampaikan kondisi kesehatan mereka sepenuhnya ke petugas kesehatan.

      Dengan demikian untuk menghindari RM (Rekam medis) yang tidak akurat staff pelayan kesehatan harus lebih kompeten/mahir dalam menggali status kesehatan pasien.

      bila kita balik ke pertanyaan Regulasi tetapnya dari pemerintah tidak ada, karena hak pasien untuk menyampaikan status kesehatannya.

      Sekian jawaban saya yang jauh dari kata sempurna. Terima kasih!

      Hapus
  85. Halo, sangat bermanfaat sekali artikelnya. Saya ingin bertanya Apakah STR/ surat izin praktek dokter bimanesh yg telah melakukan pelanggaran etik bisa dicabut? Bila iya, berapa lama? Bila tidak mengapa.....
    H FAJAR KESUMA 41170193

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

TUGAS ETIKA KELOMPOK 6 - KASUS ABORSI

KASUS MALPRAKTIK KELOMPOK 1 - MALPRAKTIK PADA SITI CHOMSATUN - TIROIDEKTOMI BERUJUNG SESAK NAFAS