TUGAS ETIKA KELOMPOK 6 - KASUS ABORSI



LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KASUS ETIKA AKTUAL - "KASUS PRAKTIK ABORSI ILEGAL DI NGANJUK"

                                                                                                                                                                                 Janin dalam rahim (ilustrasi).
                                                                                                                                                                                                                    S
umber Foto: ilmugizi.info

Disusun Oleh :

- Indriani Nur Azizah                    (41160021)

- Tiara Adeledya Thesalonika K.  (41160040)

- Aditya Aristo Marvel Nugroho   (41160048)

- Antonius Vincent Ero Martono   (41160086)

- Anathasya Astritaningsih M.       (41170106)

- Kezia Adya Nindita                       (41170107)

- Bagus Made Arisudana W.P.S.     (41170110)

- Ardo Septian Timorales E.            (41170119)

- Theodora Arnadia                          (41170120)

- Mega Silvia Immanuela C. B.        (41170175)

- Bryan Abednego                              (41170181)

- Henricka R. A. Tewu                       (41170182)

- Puji Kristi                                         (41170184)

- Nindya Stephanie Christina            (41170185)

- Ruth Cathelia Surya                        (41170187)

- Ivan Satrio Wicaksono                     (41170188)

- Edwin Hendrawan                            (41170191)

      


BAB I. PENDAHULUAN 

 Etika profesi dalam pekerjaan adalah hal utama yang harus diperhatikan. Salah satu contoh pelanggaran etika dalam dunia kedokteran adalah tindakan menggugurkan kandungan (abortus provocatus). Secara umum istilah aborsi diartikan sebagai pengguguran kandungan, yaitu dikeluarkannya janin sebelum waktunya, baik sengaja maupun tidak. Secara medis, aborsi adalah berakhir atau gugurnya kehamilan sebelum kandungan mencapai usia 20 minggu. Istilah dari aborsi atau abortus diartikan sebagai keguguran kandungan, penguguran kandungan, atau membuang janin. Aborsi sendiri menjadi sebuah permasalahan, dimana prosedur tersebut menjadi perdebatan dalam etika karena aborsi dapat dipandang baik dan buruk.

Prevalensi aborsi di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Menurut WHO, pada tahun 2010-2014 terdapat 56 juta kasus aborsi yang terjadi diseluruh dunia setiap tahunnya, dimana 25% kehamilan diakhiri dengan aborsi provokatus. Sedangkan kasus abortus provokatus di Indonesia mencapai 2,5 juta kasus pertahun, atau kurang lebih 43 kasus dalam 100 kehamilan, dan sekitar 30% kasus abortus tersebut dilakukan oleh penduduk di usia 15-24 tahun.

Aborsi dapat menimbulkan celaka bahkan kematian pada ibu hamil karena tindakan ini sangat berisiko. Aborsi sebenarnya dapat dilakukan bila prosedur aborsi disarankan oleh dokter dan yang mengerjakan haruslah yang berkompeten dalam prosedur tersebut. Alasan medis dilakukannya aborsi adalah apabila terdapat kondisi tertentu yang mengancam nyawa dari ibu seperti gangguan jantung,kondisi kejang pada ibu. Selain itu, prosedur ini dilakukan apabila bakal bayi mengalami kondisi cacat yang tidak memungkinkan bayi dapat hidup misalnya bayi yang tidak memiliki kepala. Praktik melakukan aborsi sebaiknya harus dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang sesuai. Sedangkan aborsi menjadi terpandang buruk ketika hal tersebut dilakukan ketika kehamilan terjadi karena beberapa faktor misalnya ketidaksengajaan, kecelakaan, pemerkosaan, dan lain sebagainya, karena ketidaksiapan secara mental dan materi maka biasanya jalan keluarnya adalah aborsi. Oleh karena itu, makalah ini dibuat dengan tujuan:

1. Dapat mengetahui peran dokter dan tenaga medis serta hak pasien pada prosedur aborsi.

2. Dapat mengetahui gambaran kasus terkait aborsi.

3. Dapat memahami pelanggaran etika dan moral pada kasus aborsi

 

BAB II. RINGKASAN KASUS 

Pada 2 agustus 2017 Dr. H. Wibowo (WB), 77 tahun yang merupakan seorang dokter pensiunan puskesmas dan memiliki izin praktik dokter umum sampai 31 Juli 2017, ditangkap polisi karena kasus praktik aborsi ilegal di rumahnya, di Jl. Gatot Subroto No.10 RT03/RW07 Tanjunganom, Nganjuk. WB ditangkap bersama rekannya, Sumianto (SMY), 39 tahun merupakan seorang biasa (bukan dokter) yang memiliki pekerjaan menjual obat aborsi online. SMY bertindak sebagai perantara juga negosiator. SMY mendapat bagian 40% pembayaran dan WB mendapat bagian 60% dari harga jasa aborsi illegal ini. Pembayaran jasa tindakan aborsi illegal ini dibayarkan sebelum tindakan. WB memberi harga Rp. 7 juta namun dapat di negosiasi. Praktik aborsi illegal ini sudah dilakukan 3 tahun lebih, satu bulan terdapat 3-4 pasien yang melakukan aborsi. Pasien berasal dari dalam maupun luar kota Nganjuk dengan rentang usia bervariasi. Sumber lain pada 4 Agustus 2017 menyebutkan terkait pengakuan Ibu MIA. Ibu ini merupakan pasien WB, mengaku memakai jasa aborsi WB sejak 2007. Ibu MIA mengenal WB dari seorang perantara di Tulungagung. Pengakuan WB tidak benar. Praktik ini terbukti dilakukan sudah lebih dari 3 tahun dan WB memiliki lebih dari satu perantara.

Penangkapan pelaku berawal dari warga sekitar yang curiga akan adanya praktik aborsi ilegal dirumah WB, akhirnya polisi melakukan pengamatan. Saat masuk rumah WB, polisi mendapati pasangan suami istri yang hendak melakukan aborsi pada janinnya yang berusia 3 bulan (Dewi Setia Budi R./DSB, 28 tahun dan suaminya Irman Rifai Agung N. /IRM, usia 44 tahun). aborsi dilakukan karena DSB memakai KB namun gagal sehingga hamil dan mereka belum siap memiliki anak. Petugas mengecek rumah WB dan menemukan barang bukti berupa janin di dalam “dashboard” mobil pasutri tersebut (IRM-DSB). Mayat janin dibungkus tas plastik hitam. Adapula barang bukti lain yang di sita berupa perlengkapan aborsi (gunting penjepit, obat, injeksi, mangkok tempat obat, botol infus, sabun, alcohol), dan uang tunai Rp. 2,5 juta serta sejumlah barang bukti lainnya. DSB dan IRM diamankan bersama WB dan SMY. DSB lebih dulu mendapat perawatan di RS Bhayangkara, Nganjuk karena masih pendarahan pasca aborsi.

Sumber berita mengatakan WB, SMY, DSM, IMR menjadi tersangka dan polisi menjerat pelaku dengan pasal 80 ayat 3 UU no. 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak dengan ancaman hukuman pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda 15 milyar. Sumber penelusuran perkara pengadilan negeri nganjuk, terdakwa dituntut pasal 194 undang-undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Jo. Pasal 55 ayat (1) KUHPidana. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dr. WIBOWO Bin Alm. BUSONO dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan, dengan perintah Terdakwa tetap ditahan dan membayar denda sebesar Rp.500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), apabila Terdakwa tidak sanggup membayar denda tersebut Subsidair hukuman ditambah 2 (dua) bulan kurungan, dengan perintah Terdakwa tetap ditahan. Kasus ditutup setelah putusan pengadilan pada 24 April 2018, dan minutasi pada 21 Mei 2018.


BAB III. ANALISA 

A. ANALISA PENCERMATAN/DELIBERASI FAKTA BERUPA KRONOLOGI YANG MENJADIKAN KASUS ETIKA

Pelanggaran yang dilakukan dokter WB meliputi:

1. Tidak menjaga kehidupan janin yang dikandung.

2. Melakukan aborsi ilegal selama belasan tahun bersama rekan kerja yang bukan berprofesi dalam bidang kesehatan.

3. Melakukan aborsi tanpa ada indikasi medis dimana pasutri ingin melakukan aborsi akibat KB yang gagal.

4. Melakukan praktek walaupun Surat Tanda Registrasi (STR) sudah habis masa. Surat Tanda Registrasi  tersebut habis masa pada tanggal 30 Juli 2017, sedangkan pada tanggal 31 Juli 2017 WB ditangkap setelah melakukan praktek aborsi.

5. Menyetujui permintaan pasien untuk tindakan melanggar hukum dan atau etika melalui praktek pekerjaan kedokteran.

6. Melakukan aborsi ilegal di rumah yang tidak mengikuti standar minimal dan pedoman nasional pelayanan kedokteran.

7. Melakukan aborsi dianggap sebagai tindakan penyelewengan dan melanggar kearifan lokal.

8. Tidak melaksanakan tindakan penanganan pasca prosedur aborsi secara tepat. 


B. PENCERMATAN NILAI/NORMA ETIKA YANG DILANGGAR

1. Aborsi

Melindungi pasien dari segala keinginan yang melawan hukum

Menurut KODEKI tahun 2012 pasal 3, disebutkan bahwa dokter memiliki moral dan tanggung jawab untuk mencegah keinginan pasien atau pihak manapun secara sengaja/tidak sengaja yang bermaksud menyimpang/melanggar hukum/etika kedokteran. Serta pada pasal 12, seorang dokter seharusnya mengubah atau mengarahkan masyarakat untuk meningkatkan kesehatan, mengetahui bahwa aborsi sendiri memiliki efek samping yang buruk seharusnya seorang dokter dapat melakukan fungsi promotif dan preventif untuk mencegah keinginan aborsi.   Pelaksanaan aborsi sendiri, tanpa alasan medis yang jelas sesuai UU dan KODEKI, merupakan pelanggaran hukum dan dapat dipidana sesuai hukum.  Alih-alih mencegah, dokter Wibowo justru mendukung, membantu, dan berperan sebagai pelaksana aborsi.

Meskipun salah satu prinsip moral adalah autonomy dimana pasien berhak memilih sendiri kemauannya, dokter tetap harus memberikan pertimbangan kepada pasien dan keluarga. Respect for autonomy merupakan sesuatu yang diwajibkan bila pelaksanaannya tidak menentang prinsip moral lainnya, jika dalam pelaksanaannya dapat membahayakan manusia lain dapat dipertimbangkan. “Beneficience and non maleficience” yang berarti dasar moral mengutamakan tindakan yang bermanfaat (manfaat lebih besar daripada akibat buruk) dan tidak boleh melakukan tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Dengan melakukan aborsi pada pasien tanpa indikasi medis/sesuai undang-undang, dokter Wibowo berarti secara tidak langsung memperburuk keadaan pasien.

Tidak sesuai standar

Tindakan aborsi yang dibenarkan oleh undang-undang sampai saat ini, y.i. sebagaimana termuat dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 15, hanya dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu hamil. Hal tersebut hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk ini, serta berdasarkan pertimbangan tim ahli, dan harus ada persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya, dan harus dilakukan di sarana kesehatan tertentu (rumah sakit), meskipun PP yang berkaitan belum keluar.

Dokter Wibowo melanggar pasal ini karena beliau sudah memasuki masa pensiun dimana usia beliau tidak layak lagi untuk melakukan praktek kedokteran dan surat izin praktek dokter Wibowo juga nyaris habis  karena memasuki usia pensiun. Aborsi yang dilakukan dokter Wibowo juga tidak disertai alasan untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan kepentingan medis apapun. Praktek aborsi ini juga melanggar karena dilakukan tidak atas pertimbangan ahli dan fasilitas sarana rumah sakit yang memadai.

Mencabut kehidupan manusia

KODEKI tahun 2012 pasal 11 menjelaskan bahwa dokter harus dapat melindungi, menghormati, dan menjunjung “kehidupan” dari mulai pembuahan sampai meninggal dunia. Bahkan tak hanya janin yang sehat/tanpa indikasi medis, pasien yang seberapa parah pun kerusakan fisik/mentalnya (cacat fisik/mental) harus tetap dijaga kehidupannya. Dengan melakukan aborsi, dokter Wibowo secara sengaja melanggar “kehidupan” dan semerta-merta mencabut kehidupan manusia. Padahal, hanya Tuhan YME satu-satunya yang berhak mencabut kehidupan manusia.

2. Praktik tanpa STR

Dokter Wibowo tetap melakukan praktik ilegal aborsi meskipun STR (Surat Tanda Registrasi) sudah tidak berlaku. Menurut KODEKI 2012 pasal 8 ayat 1, seorang dokter yang menjalankan praktik harus memiliki kompetensi dan kewenangan. Habisnya masa berlaku STR dokter Wibowo menandakan bahwa dokter Wibowo seharusnya sudah tidak memiliki izin untuk praktik lagi dan apabila ingin melanjutkan praktik, beliau harus memperpanjang STR-nya.

3. Melanggar Sumpah Dokter

Berdasarkan sumpah dokter poin 1, 3, 5, dan 6, seorang dokter akan membaktikan hidup untuk kepentingan perikemanusiaan, tidak akan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan perikemanusiaan serta akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan. Dokter Wibowo melanggar sumpah dokter tersebut dengan melakukan aborsi yang bertujuan untuk mengugurkan kandungan dan ini merupakan suatu bentuk tidak menghargai kehidupan insani sejak dalam kandungan dan bertolak belakang dengan perikemanusiaan (kecuali untuk alasan medis tertentu).

4. Melakukan tindakan diluar kompetensinya sebagai dokter umum

MKEK PB IDI mengenai Kewajiban Dokter terhadap Pasien pasal 14, dimana apabila seorang dokter tidak mampu melakukan pemeriksaan / pengobatan, maka atas persetujuan pasien/ keluarganya ia wajib merujuk kepada dokter yang mempunyai keahlian untuk itu. Dokter Wibowo melanggar peraturan ini dimana ia sebagai dokter umum tidak memberikan rujukan kepada pasiennya untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter spesialis kandungan atas tindakan aborsi yang ingin mereka lakukan.


C. RISIKO DARI KEMUNGKINAN TINDAKAN

Dokter dan rekannya yang melakukan tindakan aborsi

=Konsekuensi Etika=

1. Adanya pelanggaran berupa malpraktek hal ini melanggar etika medis sehingga bisa berlanjut pada sengketa hukum (Yanuar A, 2017).

2. Pelanggar etika bisa mendapat konsekuensi berupa peringatan tertulis, pembinaan perilaku, pendidikan ulang, hingga pemecatan keanggotaan IDI, baik secara sementara maupun permanen (Rozalyani, 2018)

=Konsekuensi Hukum=

1.Dokter Wibowo beserta rekannya (SMY) melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 349 yaitu:

Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melaksanakan kejahatan pasal 346, ataupun salah satu kejahatan yang dijelaskan pada pasal 347 dan 348, maka tindak pidana yang ditetapkan dalam pasal tersebut dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan itu dilakukan.” 

Pasal yang dilanggar oleh dokter Wibowo beserta SMY yaitu  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 349 yang juga berhubungan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 348 ayat (1) yang menyatakan:

Barang siapa dengan sengaja mengggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana paling lama lima tahun enam bulan”  

Dari kedua hal ini pihak dokter maupun rekannya mendapatkan hukuman pidana, materi, dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.

2.Adanya pelanggaran Kitab Undang- Undang Hukum Pidana pasal 194 berbunyi sebagai berikut:

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”

Seseorang tidak boleh melakukan aborsi kecuali pada keadaan yang  terdapat dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana pasal 75  ayat (2) sebagai berikuti:

Larangan sebaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat dapat dikecualikan berdasarkan:

a. Indikasi kedaruratan medis yang diditeksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dah/ atau janin, yang menderita penyakit genetik  berat dan / atau cacat bawaan , maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup; atau

b. Kehamilan akibat pemerkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban pemerkosaan”

=Konsekuensi Lain=

1.Pada kasus ini dokter maupun rekan kerjanya melanggar norma yang berlaku hal ini memberi dampak munculnya pandangan negatif masyarakat pada pelanggar norma.

2.Tindakan aborsi ilegal juga melanggar nilai agama serta moral sehingga hal ini merupakan dosa.

 

Pasien yang melakukan tindakan aborsi

=Konsekuensi Kesehatan=

1. Pasien ibu yang menggugurkan dapat mengalami komplikasi aborsi seperti pendarahan berat, infeksi dan keracunan dari bahan yang digunakan untuk menggugurkan, kerusakan pada alat kemaluan, rahim, dan perforasi rahim. (Grimes, 2006)

2. Dampak kesehatan jangka panjang dari aborsi adalah resiko kanker payudara, kematian dini, komplikasi pada kehamilan selanjutnya (misalnya infertilitas sekunder, kehamilan ektopik, aborsi spontan, dan kematian bayi, kelahiran prematur). (National Academies of Sciences, 2018) 

 =Konsekuensi Hukum=

1.Dampak bagi pasien yang melakukan aborsi melanggar  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 346, yang berisi:

Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”

2.Hukuman yang didapatkan oleh pasien aborsi menurut Undang-Undang  no. 35 tahun 2014 Pasal 194 yang menyatakan:

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap Anak yang masih dalam kandungan dengan alasan dan tata cara yang tidak dibenarkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan Pasal 45A, dipidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)” 

Pasal ini juga berhubungan dengan Undang-Undang  no. 35 tahun 2014 pasal 45 A yang berbunyi sebagai berikut:

Setiap Orang dilarang melakukan aborsi terhadap Anak yang masih dalam kandungan, kecuali dengan alasan dan tata cara peraturan perundang-undangan”

=Konsekuensi lain=

1.Dari segi moral pasien akan merasakan malu sebab pada saat hendak melakukan aborsi ditangkap oleh pihak polisi.

2. Pelaku aborsi melanggar moral agama, karena dari segi agama aborsi sama saja melakukan pembunuhan yang menyebabkan dosa besar, tetapi kembali lagi kepada hati nurani pelaku.

 

BAB IV.  KESIMPULAN

Aborsi merupakan tindakan medis yang perlu dipertimbangkan untuk dilaksanakan, karena berlawanan dengan kode etik kedokteran dan juga sumpah dokter yang menyatakan bahwa seorang dokter seharusnya tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan perikemanusiaan serta akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.

Pada kasus ini dokter tersebut, tidak melakukan pencegahan terhadap keinginan pasien yang menyimpang hukum atau etika kedokteran karena dalam praktiknya aborsi yang dilakukan tidak berdasarkan indikasi medis dan tidak berdasarkan tata cara perundang-undangan, melanggar prinsip moral “Beneficience and non maleficience” yang menyebabkan pasien mengalami perdarahan pasca aborsi, melakukan praktik ilegal juga tidak memiliki izin praktek yang berlaku yaitu Surat Tanda Registrasi (STR), bersikap tidak peduli terhadap pasien dengan membenarkan dan melaksanakan tindakan aborsi yang akhirnya menyebabkan dokter melanggar kode etik kedokteran dan juga sumpah yang telah dilafalkanya yang seharusnya menjadi pedoman hidupnya sebagai seorang dokter, serta tindakan yang dilaksanakan tidak sesuai standar prosedur dan tidak sesuai kompetensi yang dimilikinya karena dokter tersebut tidak melakukan rujukan oleh sebab di luar kompetensinya sebagai dokter umum. Tindakan dokter dan pasien yang bersangkutan tersebut pastinya akan menimbulkan risiko baik itu berupa sanksi hukum yang akhirnya diterima oleh dokter dan juga pasien.

Pelanggaran norma, etika, moral, dan agama yang menyebabkan munculnya sanksi yang diterima dirinya seperti pandangan negatif dari masyarakat, perasaan malu, perasan berdosa,  merasa bersalah, dll. Risiko yang berdampak pada kesehatan pasien seperti perdarahan yang akhirnya dialami pasien dan mungkin berakibat pada kesehatan jangka panjang pasien. Pada kasus ini, dokter dan pasien tersebut merupakan orang yang bertanggung jawab dalam tindakan yang mereka lakukan dan dokter tersebut memiliki peran yang bisa mencegah terjadinya tindakan–tindakan pelanggaran kode etik yang terjadi. Sebagai dokter, nantinya kita diwajibkan untuk dapat menangani kasus aborsi ini dengan bijak sesuai dengan kode etik kedokteran Indonesia serta perundang-undangan yang berlaku. 

 

REFLEKSI KELOMPOK

- Indriani Nur Azizah (41160021)

    Kasus tersebut berhasil membuka mata saya, bahwa masih banyak orang yang dengan sengaja melakukan aborsi ketempat tempat ilegal, meskipun dilakukan oleh seorang dokter. Aborsi yang dilakukan secara ilegal mendatangkan malapetaka baik bagi si pasien dan si pelaku. Memang tidak semua aborsi bertujuan jelek ada dokter yang melakukan aborsi dirumah sakit (legal) karena alasan yang mengancam nyawa sang ibu atau bahkan keduanya. Kerugian lainya si korban yang melakukan aborsi atau ke tempt aborsi dengan sengaja mendapatkan sanksi yang lebih ruhmit dibandingkan pelaku aborsi. Selain itu dapat mengakibatkan resiko kesehatan lainya karena fasilitas / alat yang digunakan tidak sesuai SOP. 

- Tiara Adeledya Thesalonika K. (41160040)

    Pada praktikum analisis ini, kelompok kami mengambil kasus tentang aborsi yang dilakukan oleh dokter Wibowo di Nganjuk. Sebagai dokter memang mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap pasien tetapi semuanya itu diatur oleh kode etik kedokteran, yang dimana dokter tidak bisa mengambil keputusan serta tindakan semaunya. Pada kasus ini dokter Wibowo merupakan dokter umum yang melakukan praktik aborsi ilegal karena sengaja melakukan aborsi tanpa adanya indikasi kedaruratan medis, dan juga bukan tanggung jawab seorang dokter umum dalam melakukan aborsi. Perbuatan yang dilakukan oleh dokter Wibowo bertentangan dengan kode etik kedokteran dan juga dokter Wibowo melanggar sumpah dokter. Pembelajaran yang diambil dari kasus ini adalah sebagai seorang dokter kita harus mengikuti kode etik kedokteran dan juga sumpah yang sudah kita lafalkan.

- Aditya Aristo Marvel Nugroho (41160048)

    Setelah topik kasus yang diangkat oleh kelompok kami yaitu aborsi, saya belajar bahwa petugas medis penting untuk melakukan atau menjalankan profesinya sesuai sumpah jabatan yang telah diucapkan dan juga mengikuti kode etik profesi,hukum-hukumyang ada,serta norma yang berlaku di masyarakat.Jangan hanya karena karena imbalan upah yang menjanjikan maupun terlibat dalam politik serta hal-hal lainnya sehingga melanggar sumpah jabatan,kode etik profesi,hukum,dan norma yang berlaku.Saya juga belajar bahwa aborsi sebenarnya sah dilakukan apabila ada indikasi medis yang memang memperbolehkan bahkan mengharuskan seorang ibu melakukan aborsi misalnya janin yang cacat atau dari ibunya sendiri yang apabila tidak dilakukan aborsi dapat menyebabkan kematian bagi dirinya.Hal ini menjadi pembelajaran untuk saya pribadi bahwasanya seorang tenaga medis harus mampu memberi informasi yang baik dan benar mengenai prosedur aborsi serta menjelaskan hal-hal yang benar mengenai aborsi.

- Antonius Vincent Ero Martono (41160086)

    Membaca kasus tersebut saya merasa bahwa dr.H.Wibowo sudah menyalahgunakan ilmu yang dimiliki. Saya sebagai mahasiswa kedokteran sangat kecewa dari tindakan yang telah dilakukan oleh dr.H.Wibowo karena membantu dalam aborsi illegal tersebut. Menjadi seorang dokter membutuhkan waktu tidak sedikit dan tidak mudah, dengan melakukan dan atau membantu kegiatan aborsi illegal yaitu dengan menghilangkan nyawa dari janin sudah berlawanan dengan apa yang harus dilakukan dokter yaitu menyelamatkan nyawa walaupun meamang ada aborsi yang dilakukan untuk menyelamatkan nyawa dari ibu tapi hal tersebut juga tidak dapat dibenarkan. Dari kasus tersebut saya mendapatkan pesan moral berupa ketika saya menjadi dokter saya tidak boleh tergoda terhadap harta yang bisa bdidapat dengan melakukan hal-hal illegal dari ilmu yang saya dapatkan.

- Anathasya Astritaningsih M. (41170106)

    Pada awalnya saya mengira jika aborsi cenderung dilakukan oleh pasangan dibawah umur yang masih labil, tetapi melalui kasus ini pandangan saya semakin terbuka jika usia bukan menjadi penentu seseorang memiliki moral, etika, nilai yang baik. Kasus ini menunjukkan lambatnya pemerintah serta masyarakat mengetahui praktek aborsi yang ilegal. Moral, etika, nilai-nilai luhur, serta integritas diperlukan seluruh masyarakat dalam menjalani kehidupan agar tidak merugikan siapapun. Kita juga perlu menghargai kehidupan yang ada, karena hidup adalah anugrah dari Tuhan, maka sebagai manusia kita harus bersyukur dan tidak boleh menghilangkan dengan sengaja kehidupan tersebut. Melalui kasus ini saya belajar bahwa hidup adalah suatu hal yang berharga dan sebagai manusia kita harus menghargai dan menghormati kehidupan orang lain melalui etika, moral, dan nilai yang ada, dan semua itu dapat dimulai dari kiri kita sendiri. 

- Kezia Adya Nindita (41170107)

    Menurut saya, dokter tersebut sudah melanggar banyak peraturan dan kode etik yang berlaku. Seperti yang kita tahu, seorang dokter harus memiliki moral tentang menghargai makhluk hidup, terutama manusia. Tugas kita adalah menyelamatkan dan meningkatkan kualitas kehidupan, bukan sebaliknya, dan bukan dengan membunuh seorang janin manusia tanpa alasan yang jelas (contoh alasan jelas adalah saat hidup ibu dan janin dipertaruhkan). Berita ini memberi pelajaran pada saya bahwa pentingnya moralitas pada diri seorang dokter agar hak, kualitas dan kesehatan hidup setiap manusia, baik dalam kandungan hingga lansia, diperjuangkan sesuai dengan sumpah dokter yang sudah diucapkan.

- Bagus Made Arisudana W.P.S. (41170110)

    Kasus aborsi merupakan kasus yang sering terjadi dimasyarakat, terutama untuk kasus aborsi tanpa alasan medis. Sebagai seorang tenaga kesehatan memiliki kode etik tersendiri dalam menyikapi kasus tersebut. beberapa hal yang saya pelajari dari kasus ini yaitu walaupun seorang dokter itu memiliki kompetensi untuk melaksanakan tindakan aborsi yang diajukan, sebagai seorang tenaga medis sebaiknya bisa lebih bijak dan mengambil keputusan dengan baik, dengan mempertimbangkan kode etik dan nilai nilai yang berlaku. Apalagi kasus yang dilakukan oleh tenaga medis tersebut hanya untuk mencari keuntungan materi saja, juga prosedur yang dilakukan tidak sesuai standar yang berlaku dan membahayakan nyawa pasien.  Pada kasus ini tindakan aborsi yang dilakukan merupakan aborsi tanpa alasan medis, dan tidak sesuai standar, yang merupakan praktek ilegal yang dibuka oleh seorang dokter umum. Disini bisa diniliai bahwa tindakan yang dilakukan oleh dokter yang bersangkutan hanya untuk keuntungan pribadinya dengan membahayakan nyawa pasien tanpa mempertimbangkan kode etik, nilai – nilai moral, dan keselamatan dari pasien itu sendiri.

- Ardo Septian Timorales Enembe (41170119)

    Sebagai seorang calon dokter dan manusia biasa saya dihadapi mengenai alasan-alasan yang dalam tanda kutip apakah saya harus memilih “pro-life” atau “pro-choice”. Dari sisi kemanusiaan saya mungkin pada keadaan tertentu dapat lebih condong ke “pro-choice” karena berbagai alasan yang membuat logika saya setuju untuk melakukan hal itu, namun situasi sekarang berbeda karena saya merupakan calon tenaga kesehatan yakni dokter. Dalam sumpah dokter terdapat sumpah yang menyatakan “Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai saat pembuahan” sumpah ini sangat berarti besar bagi saya, bahwa setelah saya mengikrarkan sumpah ini moralitas dan etika saya sebagai seorang dokter dan manusia biasa dituntut ketika menghadapi kasus aborsi. Dalam hal ini logika saya tidak bisa saya jadikan patokan untuk pengambilan keputusan, saya harus menggunakan “hati” saya yakni dengan mengambil keputusan berdasarkan moral dan etika karena hal ini menyangkut nyawa manusia yang saya sadar betul saya tidak bisa mengakhiri kehidupanya dengan tangan saya sendiri karena saya bukan Tuhan yang dapat menentukan hidup dan matinya seseorang dan juga tugas saya nanti sebagai seorang dokter untuk memelihara kehidupan serta melaukan tindakan berdasarkan perikemanusian. Mungkin pandangan perikemanusiaan dapat bebeda-beda dan menghasilkan kubu-kubu tertentu, namun yang akan saya lakukan nanti akan bertindak selayakanya dokter dibawah sumpah dokter, kode etik kedokteran, dan undang-undang yang berlaku dan lebih penting lagi moral saya yakni kesadaran saya bahwa saya hanyalah manusia biasa yang harus dapat membedakan mana yang baik dan buruk bagi saya, masyarakat, lingkungan, dan Tuhan dan menjalankan semua pedoman saya sebagai sesuatu yang bernilai dasar pada hidup saya yang terintegritas.

- Theodora Arnadia (41170120)

    Dari praktikum kasus etika aktual ini, yang saya dapatkan adalah sebagai seorang manusia penting untuk melakukan segala tindakan didasarkan pada etika yang terkait moral kehidupan. Terlebih lagi ketika menjadi tenaga profesi, dalam menjalankan kegiatan terkait profesinya, tentu dibutuhkan etika profesi yang mengatur segala tindakan dalam pekerjaannya. Setelah lulus dan menjadi seorang dokter, tentu pemahaman dari praktikum ini sangat perlu dan sangat bermanfaat dalam menjalankan profesi dokter. Semua etika dan moral sudah diatur dan harus di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, tidak boleh dilanggar karena semua demi kebaikan bersama. Tentunya hal utama yang perlu di ingat oleh seorang dokter adalah sumpah dokter nya, itu berlaku seumur hidup. Terlebih lagi kasus yang dibahas (praktik aborsi ilegal) memberikan contoh nyata adanya pelanggaran etika profesi kedokteran dalam kehidupan sehari-hari dan dari setiap tindakan pelanggaran tentu akan ada sanksinya sebagai bentuk pertanggungjawaban dari pelaku kejahatan.

- Mega Silvia Immanuela C. B. (41170175)

    Dari kasus yang dibahas, dapat menjadi gambaran masih banyaknya kejadian aborsi yang dilakukan secara ilegal demi kepentingan pribadi. Hal ini membuat saya belajar lebih lagi mengenai bagaimana saya menjalankan kewajiban saya sebagai dokter sesuai dengan kode etika yang ada. Bagaimana saya harus menghormati otonomi pasien saya kelak, namun saya juga harus mengerti kapan otonomi pasien tersebut harus dikesampingkan demi keselamatan manusia lainnya.

- Bryan Abednego (41170181)

    Refleksi yang saya dapatkan dari pengerjaan kasus aborsi ini diliat dari etika kedokteran membuat saya menjadi lebih mengerti betapa pentingnya moral dan etika di bidang kesehatan. Dokter yang seharusnya menjadi “penyelamat”, berubah menjadi “pencabut nyawa”. Dari kasus tersebut saya tidak terpikir masih banyak orang yang menyepelekan tentang kehidupan. Banyak orang tua yang menggugurkan kandungannya. Dokter juga memenuhi keinginan dari orang tua tersebut, cuma karena uang. Hal tersebut menunjukkan masih terdapat beberapa dokter yang tidak sungguh-sungguh dalam melakukan sumpahnya dan tidak memiliki moral serta etika seorang manusia. Padahal sudah terdapat pedoman etika yang mempermudah dokter untuk mengerti mana yang boleh dan tidak, tetapi masih saja beberapa dokter tidak melakukannya. Hal ini membuat saya mengerti bahwa seorang dokter harus memiliki hati untuk melayani, bukan cuma uang. Selain itu dokter juga harus memiliki moral dan etika sesuai dengan pedoman yang sudah ada dan memiliki integritas, supaya kedepannya kesehatan di Indonesia menjadi lebih maju dan tidak ada praktik ilegal yang terjadi.

- Henricka R. A. Tewu (41170182)

    Dari kasus yang saya dapatkan, saya lebih mengetahui tentang etika & moral dokter dan hukum yang berhubungan dengan aborsi. Ternyata semua yang saya ketahui tentang aborsi cukup sedikit. Setelah saya membaca tentang kasus aborsi ternyata ada banyak hal yang perlu diperhatikan baik dari kode etika kedokteran dan hukum tentang Kesehatan dan perlindungan anak. Kasus ini membuat saya untuk selalu memikirkan semua keputusan yang akan saya buat dan juga bahwa semua Tindakan medis dipantau oleh hukum.

- Puji Kristi (41170184)

    Pembelajaran mengenai etika kedokteran dengan menelaah kasus sangat membantu saya dalam memahami lebih dalam tentang penerapan etika dan moral di masyarakat nantinya dan dapat menuntun saya menjadi seorang dokter yang lebih baik di masa depan. Seorang dokter seharusnya dapat menjadi agen pengubah dalam masyarakat ke arah yang lebih baik tetapi dengan adanya penyimpangan pada etika dan moral maka dokter tersebut sudah memberikan contoh yang buruk pada masyarakat itu sendiri dan gagal dalam perannya sebagai agen pengubah dalam masyarakat. Aborsi merupakan masalah yang sangat sering ditemukan di masyarakat, salah satu contoh kurangnya moral dan etika seorang dokter dapat ditemukan pada kasus ini. Dokter tersebut gagal dalam mencegah keinginan pasien yang sudah jelas melanggar hukum dan atau etika serta gagal dalam perannya sebagai pelindung kehidupan mahkluk insani dan agen pengubah masyarakat dengan ikut menyimpang dari etika yang ada. Moral dan etika saya temukan sangat penting dalam menentukan langkah bijak yang harus diambil oleh seorang dokter jika ada masalah moral atau etika yang terjadi di masyarakat.

- Nindya Stephanie Christina (41170185)

    Aborsi merupakan suatu tindakan yang bertujuan untuk mengugurkan janin dalam kandungan. Tindakan ini masih kerap terjadi dimasyarakat terutama kalangan muda. Kasus ini mengajarkan  pentingnya sex-education untuk masyarakat, terutama kalangan remaja agar mereka dapat mengetahui sistem, proses dan fungsi alat reproduksi yang ada pada tubuh mereka. Selain itu sex-education juga penting agar masyarakat dapat mengetahui risiko penyakit dan cara menghindari kekerasan seksual yang sangat rentan terjadi pada saat ini.

    Melalui kasus ini saya juga belajar mengenai Kode Etik Kedokteran Indonesia dan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari. Saya sadar, bahwa sebagai seorang dokter kelak memerlukan suatu integritas diri dimana seorang dokter harus mengabdikan dirinya untuk kepentingan kemanusiaan walaupun banyak hambatan dalam penerapannya.Kasus ini mendorong saya untuk memahami penerapan kode etik kedokteran dan penerapannya agar dapat menjadi dokter yang taat akan kode etik pofesi dimasa depan nanti.

- Ruth Cathelia Surya (41170187)

    Pelajaran yang dapat saya ambil dari kasus aborsi dokter Wibowo ini adalah kita sebagai dokter harus bijak dalam menangani pasien. Meskipun keputusan ada di tangan pasien, alangkah lebih baik bila dokter dapat memberikan semua pertimbangan baik buruknya. Sebagai dokter, kita memiliki tanggung jawab yang besar pada Tuhan, negara, dan orang lain, dan diri sendiri. Profesi dokter juga terikat pada sebuah etika profesi dan hukum, maka dalam melayani pasien dokter juga harus memikirkan moral untuk kesembuhan pasien, apa yang baik dan buruk untuk pasien. Apabila keinginan pasien tidak sekehendak dengan kemampuan atau etika dokter, lebih baik untuk menolak pasien dibandingkan melakukan sesuatu yang ilegal/membahayakan pasien dan orang lain. Sebagai dokter, kita juga menjunjung tinggi kehidupan dimana dokter berusaha mengupayakan agar pasien dapat kembali hidup beraktivitas atau meminimalisir luka, dan menurut saya ini adalah hal dasar dalam ilmu kedokteran. Yang harus dilakukan oleh dokter adalah berupaya menghidupkan pasien, bukan mengambil nyawa pasien.

- Ivan Satrio Wicaksono (41170188)

    Setelah membaca berita tentang aborsi dan merenungkannya, saya merasa bahwa tanggung jawab seorang dokter sangatlah berat. Di satu sisi, seorang dokter dengan hati yang mulia ingin menolong saudaranya sesama manusia, dan juga mungkin membutuhkan keuangan atau perekonomian yang cukup bagi keluarganya, dengan mendapatkan rezeki sesuai dengan jasanya dan sesuai dengan etika profesi, dan tentu saja dengan tidak merendahkan harkat dan martabatnya sendiri. Seorang dokter sudah jelas melanggar kode etik kedokteran ketika melakukan tindakan abortus provocatus, karena sudah terdapat aturannya tersendiri. Namun, apakah dokter sedang menjadi Tuhan sehingga dapat memilih yang akan hidup adalah sang ibu ataukah sang anak? Seorang dokter tentu saja sangat sulit untuk menentukan hal tersebut, karena dokter juga hanya manusia biasa. Dengan semakin paham akan hal ini, saya semakin ingin mengasah moral dan etika saya, menyelami kembali ke dalam hati nurani saya tentang tindakan dan perlakuan yang akan saya lakukan ke depannya sebagai dokter, sehingga ketika saya sudah menjadi dokter, saya dapat memilih pilihan yang tepat, seperti yang sudah direncanakan-Nya.

- Edwin Hendrawan (41170191)

    Hal yang saya dapatkan setelah membaca dan memahami tentang kasus yang berkaitan dengan aborsi sekarang ini, saya mengerti bahwa kejadian pelanggaran etika dapat dilakukan oleh siapapun bukan hanya dari pemberi layanan kesehatan namun juga dapat dilakukan oleh beberapa lapisan masyarakat, bahkan pasien sendiri. Yang menjadi fokus saya pada kasus yang dibahas adalah mengenai pentingnya seorang tenaga kesehatan untuk tetap melakukan apa yang sesuai dengan kode etik yang berlaku, meskipun hal yang dikerjakan dapat memberikan penghasilan yang besar tetap sesuai dengan kode etik dan hukum yang berlaku. Hal tersebut menjadi pembelajaran tersendiri untuk saya pribadi bahwa tenaga kesehatan baik yang berkompeten maupun tidak berkompeten dalam hal tersebut harus mampu memberikan informasi serta berani untuk meluruskan menuju hal yang benar sebelum melakukan prosedur aborsi. Pelanggaran kode etik yang dilakukan baik oleh seseorang maupun beberapa pihak dapat memberikan dampak buruk bagi setiap orang yang terlibat.

 

DAFTAR PUSTAKA

a. Berita:

Chusna, Asmaul 2017, polisi teukan janin dalam plastik dalam penggrebekan aborsi nganjuk, antaranews, dlihat 21 Mei 2020, <https://www.antaranews.com/berita/644204/polisi-temukan-janin-dalam-plastik-dalam-penggrebekan-aborsi-nganjuk>

Dossa, Yulius L 2017, Nganjuk polisi bongkar praktik aborsi ilegal, Tagar Id, dilihat 21 Mei 2020, < https://www.tagar.id/nganjuk-polisi-bongkar-praktik-aborsi-ilegal >

Nugroho, Edi 2017, Lewat online penjualan obat penggugur marak, radar kediri jawapos, dilihat 21 Mei 2020, < https://radarkediri.jawapos.com/read/2017/08/06/5921/lewat-online-penjualan-obat-penggugur-marak>

Pull 2017, berhenti dari puskesmas dokter wibowo pilih buka praktik aborsi, JPNN, dilihat 21 Mei 2020,< https://www.jpnn.com/news/berhenti-dari-puskesmas-dokter-wibowo-pilih-buka-praktik-aborsi >

Romadani,M 2017, Begini tempat praktik yang dipakai abosi di Nganjuk, Jatim Tribun News, dilihat 21 Mei 2020, <https://jatim.tribunnews.com/2017/08/02/begini-tempat-praktik-yang-dipakai-aborsi-di-nganjuk>

http://sipp.pn-nganjuk.go.id/index.php/detil_perkara > (dilihat 21 Mei 2020)

b. Sumber Buku

Grimes DA dkk.,  2006.Aborsi yang tidak aman: pandemik yang dapatdihindari (Unsafe abortion: the preventable pandemic), Lancet,, 368(9550):1908-1919.

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) 2004, Kode Etik Kedokteran dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), Jakarta : IDI

National Academies of Sciences, Engineering, and Medicine; Health and Medicine Division; Board on Health Care Services; Board on Population Health and Public Health Practice; Committee on Reproductive Health Services: Assessing the Safety and Quality of Abortion Care in the U.S.2018.The Safety and Quality of Abortion Care in the United States.The National Academies Press Washington , DC.

Purwadianto, Agus, et. al., 2012, Kode Etik Kedokteran Indonesia,Jakarta:IDI

Komentar

  1. Fansnya Mas Abed23 Mei 2020 pukul 17.42

    Terimakasih kelompok 6 atas artikel aborsinya

    Saya mau bertanya, bagaimana kelanjutan hukum yang diberikan kepada bapak dan ibu yang melakukan aborsi tersebut ? Apakah hukuman yang diterima sama dengan dokter yg melakukan praktik ilegal tersebut ?

    Terimakasih sukses selalu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, Fansnya Mas Abed.

      Terimakasih atas pertanyaan dan ulasannya.

      Jadi, kelanjutan hukum yang diberikan kepada bapak dan ibu yang melakukan aborsi tersebut adalah berupa ancaman hukuman penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sesuai dengan pasal 77A juncto pasal 45A Undang-Undang Perlindungan Anak. Selain itu, bapak dan ibu juga mendapatkan konsekuensi lain yaitu pelanggaran moral dan menanggung malu akibat ditangkap oleh pihak kepolisian. Sedangkan hukuman yang diterima oleh dokter yang melakukan praktik ilegal tersebut juga sama, dijerat pasal 194 UU Kesehatan dengan hukuman penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) seperti yang sudah tertera pada penjelasan artikel di atas.

      Semoga membantu yaa!

      Ivan Satrio Wicaksono (41170188)

      Hapus
  2. Berapa persen tingkat keberhasilan aborsi atas indikasi medis? Karena setahu saya risiko kematian akibat aborsi tinggi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaannya.
      Menurut National Abortion Federation(NAF), persentase kesuksesan untuk aborsi medis (diberikan obat yang akan mengakibatkan mirip dengan keguguran) sebesar 95-98%. Sedangkan aborsi aspirasi (dengan prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis kompeten dan dapat dilakukan dengan bius), persentase kesuksesannya mencapai 99%. Semoga terjawab :)

      Ruth Cathelia Surya (41170187)

      Hapus
  3. Bagaimana jika aborsi dilakukan atas dasar perimbangan keselamatan ibu, atau mungkin bayi yg dilahirkan sudah diperkirakan cacat fisik yg berat?? Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaannya.
      Menurut UU no 36 tahun 2009, aborsi dilegalkan dalam 2 kondisi, yaitu:
      Indikasi kedaruratan medis untuk keselamatan ibu dan/janin, termasuk apabila bayi mengalami cacat kongenital berat atau yang tidak dapat dipebaiki sehingga sulit untuk bertahan hidup saat diluar kandungan
      Korban pemerkosaan yang menyebabkan trauma psikis pada korban
      2. Apabila aborsi dilakukan atas pertimbangan kesematan ibu atau memang sudah ada indikasi kedaruratan medis, maka boleh dilakukan aborsi. Namun, perlu diperhatikan bahwa dalam pengambilan keputusan aborsi, terkait harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli/konselor yang berwenang dan dalam pelaksanaannya dokte/tenaga ahli harus meminta izin terlebih dahulu kepada ibu hamil yang bersangkutan dan suami (kecuali korban perkosa). Semoga terjawab :)

      Ruth Cathelia Surya (41170187)

      Hapus
  4. Terima kasih kelompok 6 untuk artikelnya tentang etika aborsi. Saya ingin bertanya jadi apakah aborsi tetap tidak akan dilakukan walaupun suatu kehamilan tersebut akan membahayakan nyawa dari sang ibu ? atau bahkan membahayakan nyawa janin dan ibunya ? dokter juga harus menjadi decision maker yg baik kan. Kalau menurut saya , sesuai etika memang sangat tidak dianjurkan dan sangat di larang namun jika memang di haruskan kita mungkin bisa meminta inform concent dari pihak keluarga atau pasien itu sendiri. Tapi tanggapan dari kelompok 6 sendiri bagaimana terkait hal ini ? Terima kasih banyak , dan sehat selalu teman teman ..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, Awie.

      Terimakasih untuk pertanyaan dan ulasannya.

      Jadi, kita mengenal terlebih dahulu tentang aborsi dan pengecualiannya yaa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, aborsi adalah pengguguran kandungan. Pada dasarnya, setiap orang dilarang melakukan aborsi sesuai dengan pasal 75 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).

      Nah, terkait hal tersebut, terdapat pengecualian terhadap larangan melakukan aborsi, terkait dengan pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan yang menyatakan hanya diberikan dalam 2 kondisi berikut:

      a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang
      mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat
      dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan
      bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
      b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi
      korban perkosaan.

      Kemudian suatu tindakan aborsi dapat dinyatakan sebagai sebuah tindakan yang legal juga harus memperhatikan ketentuan Pasal 75 ayat (3) UU Kesehatan yang menerangkan sebagai berikut:

      "Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah
      melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling
      pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang."

      Ada lagi yang mengatur lebih jauh dari pada hal itu yaitu tentang mengatur batas suatu tindakan aborsi, hal tersebut sebagaimana yang dijelaskan dalam ketentuan Pasal 76 UU Kesehatan yang menerangkan:

      Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
      a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid
      terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
      b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang
      memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
      c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
      d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan;
      e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
      Menteri.

      Jadi seperti itu yaa, memang menjadi dokter harus dapat menjadi decision maker yang baik, tepat, dan sesuai pula dengan hukum yang berlaku serta tidak melanggar kode etik kedokteran yang sudah ditentukan dan sudah diatur.

      Semoga membantu yaa!

      Ivan Satrio Wicaksono (41170188)

      Hapus
  5. Bagaimana jika bayi yang dikandungnya ternyata tidak mengalami perkembangan yang semesthinya dan harus dilakukan operasi, apakah hal tersebut termasuk aborsi ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, Dixie Bramantya S.

      Terimakasih atas pertanyaannya.

      Sebelumnya memang sudah diatur tentang pengecualian terhadap larangan aborsi, terkait dengan pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan yang menyatakan hanya diberikan dalam 2 kondisi berikut:

      a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
      b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

      Nah, jika memang bayi yang dikandungnya tidak mengalami perkembangan yang semestinya dan harus dilakukan operasi, pastilah dengan alasan kesehatan tersebut yang dapat mengancam nyawa baik ibu dan janin maka dapat dibenarkan. Hal tersebut memang merupakan aborsi ya, jika dilakukan operasi pengambilan atau pengangkatan janin, namun merupakan aborsi yang dapat dibenarkan, sesuai dengan UU Kesehatan yang telah ditetapkan.

      Semoga membantu yaa!

      Ivan Satrio Wicaksono (41170188)

      Hapus
  6. Artikel yang berbobot dan memuat informasi yang baik.

    Saya ingin bertanya, untuk dibeberapa negara seperti Australia dan Amerika, aborsi karena alasan tidak ingin memiliki anak tersebut karena si Ibu belum siap mendidik seorang anak diperbolehkan, apa tanggapan saudara2 terhadap perspektifi demikian?
    Semoga selalu kritis dan menjadi tenaga medis yang bertanggung jawab.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaannya.

      Izin saya menjawab pertanyaan. Terkait aborsi di beberapa negara diperbolehkan dan memang sudah disahkan. Menurut informasi dari BBC, Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait hal tersebut, yaitu dekriminalisasi aborsi memang telah dibuat dan disahkan di Australia pada Kamis 26 September 2019. Dikutip dari Gatra Media Group, aborsi boleh dilakukan menurut UU baru, namun tindakan tersebut hanya diperbolehkan sampai batas usia kehamilan menginjak 22 minggu. Pada intinya setiap negara memiliki aturannya sendiri terkait tindakan aborsi, dengan segala macam pertimbangan terbaiknya. Untuk melakukan tindakan aborsi pun tetap melalui tahapan agar memenuhi kriteria maupun persyaratan yang ada untuk aborsi.

      Saya tidak dapat menyalahkan kebijakan tersebut sepenuhnya karena dalam kebijakan tersebut ada berbagai macam pertimbangan yang telah dibahas oleh mereka yang berwenang. Tentunya kebijakan tersebut telah melalui banyak perdebatan untuk disahkan, melihat dari berbagai aspek juga termasuk aspek budaya setempat. Namun yang perlu saya tekankan lagi terkait topik pembahasan blog ini adalah bahwa di Indonesia, secara hukum maupun etika profesi kedokteran tidak mengizinkan adanya praktik aborsi tanpa adanya indikasi medis.

      Berdasarkan KUHP, ketentuan yang melarang tindakan aborsi diatur pada Pasal 346 KUHP. akan tetapi ada pula aturan pada pasal 63 ayat (2) KUHP yang menyatakan:

      "Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan."

      Maka, pasal 346 KUHP dapat dikesampingkan apabila ada aturan khusus yang mengaturnya.

      Aturan khusus tersebut adalah sebagai berikut :
      Berdasaarkan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan larangan tindak aborsi.
      Pada Pasal 75,
      Ayat (1) menyatakan :
      "Setiap orang dilarang melakukan aborsi."
      Ayat (2) menyatakan :
      "Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
      a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
      b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan."
      Hal tersebut juga tertuang pada ayat (3)

      Terkait kasus pemerkosaan, hal tersebut di atur pada Peraturan Pemerintah No.61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi pasal 31 sampai 39.

      Sumber :
      1.BBC
      2. Gatra.com
      3.Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
      4.Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
      5.Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.
      6. Hukumonline.com

      Sekian jawaban yang dapat saya berikan, semoga dapat bermanfaat dan mohon maaf apabila terdapat kekurangan. Terimakasih sudah meninggalkan komentar di blog kami, dan berdiskusi bersama! :)

      Theodora Arnadia (41170120)

      Hapus
  7. Terima kasih atas artikelnya. Izin bertanya, apakah ada usia minimum bagi janin agar dikatakan sudah hidup dan memiliki hak untuk hidup? Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaannya. saya izin menjawab ya, terkait usia minimum bagi janin agar dikatakan sudah memiliki hidup dan hak untuk hidup, mengacu pada Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Indonesia, semua dokter di indonesia menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.

      Sekian jawaban yang dapat saya berikan, semoga dapat bermanfaat dan mohon maaf apabila terdapat kekurangan. Terimakasih sudah meninggalkan komentar di blog kami, dan berdiskusi bersama! :)

      Theodora Arnadia (41170120)

      Hapus
  8. Pembahasannya menarik & lengkap. Izin bertanya. Apakah ada suatu zat dari makanan/minuman sehari-hari yg jika diminum bumil dapat membunuh sang bayi? Jika iya apa dan sebutkan efeknya
    Terimakasi

    BalasHapus
  9. Waauuwww keren menambah wawasan sekali. Jangan pada aborsi yaaa😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih sudah meninggalkan komentar di blog ini.

      Hapus
  10. Jika indikasi medis keputusan di pasien atau dokter.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, Heri.

      Terimakasih untuk pertanyaannya.

      Jadi, indikasi medis merupakan suatu kondisi medis yang tentunya didapatkan dari hasil pemeriksaan oleh dokter, sehingga yang dapat memutuskan indikasi medis untuk dilakukannya aborsi adalah dokter. Aborsi ini dapat dibenarkan sebagai pengobatan, apabila merupakan satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari bahaya maut (abortus provocatus therapeuticus). Keputusan untuk melakukan abortus provocatus therapeuticus harus dibuat oleh sekurang-kurangnya dua dokter dengan persetujuan tertulis dari wanita hamil yang bersangkutan, suaminya dan atau keluarganya yang terdekat. Hendaknya dilakukan dalam suatu rumah sakit yang mempunyai cukup sarana untuk melakukannya. Dokter tetap akan menyarankan tidak aborsi jika memungkinkan, namun jika hal tersebut mengancam nyawa ibu tersebut, aborsi dapat dilakukan, tentunya harus sesuai dengan UU Kesehatan yang berlaku, yakni UU Kesehatan pasal 75.

      Semoga membantu yaa!

      Ivan Satrio Wicaksono (41170188)

      Hapus
  11. Hallo kelompok 6.. Artikel kalian sangat menarik dan bermanfaat :)

    Saya Divia (41170131) ingin bertanya terkait aborsi di Indonesia..
    1. Pada informasi di atas disebutkan bahwa “Setiap Orang dilarang melakukan aborsi terhadap Anak yang masih dalam kandungan, kecuali dengan alasan dan tata cara peraturan perundang-undangan”. Yang ingin saya tanyakan adalah apakah syarat2 seseorang boleh melakukan aborsi selain dalam kondisi darurat ? Dan adakah peraturan yang mengatur hal tersebut ?
    2. Bagaimana cara kalian jika sudah menjadi dokter untuk memberikan edukasi kepada masyarakat atau pun pada pasien kalian nanti jika ada yang ingin melakukan aborsi agar pasien tersebut mengurungkan niatnya untuk menggugurkan kandungannya ?

    Terima kasih :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo Divia...terimakasih pertanyaannya. Saya ingin menjawab berdasarkan KUHP pasal 75 yang berisi:

      “(1.) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
      (2.) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
      a. indikasi kedaruratan medis yang di deteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/ atau janin, yang menderita pemyakit genetik berat dan/ atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan; atau
      b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologi bagi korban perkosaan
      (3.) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/ atau penasehat pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang

      (4.) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.”

      Dari pasal tersebut aborsi dilarang kecuali pada indikasi medis serta kehamilan akibat pemerkosaan yang diatur dalam hukum. Edukasi dapat diberikan melalui berbagai media seperti melalui media cetak, media elektronik, media luar ruang, serta media lain. Selain itu konselung merupakan salah satu media untuk edukasi.
      Semoga menjawab...
      Salam hangat .
      Anathasya Astritaningsih Marjadi (41170106)

      Hapus
  12. Pembahasan yang menarik, ijin bertanya
    1) Kondisi medis spt apa yang memperbolehkan untuk tindakan aborsi? Dan apakah tercantum di kodeki?
    2) Pandangan aborsi untuk tiap" agama spt apa? Karena sptnya di tiap agama memiliki berbagai pandangan mengenai usia janin dlm kandungan

    Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaannya.
      1) Pada pasal 75 indikasi kadaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan baik mengancam nyawa ibu dan atau janin, menderita penyakit genetik berat dan atau cacat bawaan maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan atau kehamilan akibat perkosaan yang dapat sebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan hal tersebut dilakukan setelah konseling dengan konselor berkompeten dan berwewenang dan di atur dalam peraturan pemerintah.
      Pada Kodeki pasal 11 ayat 2 seorang dokter dilarang terlibat atau melibatkan diri ke dalam abortus, euthanasia, maupun hukuman mati yang tidak dapat dipertanggung jawabkan moralitasnya
      Pada Kodeki pasal 11 ayat 5 dicantumkan seorang dokter dilarang menggugurkan kandungan (abortus provocatus) tanpa indikasi medis yang membahayakan kelangsungan hidup dan janin atau mengakhiri kehidupan seseorang menurut ilmu dan pengetahuan tidak mungkin akan sembuh (euthanasia).
      2) Aborsi sendiri adalah cakupan yang luas, dimana dapat dilihat dari sudut hukum, sosial budaya, dan agama.
      Sebagai mahasiswa kedokteran, kami memegang etika profesi kedokteran. Untuk usia aborsi menurut UU no 36 thn 2009 adalah sebelum usia kehamilan berumur 6 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir kecuali dalam hal kedaruratan medis, sedangkan untuk pandangan agama sendiri, kami tidak berani memberikan statement tanpa dasar/sumber yang jelas karena itu bukan ranah kami.
      Maaf sebelumnya apabila tidak dapat menjawab pertanyaannya. Terimakasih.
      Puji Kristi (41170184)

      Hapus
  13. Terima kasib atas penjelasan yang cukup menarik, izin bertanya untuk rahim yang telah mengalamk aborsi dengan sengaja dan tanda fasilitas yang baik apakah ini dapat menurunkan kualitas rahim untuk kehamilan selanjutnya (meningkatkan rentan keguguran) ?
    Serta untuk untuk kasus aborsi ini apakah suami istri tersebut dapat terkena pidana sebagai pembunuhan pula? Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. baik, terimakasih banyak untuk Yugo atas pertanyaannya,
      Perkenalkan saya Kezia Adya (41170107) , salah satu penulis artikel ini, ingin mencoba menjawab. sebuah studi menunjukan 1 dari 5 pasien dengan riwayat abortus mengalami adhesi intrauterine. adhesi intrauterine bisa dikatakan seperti perlengketan di rahim. adhesi intrauterine ini bisa menyebabkan infertilitas karena mencegah sel telur dan sperma bertemu. selain itu adhesi intrauterine bisa menyebabkan rasa sakit, termasuk kram menstruasi dan hubungan seks yang menyakitkan, namun bisa saja adhesi tidak menampakan gejala yang jelas. Selain adhesi intrauterin, adanya sisa abortus yang menyebabkan perdarahan terus menerus atau memerlukan tindakan kuretase/kuret ulang. aborsi juga bisa menyebabkan penyakit lain dan dapat disimpulkan bahwa bisa mempengaruhi kualitas rahim untuk kehamilan selanjutnya dan meningkatkan resiko keguguran. untuk aborsi sendiri, jika janin berusia lebih dari 4 bulan yang artinya telah memiliki nyawa, pelaku aborsi bisa dijerat dengan pasal pembunuhan berencana. itu saja jawaban dari saya, semoga bermanfaat.

      Kezia Adya N (41170107)

      Hapus
  14. Bagaimana komen anda negara2 barat, juga australia yg sudah melegalisasi??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaannya.

      Izin saya menjawab pertanyaan. Terkait aborsi di beberapa negara diperbolehkan dan memang sudah disahkan. Menurut informasi dari BBC, Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait hal tersebut, yaitu dekriminalisasi aborsi memang telah dibuat dan disahkan di Australia pada Kamis 26 September 2019. Dikutip dari Gatra Media Group, aborsi boleh dilakukan menurut UU baru, namun tindakan tersebut hanya diperbolehkan sampai batas usia kehamilan menginjak 22 minggu. Pada intinya setiap negara memiliki aturannya sendiri terkait tindakan aborsi, dengan segala macam pertimbangan terbaiknya. Untuk melakukan tindakan aborsi pun tetap melalui tahapan agar memenuhi kriteria maupun persyaratan yang ada untuk aborsi.

      Saya tidak dapat menyalahkan kebijakan tersebut sepenuhnya karena dalam kebijakan tersebut ada berbagai macam pertimbangan yang telah dibahas oleh mereka yang berwenang. Tentunya kebijakan tersebut telah melalui banyak perdebatan untuk disahkan, melihat dari berbagai aspek juga termasuk aspek budaya setempat maupun kepercayaan dan lain sebagainya. Namun yang perlu saya tekankan lagi terkait topik pembahasan blog ini adalah bahwa di Indonesia, secara hukum maupun etika profesi kedokteran tidak mengizinkan adanya praktik aborsi tanpa adanya indikasi medis. Hal tersebut yang akan menjadi pegangan saya hingga kedepannya. Adapula ketentuan yang mengatur terdapat pada KUHP, UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU tentang Perlindungan Anak, tentunya masih banyak lagi ketentuan yang menyebutkan larangan terkait aborsi.

      Sekian jawaban dari saya, semoga bermanfaat. Apabila ada kekurangan saya mohon maaf. Terimakasih telah meninggalkan komentar di blog ini dan berdiskusi bersama ! :)

      Theodora (41170120)

      Hapus
  15. halo, kelompok 6. terimakasih atas artikelnya.
    saya ingin bertanya perihal
    1. Bagaimana perspektif kalian melihat salah satu kondisi seperti kasus diatas dimana korban yang terpaksa melakukan aborsi itu diakibatkan karena belum siap memiliki anak?
    2. Apa yang bisa dilakukan sebagai seorang mahasiswa kedokteran ketika melihat kasus seperti diatas?
    danke.

    BalasHapus
  16. Terimakasih artikelnya kakak-kakak ku dari angkatan 17. Ijin bertanya, kalau dari yang saya baca. dr. Wibowo memang bersalah, tapi apakah pasutri yang datang juga dianggap bersalah? Kan mereka datang ke seseorang yang mengaku berprofesi sebagai dokter atau setidaknya dokter yang masih aktif. Bukannya kita seharusnya menganggap bahwa pasien tidak tahu apa-apa, dan dokter harus menjelaskan prosedur serta kemungkinan komplikasinya? Dalam kasus ini dapatkah kita menyalahkan pasutri yang datang sebagai pasien?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaannya, izin saya menjawab ya..

      Terkait kasus tersebut, benar pernyataan anda bahwa dokter wibowo bersalah.
      Sedangkan untuk pasangan suami istri tersebut apakah bersalah?

      Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terdapat ketentuan yang melarang perbuatan aborsi sebagaimana yang diatur pada Pasal 346 KUHP yang menyatakan:

      "Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam pidana penjara paling lama empat tahun."

      adapula pada pasal 348 ayat (1) menyatakan :
      "Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuan wanita itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan."

      Dua ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa pasangan suami istri tetap bersalah atas tindakan aborsi yang dilakukannya.

      Sekian jawaban dari saya, semoga bermanfaat. Apabila ada kekurangan saya mohon maaf. Terimakasih telah meninggalkan komentar di blog ini dan berdiskusi bersama ! :)

      Theodora (41170120)

      Hapus
  17. Bagus banget artikelnya �� mau nanya Kak gimna cara gugurin tapi ga ada efek samping untuk ibu yg mengandung jika memang terpaksa harus di gugurkan? Makasihh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaannya. Saya akan coba menjawab terkait cara mengugurkan tapi tidak ada efek sampingnya. Perlu saya konfirmasi ulang bahwa tindakan ini dilakukan apabila kandungan seorang ibu dengan sangat terpaksa di gugurkan karena ada alasan medis yang sangat kuat ya dan tindakan tersebut hanya boleh dilakukan oleh tenaga profesional yang kompeten.

      Untuk cara mengugurkan kandungan sendiri ada banyak cara, contohnya kuretase / menggunakan obat-obatan / lain sebagainya. Selain itu perlu diketahui dan diperhatikan usia kehamilannya saat akan dilakukan tindakan aborsi, kondisi ibu maupun janin juga perlu diperhatikan. Kalau dari pertanyaan "cara mengugurkan tapi ga ada efek samping", saya akan bahas lebih dahulu apa itu efek samping.

      Dari sumber yang saya baca yaitu pharmacytimes.com, efek samping adalah efek yang tidak diinginkan yang terjadi pada dosis normal yang berhubungan dengan sifat farmakologinya. Berdasarkan kalimat tersebut maka kesimpulan saya adalah yang anda tanyakan terkait menggugurkan kandungan dengan menggunakan obat-obatan. Segala obat-obatan tentu dapat memunculkan efek samping, tak terkecuali satupun, namun yang dapat dilakukan hanyalah menggunakan obat sesuai petunjuk pemakaian, baik cara pemakaian maupun dosis dan hal lainnya seperti kondisi pasien. Penggunaanya pun perlu pengawasan dari dokter. Dalam hal ini adalah dokter spesialis.

      Sekian jawaban dari saya, semoga bermanfaat. Apabila ada kekurangan saya mohon maaf. Terimakasih telah meninggalkan komentar di blog ini dan berdiskusi bersama ! :)

      Theodora (41170120)

      Hapus
  18. Artikel yang menarik sekali! Saya ingin bertanya, bagaimana seharusnya sikap seorang dokter dalam menangani kasus aborsi seperti ini? Apakah dokter serta merta mengiyakan keinginan pasien untuk aborsi? Ataukah ada prosedur khusus yang dilakukan? Jika ada apa saja? Bisa tolong dijelaskan?

    Terima kasih, sukses selalu.

    BalasHapus
  19. Informasinya sangat membantu ka. Ijin bertanya, apakah ada negara yang melegalkan aborsi? Makasi sebelumnya ka.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih Pertanyaan nya. Izin saya menjawab pertanyaan ya. Terkait aborsi di beberapa negara diperbolehkan dan memang sudah disahkan. Sebagai contoh menurut informasi dari BBC, Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait hal tersebut, yaitu dekriminalisasi aborsi memang telah dibuat dan disahkan di Australia pada Kamis 26 September 2019. Dikutip dari Gatra Media Group, aborsi boleh dilakukan menurut UU baru, namun tindakan tersebut hanya diperbolehkan sampai batas usia kehamilan menginjak 22 minggu. Pada intinya setiap negara memiliki aturannya sendiri terkait tindakan aborsi, dengan segala macam pertimbangan terbaiknya. Untuk melakukan tindakan aborsi pun tetap melalui tahapan agar memenuhi kriteria maupun persyaratan yang ada untuk aborsi. Peraturan di masing-masing negara tentu sudah dipertimbangkan oleh yang berwenang dengan melihat berbagai aspek, juga aspek budaya maupun kepercayaan setempat.

      Sekian jawaban dari saya, semoga bermanfaat. Apabila ada kekurangan saya mohon maaf. Terimakasih telah meninggalkan komentar di blog ini dan berdiskusi bersama ! :)

      Theodora Arnadia (41170120)

      Hapus
  20. Terimakasih untuk artikel tentang aborsi ini, sangat bermanfaat. Ijin bertanya, faktor apa aja yang menyebabkan ibu hamil melakukan aborsi? Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. baik terimakasih atas pertanyaannya, perkenalkan nama saya Kezia Adya (41170107) ingin mencoba menjawab. Jadi banyak sekali faktor yang bisa menyebabkan ibu hamil melakukan aborsi yaitu:
      1. Faktor ekonomi:
      Misalnya ada pasangan suami yang secara ekonomi belum mampu untuk merawat seorang anak sehingga menggunakan kontrasepsi. kontrasepsi bisa gagal, sehingga ingin melakukan aborsi
      2. Faktor penyakit herediter
      ibu hamil yang mengandung setelah melakukan pemeriksaan mengetahui kenyataan bahwa janin memiliki cacat bawaan, sehingga diperlukan pertimbangan untuk aborsi
      3. Faktor Psikologis
      remaja yang diperkosa oleh orang terdekatnya, permsalahan rumah tangga dengan suaminya, hamil diluar nikah, dan hamil dari pria bukan suaminya bisa memicu adanya keinginan untuk aborsi.
      4. faktor usia
      dimana ibu yang usianya terlalu muda dan belum matang untuk membesarkan seorang anak, masih adanya keinginan untuk menyelesaikan pendidikan bisa membuat wanita hamil ini ingin melakukan aborsi.
      5. faktor penyakit ibu
      kehamilan ibu yang bisa mencetus sebuah penyakit yang mengancam nyawa ibu seperti penyakit eklamsia dan preeklamsia, HIV dll.
      6. faktor lain
      seperti pekerja seks komersial, pasangan yang salah satu/keduanya sudah bersuami/beristri (perselingkuhan) yang terlanjur hamil atau gagal metode kontrasepsi, dan suami yang ingin mengaborsi anak yang dikandung istrinya, dll
      itu saja jawaban dari saya, semoga bermanfaat. Terimakasih

      Kezia Adya N/41170107

      Hapus
  21. Terima kasih kelompok 6 atas artikelnya, saya Cynthia (41170103) ingin bertanya terkait aborsi.
    a. Pada orang-orang yang mungkin mengalami kehamilan akibat perkosaan apakah mungkin untuk dilakukan aborsi?
    b. Bila mungkin, adakah syarat tertentu yang harus dilakukan?
    c. Apakah keputusan aborsi tidak mengganggu pasien dari segi psikologis (apalagi pasien merupakan korban perkosaan yang notabene memiliki trauma psikis tersendiri)?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    3. Hallo Chynthia, terima kasih atas pertanyaannya.

      Berdasarkan UU No.36 Tahun 2009 pasal 75 ayat (1) yang menyatakan bahwa:
      “setiap orang dilarang melakukan aborsi”

      namun terdapat pengecualian, yang sudah diatur dalam UU No.36 Tahun 2009 pasal 75 ayat (2) yang menyatakan :
      “Larangan sebagimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan :
      a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan: atau
      b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.”

      PP No.61 Tahun 2014 Pasal 31 menuliskan :
      “tindakan aborsi akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.”
      dan juga dituliskan dalam pasal 34 ayat (2) :
      “kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan:
      a. usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter; dan
      b. keterangan penyidik, psikolog, dan/atau ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan.”

      Sebelum dilakukan tindakan aborsi sesuai PP No.61 Tahun 2014, korban permerkosaan dapat melakukan konseling, yakni pra konseling dan pasca konseling dengan hak untuk mendapatkan kejelasan apakah tindakan aborsi dapat atau tidak dapat dilakukan, hak untuk mendapatkan kejelasan tahapan tindakan aborsi dan kemungkinan efek samping atau komplikasinya, hak untuk memutuskan dievaluasi kondisinya setelah melakukan aborsi.

      Semoga terjawab yaa..

      Tiara Adeledya T. Karwur (41160040)

      Hapus
  22. Bagaimana seharusnya peran dokter dalam edukasi mengenai kasus tersebut?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo Sasa, terimakasih atas pertanyaanya.

      Dokter harus menjelaskan mengenai apa itu aborsi dan peraturan mengenai aborsi serta komplikasi yang mungkin timbul setelah aborsi. Indonesia termasuk negara yang tidak melegalkan aborsi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, pada pasal 31, tindakan aborsi di Indonesia hanya dapat dibenarkan apabila terdapat indikasi kedaruratan medis atau pada kasus kehamilan akibat perkosaan. Indikasi kegawatdaruratan medis yang dimaksud antara lain mengancam nyawa ibu dan/atau janin. Diagnosis kegawatdaruratan medis hanya dapat dibuat oleh tim kelayakan aborsi, yang terdiri dari minimal 2 tenaga kesehatan dan diketuai oleh dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan. Kemudian, tim akan membuat surat keterangan kelayakan aborsi. Pada kasus perkosaan, aborsi hanya dapat dilakukan apabila terdapat surat keterangan usia kehamilan yang harus sesuai dengan kasus perkosaan serta surat keterangan dari penyidik,psikolog atau ahli lainnya mengenai adanya kasus perkosaan.
      Penting juga edukasi mengenai efek samping atau komplikasi tindakan aborsi, seperti pendarahan berat, infeksi dan keracunan dari bahan yang digunakan untuk menggugurkan, kerusakan pada alat kemaluan, rahim, dan perforasi rahim. Untuk efek jangka panjang dari aborsi menurut National Academies of Sciences adalah berisiko kanker payudara, kematian dini, komplikasi pada kehamilan selanjutnya (misalnya infertilitas sekunder, kehamilan ektopik, aborsi spontan, dan kematian bayi, kelahiran prematur).

      Untuk informasi lebih lanjut dapat ditemukan pada :
      Guttmacher Institute. Aborsi di Indonesia. Aborsi di Indonesia. 2008;(2):1–6. 3.
      Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi. 2014 p. 1–34.

      Sekian jawaban yang saya dapat berikan, mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan. Terimakasih sudah berkunjung ke blog kami :)

      Semoga bermanfaat.

      Salam,
      Nindya Stephanie Christina ( 41170185 )

      Hapus
  23. Saya ingin bertanya, jika keluarga benar2 tidak ingin melahirkan anak tsb sedangkan ibu sedang mengandung, apakah ada cara lain selain aborsi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaannya.

      Apabila memang pasangan suami isteri tidak ingin memiliki anak maka mereka dapat mengikuti program Keluarga Berencana (Program KB) sehingga dapat menunda atau tidak memiliki anak.Dan apabila seorang ibu tidak ingin memiliki anak dan sedang mengandung,maka tidak ada cara lain selain aborsi.Namun tindakan aborsi sendiri tidak diperkenankan apabila tidak ada indikasi medis yang menganjurkan untuk aborsi semisal bayi yang dikandung cacat sehingga tidak memiliki harapan hidup.

      (Aditya Aristo M.N - 41160048)

      Hapus
  24. Tindakan prefentif seperti apa yg bisa dilakukan seorang dokter untuk mencegah terjadinya aborsi itu sendiri? Apakah tindakan tersebut sudah dirasa efektif dalam menangkal tindakan aborsi? Mengingat banyak sekali faktor eksternal maupun internal yang mendorong seorang ibu melakukan aborsi. Dan di Indonesia sendiri masih menjadi hal tabu jika hamil diluar nikah atau hasil hubungan gelap.

    BalasHapus
  25. Bagaimana bila bayi yang dikandung menyebabkan terjadinya komplikasi pada ibu, apakah nyawa ibu yang diselamatkan atau bayi ? Mengapa ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. baik terimakasih atas pertanyaannya, saya Kezia Adya N (41170107) salah satu penulis artikel ini, ijin ingin menjawab pertanyaan Saudara. jadi pilihan nyawa ibu atau janin yang diselamatkan perlu ditinjau ulang dari berbagai aspek, termasuk aspek medis. dimana perlunya banyak dokter spesialis kandungan (jika diperlukan merujuk ke dokter spesiali lainnya yang berhubungan, misalnya ibu menderita penyakit lain yang membahayakan nyawa sehingga perlu rujukan dari dokter spesials laini yang sesuai dengan penyakit ibu) untuk mempertimbangkan segala kemungkinan dan konsekuensi yang mungkin akan dihadapi oleh ibu maupun bayinya. dokter perlu melihat kondisi medis apa yang dialami, seberapa parah kondisinya, dan sebatas mana ibu tetap aman dibiarkan tetap mengandung. kemudian hasil dari rujukan dan pemeriksaan menyeluruh tersebut bisa menjadi pertimbangan pasti apakah aborsi akan dilaksanakan atau tidak. keputusan aborsi perlu persetujuan dari pihak pasien dan dokter yang menangani. itu saja jawaban dari syaa, semoga bermanfaat

      Kezia Adya N / 41170107 / Kelompok 6

      Hapus
  26. Kasusnya cukup menarik karna dibeberapa pemberitaan media informasi, yang sering membantu aborsi ilegal bukan tenaga medis. Tapi bagaimana pertimbangan tenaga medis khususnya dokter terkait aborsi usia kandungan lebih dari 20 minggu dengan alasan pemerkosaan? Di Indonesia kasus hamil karna pemerkosaan cukup umum dan sering diperdebatkan mengenai proses hukumnya. Apakah dokter juga mempertimbangkan kondisi mental dari ibu yg merupakan korban pemerkosaan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo Gracia, terimakasih atas pertanyaannya.
      Aborsi dengan alasan pemerkosaan terjadi karena kehamilan tidak diinginkan (KTD). selain pemerkosaan, ada beberapa tindakan yang termasuk dalam KTD, yaitu kasus kegegalan kontrasepsi, kehamilan diluar nikah, tidak ada akses untuk pelayanan KB, tekanan pasangan dan faktor ekonomi.
      pada kasus pemerkosaan telah di atur dalam pasal 31 peraturan pemerintah No. 61 tahun 2014 :
      Tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan:
      a. indikasi kedaruratan medis; atau
      b. kehamilan akibat perkosaan.
      (2) Tindakan aborsi akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.

      berdasarkan pertanyaan, kasus pemerkosaan yang dimaksud yaitu dengan usia kehamilan lebih dari 20 minggu dan tidak termasuk dalam peraturan pemerintahan no 61 tahun 2014 yang mengatur tentang legalisasi aborsi dalam peraturan pemerintah. sehingga dapat dikenakan sanksi pada pelaku aborsi yang diatur pada pasal 194 undang - undang kesehatan :
      “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.”

      untuk tindakan kasus aborsi karena masalah pemerkosaan juga dipertimbangkan kondisi mental dari korban pemerkosaan sehingga ditetapkan pengecualian bahwa aborsi akibat pemerkosaan dengan usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari, yang dihitung sejak hari pertama haid terakhir bukan merupakan tindakan aborsi ilegal.

      tanggapan dan peraturan terkait dapat dilihat di :
      Etika kedokteran dan hukum kesehatan oleh prof. dr M.jusuf hanafiah, Sp.og (K) dkk
      Tinjauan umum tentang aborsi, universitas lampung

      Semoga tanggapannya bermanfaat.
      salam
      Bagus Made Arisudana WPS (41170110)

      Hapus
  27. Kasus nya sangat menarik. Saya ingin bertanya bagaimana tanggapan dokter terhadap ibu hamil yang diakibatkan oleh pemerkosaan. Apakah ada kebijakan lain? Lalu apakah ada efek samping dari seorang ibu yang melakukan aborsi? Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih Nathania atas pertanyaannya.
      Menurut UU no 36 tahun 2009, aborsi dilegalkan dalam 2 kondisi, yaitu:
      Indikasi kedaruratan medis untuk keselamatan ibu dan/janin, termasuk apabila bayi mengalami cacat kongenital berat atau yang tidak dapat dipebaiki sehingga sulit untuk bertahan hidup saat diluar kandungan
      Korban pemerkosaan yang menyebabkan trauma psikis pada korban
      Apabila dalam kasus korban pemerkosaan, UU memperbolehkan aborsi. Namun perlu diperhatikan bahwa dalam pengambilan keputusan aborsi, terkait harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli/konselor yang berwenang dan dalam pelaksanaannya dokter/tenaga ahli harus meminta izin terlebih dahulu kepada ibu hamil yang bersangkutan.
      Menurut Grimes, efek samping dari aborsi bagi ibu adalah pendarahan berat, infeksi dan keracunan dari bahan yang digunakan untuk menggugurkan, kerusakan pada alat kemaluan, rahim, dan perforasi rahim. Untuk efek jangka panjang dari aborsi menurut National Academies of Sciences adalah berisiko kanker payudara, kematian dini, komplikasi pada kehamilan selanjutnya (misalnya infertilitas sekunder, kehamilan ektopik, aborsi spontan, dan kematian bayi, kelahiran prematur). Semoga terjawab :)

      Ruth Cathelia Surya (41170187)

      Hapus
  28. Kalau tidak salah ini study kasus. Pernahkah kita tahu alasan2 dibalik kasus dokter diatas. Mungkin dokter mempunyai pertimbangan yg berbeda yg kita tidak tahu.

    BalasHapus
  29. Terimakasih untuk artikelnya,
    Apakah dokter mempertimbangkan mental atau psikis ibunya terlebih dahulu sebelum mengatakan dia harus aborsi demi kebaikannya

    BalasHapus
  30. Seorang dokter harus menjunjung tinggi kode etik kedokteran dan harus bertanggung jawab terhadap profesi yang dijalaninya. Setia pada profesinya dan menjalankan pekerjaanya sesuai dengan aturan yang ada. Tidak boleh melanggar norma hukum maupun norma yang berlaku di masyarakat. Oleh sebab itu artikel di atas cukup baik menjadi bahan literasi kita untuk mengungkap kembali tindakan apa yang seharunya dilakukan sebagai seorang dokter.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas ulasannya! Semoga bermanfaat!

      Hapus
  31. terimakasih atas artikelnya kak, izin bertanya, yang pertama, apabila ditinjau dari prinsip etika deontologi, utilitarian, dan pluralistis, kira-kira kasus ini lebih mengarah kepada prinsip etika yang mana, serta melanggar prinsip yang mana ? tolong sertakan alasannya ya kak. yang kedua, apabila terjadi suatu kasus dimana ada seorang ibu yang ternyata menderita kanker pada rahim (dan kondisi saat itu sedang hamil), kira-kira tindakan apa yang tepat untuk dilakukan dokter? apakah akan mengangkat rahim sekaligus nyawa bayi, atau akan terus melanjutkan hidup sang ibu dengan menjadi teman baik oleh kanker pada rahim tersebut? tolong sertakan alasannya juga ya kak. terimakasih banyak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. teman baik si kanker maksudnya kak

      Hapus
  32. terimakasih atas artikel & pembahasannya yang sangat informatif dan menarik. izin bertanya terkait prosedur aborsi.

    apabila sudah terdeteksi bahwa bayi akan lahir dengan cacat kongenital yang parah & menurunkan kualitas hidup, misalnya seperti anensefali, apakah boleh jika orgtua memutuskan utk aborsi?

    bagaimana jika wanita yg ingin mengaborsi kandunganya adalah korban pemerkosaan yang masih di bawah umur, karena tubuhnya belum berkompeten untuk mengandung?

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih sebelumnya :)

      Hapus
    2. Halo Belinda, terimakasih atas pertanyaannya.
      Aborsi sendiri memiliki cakupan yang luas. Tidak hanya diikat secara hukum, aborsi juga memiliki kaitan dengan sosial budaya. Untuk menjawab pertanyaan, saya akan membahas dari sisi hukumnya. Menurut UU no 36 tahun 2009, aborsi boleh dilakukan selama tindakan tersebut bersifat medis/terapi, yaitu disertai indikasi medis. Untuk bayi yang sudah terdeteksi mengalami cacat berat, apabila nantinya akan sulit untuk bertahan hidup diluar kandungan, UU mengecualikan larangan yang berarti boleh dilakukan aborsi. Namun, semua aborsi hanya boleh dapat dilakukan setelah melakukan konseling oleh konselor yang kompeten. Maka apabila ditemukan kasus seperti anensefali, sebaiknya orangtua melakukan konseling terlebih dahulu agar dokter yang ahli dalam bidangnya dapat memperhitungkan tindakan yang terbaik demi menyelamatkan Ibu dan/ janin.
      Untuk masalah aborsi akibat pemerkosaan, UU no 36 tahun 2009 juga mengecualikan kasus tersebut, sehingga boleh dilakukan aborsi bila diakibatkan oleh perkosaan yang memberikan trauma psikis bagi korban. Bila menyesuaikan contoh kasus yang anda sebutkan, dimana korban dibawah umur dan tubuhnya belum siap untuk mengandung, akan berbahaya bagi ibu dan janin bila kehamilan tetap dilanjutkan. Maka boleh dilakukan aborsi setelah konseling dengan dokter ahlinya dan tetap harus dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan. Semoga terjawab ya :)

      Ruth Cathelia Surya (41170187)

      Hapus
  33. Terima kasih untuk pembahasan di artikel ini. Cukup menarik, ada hal yang ingin saya tanyakan, berapa persentase kematian dari ibu yang melakukan aborsi? Jika dalam proses persalinan terdapat komplikasi persalinan yang tidak terdeteksi sebelumnya dan untuk menyelematkan ibu nya dokter perlu mengorbankan bayinya,apakah itu termasuk aborsi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. 1. jika dilihat dari data WHO ditahun 2019 tiap tahunnya 4.7% – 13.2% kematian ibu oleh aborsi yang tidak aman

      2. ya, ini yang dinamakan abortus provocatus medicinalis

      Antonius VIncent Ero Martono
      41160086

      Hapus
  34. Trimakasih kelompok 6 atas artikelnya, sangat memberi info.
    Disebutkan bahwa melakukan aborsi tanpa ada indikasi medis dimana pasutri ingin melakukan aborsi akibat KB yang gagal. Dengan tetap memperhatikan kode etik yang ada, bagaimana seorang dokter yg seharusnya tetap mengutamakan prinsip etiknya dalam menghadapi kasus pasien yg sudah mencoba melakukan aborsi sendiri akibat kelalaian penggunaan KB tsb, dan bagaimana edukasinya kpd pasien tsb terhadap kasus yang sudah terjadi?

    BalasHapus
  35. Apakah ada syarat tingkat pendidikan dokter yang diperbolehkan melakukan aborsi atas indikasi medis? Atau semua dokter umum biasa diperbolehkan melakukannya ?

    BalasHapus
  36. Jika dokternya sengaja memberikan obat hingga janin nya meninggal, apa kah itu termasuk melakukan tindakan aborsi terhadap pasien?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Terimakasih untuk pertanyaannya
      Pada dasarnya pemberian obat kepada pasien yang dilakukan oleh dokter sudah ditentukan setiap obatnya tergolong dalam kategori untuk ibu hamil. Penggolongan obat tersebut diatur dalam FDA Pregnancy Categories terbagi menjadi 5 kategori yaitu:

      Kategori A : dimana studi kontrol pada wanita tidak memperlihatkan adanya resiko terhadap janin pada kehamilan trimester I (dan tidak ada bukti mengenai resiko pada trimester selanjutnya), dan sangat rendah kemungkinannya untuk membahayakan janin.

      Kategori B : studi pada sistem reproduksi binatang percobaan tidak menunjukkan adanya resiko terhadap janin, tetapi studi terkontrol terhadap wanita hamil belum pernah dilakukan. Atau studi terhadap reproduksi binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping obat yang tidak diperlihatkan pada studi terkontrol pada wanita hamil trimester I

      Kategori C : studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping pada janin (teratogenik atau embriosidal atau ada beberapa efek samping lainnya) dan belum ada dilakukan studi terkontrol pada wanita. Obat tersebut hanya boleh digunakan ketika mempunyai manfaat yang lebih besar dari resiko yang mungkin timbul pada janin

      Kategori D : studi membuktikan adanya resiko terhadap janin manusia. Namun manfaat yang diperoleh jika digunakan pada wanita hamil dapat dipertimbangkan untuk digunakan. Contohnya bila obat diperlukan untuk mengatasi situasi yang mengancam jiwa atau ada penyakit serius)

      Kategori X : studi pada binatang percobaan atau manusia menunjukkan adanya abnormalitas janin dan besar resiko yang muncul melebihi manfaat yang diperoleh pada wanita hamil.

      Sumber :
      FDA/CDER SBIA Chronicles. Drugs in Pregnancy and Lactation: Improved Benefit-Risk Information. Accessed August 1, 2019 at https://www.fda.gov/files/drugs/published/%22Drugs-in-Pregnancy-and-Lactation--Improved-Benefit-Risk-Information%22-January-22--2015-Issue.pdf


      Edwin Hendrawan - 41170191

      Hapus
  37. Aku ga membenarkan tindakan aborsi, tapi ga juga ga menyetujui hal ini. Aku punya teman yg pernah hamilin pacarnya, karena mereka ga siap untuk punya anak, jadinya janinnya digugurin. Awalnya aku menentang hal itu karna semua manusia berhak untuk hidup. Tapi setelah aku melihat kelakuan temanku, aborsi emang jalan yg terbaik daripada anak itu harus lahir dan besar dengan kondisi orang tua yg ga siap secara mental meskipun dengan dia ngelakuin sex harusnya udah siap dengan konsekuensinya. Sebagai dokter, tindakan seperti apa yg harus dilakukan ketika mendapat pasien yg masih muda dan ingin melakukan aborsi?

    BalasHapus
  38. Upaya pencegahan seperti apa yang efektif untuk mengedukasi masyarakat agar tidak terjadinya lagi aborsi ilegal?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo kak Kezia, terimakasih untuk pertanyaannya.
      Dalam upaya pencegahan, contoh yang sudah dan dapat dilakukan adalah:
      Pemerintah menetapkan peraturan pidana tentang aborsi ilegal
      Mengedukasi masyarakat untuk mencegah kehamilan tidak direncanakan, contohnya dengan menggunakan alat kontrasepsi (kondom, pil KB, dan lainnya)
      Edukasi kesehatan sexual sejak yang komprehensif
      Edukasi masyarakat tentang akibat dari aborsi ilegal
      Edukasi komprehensif tentang kehamilan
      Bekerjasama dengan sektor lain (misalnya pemuka agama, guru, lainnya) untuk mengedukasi tentang aborsi dalam bidangnya masing-masing. Contohnya dalam agama, bahwa aborsi adalah suatu hal yang salah, dan lainnya.
      Selain itu diperlukan juga dukungan oleh masyarakat sekitar, misalnya untuk melaporkan apabila ada tanda mencurigakan dari suatu praktik/menemukan kasus aborsi ilegal, dan kesadaran menghapuskan stigma buruk pada kehamilan yang tidak diinginkan. Diharapkan dengan edukasi tentang kehamilan, sebelum bertindak melakukan aborsi, masyarakat dapat berkonsultasi dengan konselor yang kompeten agar pertimbangan aborsi dapat menguntungkan (beneficiance).

      Sumber tambahan: WHO

      Ruth Cathelia Surya (41170187)

      Hapus
  39. Hai aku pengen tanya, jika ibu mengalami gangguan mental dan tidak ada yang bisa memelihara bayinya, apa yg harus dilakukan? Thx

    BalasHapus
  40. Penjelasan artikel mengenai kasus aborsi ini sangat menarik dan infomatif. Saya ingin bertanya tentang suatu kasus, apabila adanya seorang dokter yg mengetahui atau melihat bahwa sejawatnya melakukan aborsi tanpa indikasi, respon apakah yg harus dilakukan dokter terserbut ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Terima kasih atas pertanyaannya, saya akan coba jawab menurut KODEKI. Jika seorang dokter diketahui bermasalah maka sebagai sejawat yang baik akan berupaya mengingatkan sejawatnya dan memberikan nasihat terkait keilmuan, pengalaman, perhitungan dan pemahaman pengabdian profesi sehingga tidak merelakan sejawat terjebak dalam kekeliruan dan pelanggaran hukum yang dapat menurunkan martabat profesi. Pemberian nasihat sebaiknya tidak dilakukan di depan pasien sejawat tersebut dan saling menjaga harkat dan martabat masing-masing. Menurut KODEKI pasal 9 dalam cakupannya poin nomor 6 disebutkan bahwa apabila seorang dokter telah mengingatkan rekan sejawat yang melakukan pelanggaran tetapi tidak ada perubahan, maka dapat menyampaikan laporan kepada pihak yang berwenang.
      Puji Kristi (41170184)

      Hapus
  41. Halo keren sekali penjelasannya! Saya ingin bertanya. Mengapa tindakan aborsi pada pasutri masih banyak terjadi? Apakah konseling dan edukasi aborsi jarang dilakukan oleh tenaga medis sebelum sebuah pasangan memilih untuk menikah dan memiliki anak? Jika benar jarang dilakukan, apa langkah konkrit yang dapat dilakukan agar aborsi yang tidak sesuai dengan indikasi tidak terjadi lagi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo, terimakasih atas pertanyannya.

      Banyak pasutri yang melakukan tindakan aborsi umumnya karena kehamilan yang tidak diinginkan dengan berbagai latar belakang seperti faktor ekonomi, faktor penyakit keturunan, faktor psikologis, dan faktor usia. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Guttmacher Institute di Indonesia dari seluruh kasus kehamilan yang tidak diinginkan, kehamilan tidak diinginkan paling banyak dialami oleh perempuan yang telah menikah (66%) dan paling banyak terjadi pada perempuan usia 20-29 tahun (46%) dan 30-39 tahun (37%), sementara pada rentang usia 40 tahun masing-masing hanya berkisar 8% dan 10%.
      Sebelum menikah, calon pasangan dapat melakukan konseling pra- nikah pada dokter spesialis kandungan untuk mencari cara penyembuhan sejak dini bila ternyata satu di antara pasangan atau bahkan keduanya tidak subur atau infertile.Konsultasi pra-nikah tersebut dilakukan 3-4 bulan sebelum pernikahan. Lamanya jarak pemeriksaan tersebut, karena proses pengobatan agar seseorang yang mengalami gejala tidak subur baik pria maupun wanita minimal tiga bulan.Untuk pencegahan aborsi, dokter dapat mengedukasikan mengenai penggunaan alat kontrasepsi untuk mencegah terjadinya kehamilan kepada pasien. Pasangan suami istri dapat memanfaatkan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan yang tidak direncanakan.

      Sekian jawaban yang saya dapat berikan, mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan. Terimakasih sudah berkunjung ke blog kami :)

      Semoga bermanfaat.

      Salam,
      Nindya Stephanie Christina ( 41170185 )

      Hapus
  42. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  43. Penjelasannya sangat informartif. Saya ingin bertanya Apakah efek samping aborsi dipengaruhi oleh waktu kehamilan sampai waktu aborsi itu sendiri?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo, terimakasih banyak atas pertanyaannya
      perkenalkan saya Kezia Adya (41170107) ingin mencoba menjawab pertanyaan Anda. disini efek samping aborsi dipengaruhi oleh waktu kehamilan. Aborsi kehamilan di bawah 13 minggu memiliki resiko perdarahan yang lebih kecil dibandingan kehamilan yang usianya diatas 20 minggu. Semakin lanjut usia kehamilan, semakin besar resiko komplikasi pada ibu. Selain usia janin, masih banyak hal yang bisa memunculkan efek samping aborsi yaitu bagaimana tindakan dilakukan (obat-obatan/dilakukan mandiri dengan alat alat yang tidak memadai/ dilakukan oleh dokter), penyakit penyerta ibu, riwayat aborsi sebelumnya, dll. semoga jawaban saya bisa terjawab dan bermanfaat

      Kezia Adya N/41170107/ kelompok 6

      Hapus
  44. Penjelasannya sangat informatif. Saya ingin bertanya, apakah pengaruh/efek samping bervariasi jika waktu dari kehamilan sampai aborsi berbeda-beda?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Halo anonim, terima kasih atas tanggapan dan pertanyaan yang diberikan.
      Menurut Grimes, efek samping dari aborsi bagi ibu adalah pendarahan berat, infeksi dan keracunan dari bahan yang digunakan untuk menggugurkan, kerusakan pada alat kemaluan, rahim, dan perforasi rahim. Untuk efek jangka panjang dari aborsi menurut National Academies of Sciences adalah berisiko kanker payudara, kematian dini, komplikasi pada kehamilan selanjutnya (misalnya infertilitas sekunder, kehamilan ektopik, aborsi spontan, dan kematian bayi, kelahiran prematur).
      Prognosis keseluruhan setelah menderita komplikasi dari aborsi tergantung pada usia kehamilan. Semakin muda usia kehamilan, semakin rendah risiko komplikasi. Risiko kematian tertinggi adalah dari aborsi septik; sebagian besar dari kasus-kasus ini adalah hasil dari aborsi ilegal di negara-negara berkembang. Berdasarkan data WHO, hampir 70.000 perempuan meninggal setiap tahun akibat komplikasi dari aborsi ilegal atau tidak aman.
      Perkiraan tingkat komplikasi aborsi untuk semua sumber layanan kesehatan adalah sekitar 2% untuk aborsi obat, 1,3% untuk aborsi aspirasi trimester pertama, dan 1,5% untuk aborsi trimester kedua atau sesudahnya.
      Sumber : Abortion Complications (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430793/ )
      Puji Kristi (41170184)

      Hapus
  45. Semogà menjadi pembelajaran untuk setiap pasutri di Indonesia untuk menyadari anak adalah berkat/anugrah Tuhan yg harus dijaga walau masih dalam kandungan. Dan menjadi pembelajaran juga untuk para Dokter di Indonesia apakah masih berkarya di dunia kesehatan maupun yang sudah tidak berkarya penuh dalam dunia kesehatan harus tetap menjunjung tinggi etika kedokteran. Melakukkan pelayanan ke pasien sesuài kompetensinya, Prosedur dan peraturan perundang undangan sehingga tidak membahayakan pasien tapi mengutamakan keselamatàn pasien.

    BalasHapus
    Balasan
    1. halo unknown. semoga dokter, pemerintah, dan juga masyarakat menjalankan tugasnya sesuai peranya masing - masing ya, seperti yang diharapkan.

      terima kasih atas tanggapannya

      salam

      Hapus
  46. Wah artikelnya menarik :) Saya ingin bertanya, meninjau dari sumpah hipokrates sudah disebutkan jika dokter tidak akan memberi obat apapun untuk menggugurkan kandungan. Namun masih banyak dokter yang melakukan praktek aborsi, menurut kalian sanksi apa yang paling tepat untuk dokter yang melanggar sumpah hipokrates? Dan bagaimana mencegah tindakan-tindakan aborsi agar tenaga medis tidak membuka praktek semacam itu? Perlukah seorang dokter mendapatkan konseling tentang etika kedokteran?

    BalasHapus
  47. Waw kerennnn, terimakasih penjelasannya kakak kakak semua, semoga semua pembaca jadi lebih paham dan mengerti.

    BalasHapus
  48. Halo kelompok 6, saya Brian Ardya I-41170143. Terima kasih untuk artikelnya teman2 kelompok 6, sangat relatable dengan apa yang terjadi di masyarakat. Saya ingin bertanya, apabila ada pasien yang menginginkan aborsi, namun dokter sudah berusaha maksimal mencegah/menggagalkan tindakan tersebut namun pasien tetap ingin melakukan aborsi, menurut etika yang ada apa yang harus dokter tersebut lakukan ? Lalu menurut teman2, bagaimana penegakan hukum terhadap tindakan aborsi ini di Indonesia selama ini, dan apa yang masih perlu diperbaiki/dikembangkan ? Terima kasih, kelompok 6 🙏🏻

    BalasHapus
  49. Bagaimana jika yang mau aborsi adalah korban pemerkosaan berusia 20 tahun yatim piatu, dan usia kandungannya sudah lebih dari 20 minggu. Orang tersebut malu dan depresi dengan keadaan karena ekonominya dibawah rata", tidak mampu bayar biaya hidup dan rs.

    BalasHapus
  50. Artikelnya keren, terus bagaimana tanggapannya perihal pernyataan donald trump yang memperbolehkan adanya aborsi di US dengan 3 alasan yaitu pemerkosaan, inses, dan mengancam nyawa ibu yang mengandung?

    BalasHapus
  51. artikelnya informatif sekali..
    mau tanyaa, apakah untuk tindak aborsi sendiri memiliki pasal perlindungan sendiri? dan apakah orang yang melakukan aborsi dengan alasan apapun akan terkena sanksi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya,

      Mengenai peraturan yang mengatur tentang aborsi terdapat pada Undang - Undang No. 36 Tahun 2009 yang terdapat pada pasal 75, 76, 77. Serta pada peraturan pemerintah No.61 Tahun 2014. Pada kedua peraturan ini menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi, dengan pengecualian pada keadaan kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/ atau janin yang menderita penyakit genetik berat dan/ atau cacat bawaan maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan; atau kehamilan akibat pemerkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban pemerkosaan. Dengan beberapa syarat seperti
      a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
      b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
      c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
      d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
      e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri

      Mengenai apakah seseorang yang melakukan aborsi dengan alasan apapun akan terkena sanksi, telah diatur pada Undang - Undang No.36 Tahun 2009 pasal 194 .“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).” Dari pasal tersebut telah ditegaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan akan dikenai sanksi.

      Mega Silvia I.C.B (41170175)

      Hapus
  52. artikelnya bagus..saya ingin bertanya, apakah aborsi memberikan efek samping pada kesehatan sang ibu? baik untuk ibu usia remaja maupun dewasa.. terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hallo Elleonora. Terima kasih atas pertanyaan.
      Efek samping dari aborsi, yaitu :
      - Nyeri perut dan kram
      - Mual
      - Muntah
      - Diare
      - Bercak dan berdarah.
      Efek samping ini kemungkinan akan dialami selama 2 hingga 4 minggu setelah dilakukan prosedur aborsi.

      Sumber :
      American Pregnancy Association. Possible physical side effects after abortion.
      https://americanpregnancy.org/unplanned-pregnancy/abortion-side-effects/

      Semoga terjawab yaa..

      Tiara Adeledya T. Karwur (41160040)

      Hapus
  53. Apakah hukuman terberat bagi dokter yang melakukan tindakan aborsi ilegal?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hallo,Terima kasih atas pertanyaannya.
      Berdasarkan UU Kesehatan pasal 194, “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
      Pada UU Kesehatan pasal 194 ini dapat menjerat pihak dokter atau tenaga kesehatan yang dengan sengaja melakukan tindakan aborsi ilegal. Selain itu juga, terdapat sanksi pidana bagi pelaku yang melakukan aborsi seperti yang sudah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 349, “Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambahkan dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.”

      Semoga terjawab yaa..

      Tiara Adeledya T. Karwur (41160040)

      Hapus
  54. Jika aborsi dilakukan oleh permintaan suami istri yg tidak ingin memiliki anak lg padahal mereka sudah berKB, apakah ada etika &dasar hukumnya?
    Pasutri memutuskan utk menggugurkan kandungan krn keterbatasan materi, waktu, tenaga sehingga berpikir tdk bisa membesarkan anak2 mereka dengan baik dimasa depan..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaan dan tanggapannya, saya akan coba jawab menurut UU no 36 tahun 2009
      Pasal 75 disebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi. Hal tersebut dapat dikecualikan berdasarkan:
      a.indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
      b.kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
      Hal tersebut hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang. Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
      Pasal 76
      Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
      a.sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
      b.oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
      c.dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
      d.dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
      e.penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

      Pada Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) pasal 11 ayat 2 seorang dokter dilarang terlibat atau melibatkan diri ke dalam abortus, euthanasia, maupun hukuman mati yang tidak dapat dipertanggung jawabkan moralitasnya
      Pada Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) pasal 11 ayat 5 dicantumkan seorang dokter dilarang menggugurkan kandungan (abortus provocatus) tanpa indikasi medis yang membahayakan kelangsungan hidup dan janin atau mengakhiri kehidupan seseorang menurut ilmu dan pengetahuan tidak mungkin akan sembuh (euthanasia).
      Puji Kristi (41170184)

      Hapus
  55. Artikelnya sangat informatif dan menambah wawasan. Saya mau bertanya, apakah ada efek samping bagi para ibu yang melakukan aborsi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Halo Victoria, terimakasih atas pertanyaanya.

      Efek samping dapat terjadi pasca aborsi seperti pendarahan berat, infeksi dan keracunan dari bahan yang digunakan untuk menggugurkan, kerusakan pada alat kemaluan, rahim, dan perforasi rahim. Untuk efek jangka panjang dari aborsi menurut National Academies of Sciences adalah berisiko kanker payudara, kematian dini, komplikasi pada kehamilan selanjutnya (misalnya infertilitas sekunder, kehamilan ektopik, aborsi spontan, dan kematian bayi, kelahiran prematur).

      Sekian jawaban yang saya dapat berikan, mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan. Terimakasih sudah berkunjung ke blog kami :)

      Semoga bermanfaat.

      Salam,
      Nindya Stephanie Christina ( 41170185 )

      Hapus
  56. Artikel yang menarik dan informatif sekali. Saya ingin bertanya terkait maraknya kasus pemerkosaan yang ada di Indonesia, dalam kasus seperti ini bagaimana legalitas aborsi akibat pemerkosaan?
    Terimakasih.

    BalasHapus
  57. Malam, saya ijin untuk bertanya misalkan ada seorang dr spesialis obsgyn didatangi oleh psien yang ingin melakukan aborsi tanpa indikasi medis .. dr tersebut sudah berusaha mencegah pasien tersebut untuk melakukan aborsi namun pasien itu tetap ingin melakukan aborsi .. pihak keluarga juga sudah menandatangani persetujuan untuk dilakukan tindakan aborsi setelah dilakukannya edukasi oleh pihak dokter tentang proses hingga dampak yang mungkin terjadi .. Dan akhirnya aborsi tersebut tetap dilakukan di rs tersebut oleh pihak yang berkompeten ..

    Pertanyaannya tolong dijelaskan bagaimana peluang dokter tersebut mendapatkan tuntutan hukum maupun etik ? Dengan pertimbangan dokter tersebut sudah melakukan semaksimal mungkin untuk melakukan pencegahan namun pihak pasien ttp ingin melakukan aborsi ..

    BalasHapus
  58. Saya mau tanya adek2/Mas2 Calon Dokter Indonesia, apakah Sprite dan Nanas bisa buat gugurin kandungan/aborsi? Dan selain sprite/nanas minuman/Makanan apa yg bisa utk mgguggurkan kandungan?

    BalasHapus
  59. apabila konteksnya hanya salah satu diantara bayi atau ibu yang bisa selamat, apakah perlu aborsi dilakukan sebagai alternatif pilihan yang baik? Apakah itu melanggar hukum hak hidup seseorang?

    BalasHapus
  60. Kecuali demi keselamatan ibu dan kesehatan bayi ...selain itu alasan nya tidak dibenarkan aborsi
    Dinegara lain sudah dibentuk penampungan bayi korban pemerkosaan dsb

    BalasHapus
  61. Hidup itu anugrah hanya tuhan yg berhak mengambilnta

    BalasHapus
  62. Saya mau tanya mbak. Apa dampak terbesar bagi seorang wanita setelah melakukan aborsi?

    BalasHapus
  63. Pada intinya janin dalam kandungan itu engga salah dan dia jg punya hak untuk hidup. Yaa kan dok??

    BalasHapus
  64. Hallo semua, terimakasih untuk artikelnya yang sangat informatif.
    Saya izin bertanya, apakah ada indikasi medis untuk melakukan aborsi ? Jika ada, apakah boleh dijelaskan apa saja.
    Terima kasih sebelumnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya,

      Mengenai indikasi medis untuk melakukan aborsi, ada tertulis pada Undang - Undang No. 36 Tahun 2009 dimana aborsi dapat dilakukan jika adanya indikasi kedaruratan medis. Indikasi medis tersebut adalah kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.

      Mega Silvia I. C. B (41170175)

      Hapus
  65. Selamat malam kak, saya ingin bertanya mengenai pengaruh obat ibuprofen dalam perkembangan janin. Karena kami dapat sebuah informasi bahwasannya obat jenis ibuprofen mampu mereduksi perkembangan virus Covid 19. Disatu sisi apakah benar obat jenis itu dipakai dalam praktek aborsi yang Legal karena kondisi kesehatan bukan non Legal karena kecelakaan dsb.? Terima kasih kak.. mohon pencerahannya

    BalasHapus
  66. Artikel ini bagus dan memang di Indonesia aborsi tidak diperbolehkan... Aborsi sendiri masih menjadi perdebatan di Indonesia sendiri karena di satu sisi akan melanggar hukum di satu sisi lainnya bisa jadi aborsi itu terjadi karena alasan keselamatan untuk ibu... Yang ada pada kasus tersebut sudah sangat jelas dan sudaht landasan hukum nya yang ada

    BalasHapus
  67. Halo, saya Rian Nim 172214152 dari fakultas Manajemen, Sanata Dharma. Artikel kalian sangat memberikan informasi yg bernilai, saya sangat membenci tindakan aborsi, dan dengan keras mmenentang praktik aborsi. Namun saya masih memberikan regulasi bagi pelaku aborsi yg terpaksa karena memang hanya itu jalan yg harus dilakukan seperti untuk menyelamatkan nyawa ibu ketika sedang sakit kanker atau sakit parah lainnya. Saya harap praktik aborsi ilegal di Indonesia segera ddiberantas karena bisa membahayakan ibu,dan membunuh mahkluk mungil yg tidak berdaya yg merupakan buah hatinya jangan sampe ada lagi

    BalasHapus
  68. Mau tanya dong...
    Apakah sanksi untuk seorang dokter yang melakukan aborsi ilegal lebih berat dari pada orang" biasa yang juga melakukan praktik aborsi jg padahal dia statusnya bukan dokter. Apakah di kode etik dokter ada diatur?
    Trus ada gak sih sanksi sosial? Mau itu dari sisi kedokteran itu sendiri ataupun masyarakat umum. Thank you!

    BalasHapus
  69. Artikelnya menarik, saya ada pertanyaan, bagaimana menurut sudut pandang kalian sikap yang tepat untuk menyikapi hal ini? Kelompok seperti apa yang sering melakukan aborsi? Pencegahan seperti apa yang sudah dan seharusnya dilakukan untuk menangani kasus aborsi ini? Menurut teori yang saya pelajari dari mata kuliah Dasar Promosi Kesehatan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu predisposising factor, enabling factor, dan reinforcing factor menurut kalian sebagai seorang dokter faktor mana yang paling berpengaruh terhadap kasus ini? Dan mungkin dapat di jelaskan alasannya dalam memilih. Terimakasih

    BalasHapus
  70. Artikelnya sangat bermanfaat, terima kasih untuk informasinya.
    Namun ada yang ingin saya tanyakan, memang sudah ada peraturan yang mengatur tentang aborsi ini, akan tetapi peraturan tersebut masih menjadi pro dan kontra jika dilihat dari bidang medis dan agama ataupun hak asasi manusia. Nah bagaimana kelompok ini menanggapi adanya pro dan kontra tersebut?
    Menurut kelompok ini bagaimana atau apa saja upaya promotif dan preventif agar masyarakat memahami aborsi sesuai peraturan yang berlaku?
    Bagaimana peraturan itu seharusnya disusun (menurut kelompok ini) sehingga dapat meminimalisir perdebatan pro dan kontra yang ada di Indonesia?
    Terima kasih.

    BalasHapus
  71. Bagaimana jika seorang Ibu telah mengandung Janin selama lebih dari 20 minggu. Lalu terjangkit oleh Virus yang kemungkinan membahayakan janin. apakah boleh di aborsi ? dan kalau di lakukan Aborsi apakah akan membahayakan hidup sang Ibu?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebelumnya saya ucapkan Terima kasih, berkat adanya artikel ini sudah sangat membantu dan artikel juga menarik ya. Karena mendetil sehingga banyak menjawab pertanyaan saya. Mohon dibantu agar pertanyaan saya dapat di jawab :)

      Hapus
    2. Hallo Kenny, terima kasih atas tanggapan dan pertanyaan yang diberikan.Saya coba jawab, jika ditinjau melalui UU no 36 thn 2009 apabila bayi tersebut membahayakan nyawa ibu dan atau janin, menderita penyakit genetik berat dan atau cacat bawaan maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan dapat diaborsi, dengan pertimbangan oleh dokter yang bersangkutan bahwa kehamilan tersebut merupakan suatu kedaruratan kehamilan dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan serta izin dari pihak suami.
      Usia kehamilan lebih dari 20 minggu melibatkan resiko kematian yang lebih tinggi dari prosedur aborsi itu sendiri, perforasi pada rahim, perdarahan masif dan kerusakan rahim. Wanita-wanita ini mempunyai resiko lebih besar dari komplikasi bedah, kehamilan prematur berikutnya, dan kesehatan mental sementara secara bersamaan mengakhiri kehidupan anak yang belum lahir.
      Pengambilan keputusan untuk melakukan aborsi tergantung dari usia kehamilan dengan pertimbangan harapan hidup yang dikonsultasikan dengan dokter yang bersangkutan sehingga menemukan jalan keluar yang manfaatnya lebih besar daripada kerugian yang akan terjadi.
      Sumber : The Reality of Late-Term Abortion Procedures, charlotte lozier institute (https://lozierinstitute.org/the-reality-of-late-term-abortion-procedures/)
      Abortion Complications (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430793/ )
      Puji Kristi (41170184)

      Hapus
  72. Artikel yg sangat bermanfat , mau tanyak nihh, apa kah ada jalan lain untuk mengugurkan kandungan selain aborsi ?? thanks

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih untuk pertanyaannya
      Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) aborsi mempunyai arti pengguguran kandungan. Selain itu, terdapat pada bagian pendahuluan bahwa secara umum istilah aborsi diartikan sebagai pengguguran kandungan, yaitu dikeluarkannya janin sebelum waktunya, baik itu secara sengaja maupun tidak. Secara medis, aborsi adalah berakhir atau gugurnya kehamilan sebelum kandungan mencapai usia 20 minggu, yaitu sebelum janin dapat hidup di luar kandungan secara mandiri

      Jadi semua tindakan baik secara sengaja maupun tidak untuk menggugurkan kandungan semuanya tetap tergolong dalam aborsi, namun banyak jenis dari aborsi.

      Sumber :
      KBBI
      Chrisdiono, M 2006, Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran, Buku Kedokteran EGC, Jakarta
      Rustam, 2017, 'Analisis Yuridis terhadap Tindakan Aborsi dalam Perspektif Hukum Pidana Indonesia', Dimensi, vol. 6, No. 3, hh. 475-490.

      Edwin Hendrawan - 41170191

      Hapus
  73. Artikelnya sangat informatif dan bermanfaat. Tetapi ada yang ingin saya tanyakan, dalam artikel disebutkan bahwa aborsi sendiri menjadi perdebatan dalam etika karena aborsi dapat dipandang baik dan buruk. Mengapa aborsi masih dipandang baik? Apakah alasan lain selain alasan medis yang membuat aborsi dapat dipandang baik? Lalu menurut kelompok sensiri tindakan promotif dan preventif seperti apa yang paling tepat dilakukan oleh seorang dokter? Terimakasih..

    BalasHapus
  74. Terima kasih atas artikel nya, Kasus ini ada karena kebingungan masyarakat yang tidak dimediasi oleh sistem kesehatan saat ini, sehingga masyarakat akhirnya pergi ke arah praktik illegal dengan peralatan dan kompetensi dokter yang tidak terstandarisasi. Menurutmu sebagai seorang calon dokter yang bisa memberikan advokasi kepada pemerintah, apa peran yang seharusnya pemerintah lakukan agar kasus ini bisa dihindari agar masyarakat tidak memilih praktik yang illegal dan tidak terstandarisasi yang malah membahayakan nyawa sang ibu?

    BalasHapus
  75. sebelumnya terimakasih sekali untuk Artikel yang sangat bermanfaat ini,
    saya ingin bertanya,
    1. bisa dijelaskan kecacatan janin yang tidak memungkinkannya untuk hidup itu selain di aborsi apakah ada pilihan tindakan lainnya? apa sajakah tindakannya?
    2. apakah aborsi yang sesuai mekanisme dokter benar2 aman untuk sang Ibu? penyebab apa sajakah yang membuat resiko tidak selamatnya Ibu yang melakukan aborsi?
    3. apa saja syarat2 penting yang diperlukan untuk seorang ibu yang ingin melakukan aborsi agar selamat?
    4. baru2 ini ada berita mengenai seorang perawat yang sedang hambil terkena corona hingga meninggal. Misalkan ibunya masih hidup, bagaimanakan penanganan yang tepat untuk sang janin?

    BalasHapus
  76. Artikel yang sangat menarik, izin bertanya bila pada dokter terdapat hukuman bila melakukan aborsi apakah hukuman berlaku juga pada profesi2 selain dokter yang menyanggupkan diri membantu aborsi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih untuk pertanyaannya,

      Jika ditinjau dari UU No. 36 Tahun 2009 Pasal 194
      “ Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).” peraturan ini berlaku untuk setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai ketentuan, dapat disimpulkan peraturan tersebut juga berlaku bagi profesi lain yang melakukan aborsi.

      Mega Silvia I. C. B (41170175)

      Sumber : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

      Hapus
  77. Artikel yang sangat menarik. Saya izin bertanya, bagaimana cara penanganan yang paling efektif untuk menjamin bahwa dokter tidak melakukan tindakan illegal dan tidak melanggar kode etik? Terima kasih.

    BalasHapus
  78. Saya izin mau bertanya, bagaimana pandangan agama atau ajaran yang menyatakan bahwa aborsi itu berdosa?
    Maaf, jika sedikit melenceng dari topik etika. Saya juga mendengar kabar bahwa ada seorang ibu yang sudah berusaha sangat keras mengaborsi anak yang di dalam kandungannya, tetapi selalu gagal dan malah anaknya lahir dengan utuh, tanpa cacat fisik sedikit pun. Mengapa bisa demikian?

    Artikelnya sangat bermanfaat. Berkat artikel ini, saya mendapat materi dan pengetahuan baru.
    Terima kasih. Tuhan memberkati.

    BalasHapus
  79. Bagaimana jika terpaksa harus aborsi? Apakah ada batas maksimal umur janin yg bisa diaborsi? Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya,

      Jika aborsi terpaksa dilakukan dan sesuai dengan persyaratan pada UU No. 36 Tahun 2009 pasal 75 yaitu jika adanya indikasi kedaruratan medis yang dapat mengancam nyawa ibu maupun janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/ atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut di luar kandungan; atau kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Maka aborsi dapat dilakukan sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu.

      Mega Silvia I. C. B (41170175)

      Hapus
  80. christa feronika24 Mei 2020 pukul 02.02

    Terima kasih atas artikelnya yang sangat bermanfaat kak, saya izin bertanya terkait artikel diatas
    (1) Jika konsekuensi secara hukum yang sudah diberikan pada para pelaku belum menimbulkan efek jera, apakah dalam hal ini hukum sosial benar diperlukan? mengapa?
    (2) Seperti yang kita ketahui, aborsi melibatkan obat obatan (cytotec;misoprostol;mifepristone) seberapa efektifkah obat obatan tersebut? apakah ada efek samping? jika melihat dari sisi non-maleficence serta beneficence, mana yang lebih aman antara menggunakan obat obatan atau aborsi dengan alat?
    terima kasih ka..

    BalasHapus
  81. Artikel yang bermanfaat ����
    Ingin bertanya, jika memang harus melakukan aborsi, apakah aborsi dapat menyebabkan seseorang susah hamil di kemudian hari?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih untuk pertanyaannya,

      Dengan melakukan aborsi tidak secara langsung mempengaruhi kemampuan seseorang untuk kehamilan selanjutnya, namun terdapat kemungkinan hubungan antara tindak aborsi dan risiko kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah. Hal ini tergantung bagaimana tindakan aborsi dilaksanakan, apakah terjadi infeksi akibat tindakan ataupun terjadinya asherman syndrome (terbentuknya jaringan parut akibat tindakan aborsi).

      Mega Silvia I. C. B (41170175)

      Sumber :
      Nhs.uk (abortion risks)
      Mayoclinic

      Hapus
  82. Artikel yang menarik. Saya setuju dengan beberapa refleksi dari teman-teman yang pro dengan kehidupan dan mementingkan hidup daripada keinginan sesaat semata. Melalui sumber berita ini juga saya diperlihatkan bahwa masih banyak orang di luar sana yang kurang menghargai hidup yang bagaimanapun juga itu adalah anugerah Allah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih Titus ulasannya
      Tuhan memberkati

      Hapus
  83. Artikelnya sangat menarik tentang Aborsi..
    Menurut saya bahwa kehidupan itu terjadi dimulai dari pertemuan antara sel telur dan sel sperma, menjadi zigot trus berkembang menjadi janin. Disitulah kehidupan sudah dimulai dan berlangsung.
    Jika terjadi aborsi.. menurut saya menghilangkan kehidupan yang bagi janin tersebut.
    Maka sayangilah kehidupan ini...!!

    BalasHapus
  84. terkait HAM, mana yang lebih diutamakan antara HAM janin atau HAM Ibu yang mengandung ? terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  85. 1.bagaimana dengan aborsi pada kasus pemerkosaan ? apakah diperbolehkan atau dilarang ?

    2. apabila ada kasus pemerkosaan dimana janin harus dipertahankan dengan kata lain tidak diperbolehkan aborsi oleh hukum, apakah kemudian Ibu atau keluarga yg akan mengurus bayi diperhatikan oleh pihak berwenang (yang menentukan hukum tsb) katakan Ibu dari bayi masih dibawah umur, apakah keluarga akan diberikan dukungan dalam hal finansial misalnya oleh pihak berwenang ? terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  86. Artikel yg sangat menarik. Sangat informatif dan membuat kita semakin menghargai atas hidup yg diberikan Tuhan ini. Banyak sekali pro kontra ttg masalah ini, tentu kita tidak bisa menyamakan semua org, karena setiap orang pasti memiliki pandangannya masing2

    BalasHapus
  87. Artikel sgt menarik.
    Pengguguran kandungan dengan tujuan menghancurkan zygot atau janin melanggar ajaran agama dan moral, kehidupan harus dihormati dan dilindungi sejak saat pembuahan.
    Stop aborsi

    BalasHapus
  88. terima kasih buat artikelnya ttg aborsi bhkn ada kasusnya jg jdi tdk hnya teori sj yg ditulis tetapi kasus yg terjadi jg disertakan sbg acuan bhw sbnrnya tindakan aborsi tdk boleh dilakukan dg sembarangan sdgkn tinfakan aborsi dilakukan klau bnr2 perkmbngn janin di dlm kandungan abnormal dan jg janin mati dlm kndungan sblm lahir tetapi klau tindakan aborsi dilakukan hanya dg alasan utk hilangkan aib tentunya hrs ditindak scr hukum baik itu pelaku dan org yg ingin lakukan aborsi..bahkan seorang dokter ada sumpah sesuai kode etik kalaupun melanggar kode etik pasti dijerat dg hukum krn dg sengaja menghilangkan nyawa org lain...tindakan yg bisa dilakukan utk mengurangi tingkat persentase aborsi dg melakukan penyuluhan/informasi ke masyarakat pentingnya memeriksakan scr rutin kehamilan shg bisa terdeteksi scr dini utk perkmbngan janin yg dikandung dan janin bisa berkmbng dg baik...sukses sll bt kel 6...

    BalasHapus
  89. Artikelnya sangat membantu membuka wawasan bagi kami yang tidak tahu tentang dunia medis. Semoga kasus aborsi berkurang terutama di Indonesia

    BalasHapus
  90. Terima kasih kelompok 6 untuk artikel yang informatif, saya ingin bertanya pada kelompok kira-kira untuk pihak yang memperjualbelikan obat aborsi ilegal akan terkena peraturan yang mana ya?

    Terima Kasih

    Stefan Prayoga Yukari Ujan (41170108)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo Yoga,terimakasih atas pertanyaanya.

      Mengenai menjual obat aborsi, pada dasarnya tidak ada ketentuan yang secara eksplisit mengatur hal tersebut dalam UU Kesehatan. Akan tetapi jika obat tersebut dijual secara ilegal, penjualnya dapat dikenai pidana berdasarkan Pasal 196 , Pasal 98 ayat (2) dan (3) UU Kesehatan serta Pasal 197 , Pasal 106 ayat (1) UU Kesehatan.
      Sekian jawaban yang saya dapat berikan, mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan. Terimakasih sudah berkunjung ke blog kami :)

      Semoga bermanfaat.

      Salam,
      Nindya Stephanie Christina ( 41170185 )

      Hapus
  91. Terimakasih informasinya sangat bermanfaat, semoga masyarakat sadar hukum dan dokter tidak lupa dg kode etiknya,supaya kasus aborsi di Indonesia berkurang dan angka kematian ibu & bayi berkurang.

    BalasHapus
  92. Terimakasih atas artikel yang menarik ini.

    BalasHapus
  93. bagaimana tindakan preventif terkait aborsi, apakah ada skrining untuk menapis aborsi ini?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo kak Desy, terimakasih atas pertanyaanya.

      Tindakan preventif terkait aborsi dapat dilakukan dengan melakukan penyuluhan terkait aborsi, sosialisasi mengenai kesehatan reproduksi dan bahaya HIV/AIDS dan PMS lainnya. Kerjasama dan korrdinasi antar lembaga seperti Ikatan Dokter Indonesia, Kedokteran kepolisian, Laboratorium Forensik Polri, Departemen Kesehatan RI, masyarakat pemerhati perempuan dan beberapa LSM, untuk memberikan bimbingan dan pembinaan terhadap para remaja yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan agar tidak melakukan aborsi karena tindakan tersebut melanggar hukum dan membahayakan jiwa.
      Ssmpai saat ini berdasarkan sumber medis yang telah kami baca, belum ada skrining untuk menapis aborsi. Skirining biasanya dilakukan sebelum calon pasangan menikah dan pada masa kehamilan untuk mengetahui apakah terdapat kelainan pada janin dalam kandungan.

      Sekian jawaban yang saya dapat berikan, mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan. Terimakasih sudah berkunjung ke blog kami :)

      Semoga bermanfaat.

      Salam,
      Nindya Stephanie Christina ( 41170185 )

      Hapus
  94. Terima kasih kelompok 6 atas artikelnya yang informatif. Saya ingin bertanya, dalam kasus pemerkosaan bayi yang di kandung apakah boleh di lakukan aborsi? Bagaimana pandangan norma agama terkait aborsi pada kasus pemerkosaan?
    Terima kasih

    Jonathan Dave-41170168

    BalasHapus
  95. Artikelnya sangat menambah wawasan bagi pembacanya. Saya juga ingin bertanya, bagaimana pandangan kode etik kedokteran jika ada seorang anak yg dibawah umur dgn kasus pemerkosaan dan hamil apakah boleh melakukan aborsi. Karena mengingat pada psikisnya sang anak masih trauma yg membuat ia belum siap menjadi ibu. Terimakasih

    BalasHapus
  96. Terimakasih artikel nya sangat membantu
    Pertanyaan sayang mengenai bagaimana penanganan kasus pasca pasien yang terlanjur melakukan operasi

    BalasHapus
    Balasan
    1. misalakan pasien yang sudah terlanjur melakukan aborsi dan terjadi komplikasi
      1. perdarahan, penangannya dengan melakuna perhentian pendarahan dengan segera
      2. infeksi, pemberian antibiotik serta evakuasi jaringan sisa-sisa kehamilan yang berasan dari uterus dengan segera
      3. jika di curigai adanya robeknya saluran reproduksi\/ atau organ internal, fdengan melakukan rujukan kepada tingkat perawatan kesehatan yang tepat.

      Antonius Vincent Ero Martono
      41160086

      Hapus
  97. Selain dituntut etika dalam berprofesi, seorang dokter sudah layak dan sepantasnya untuk mengedepankan nilai moral dan tanggung jawab agar kasus kriminal dalam dunia medis khususnya aborsi karena kasus ini merupakan hal yang menyangkut langsung terhadap hak atas hidup mati seseorang, yang mana ini merupakan hanyalah Kuasa Tuhan saja. yang ingin saya tanyakan, apa MOTIVASI sesungguhnya dari seorang dokter yang bisa dibilang sudah menempuh pendidikan lama, mendapatkan ilmu etika profesi, diajarkan moral dan tanggung jawab sejak dini(mungkin), namun masih ada "oknum" yang melakukan kriminal khususnya aborsi? apakah hanya sebatas materi saja? menurut cerita dari kasus tersebut pelaku dan rekannya tidak menjelaskan motif mereka. Terima Kasih, berkah dalem

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih banyak atas komentarnya. Izin saya menjawab pertanyaan ya. kasus praktik aborsi ilegal di Indonesia cukup banyak terjadi, adapula yang dilakukan oleh seorang dokter, padahal semestinya semua dokter di Indonesia sudah memahami larangan itu karena sudah sangat jelas ada dalam Pedoman Pelaksanaan Etika Kedokteran Indonesia.
      Motivasi maupun motif melakukan tindak aborsi setiap orang (individu) / setiap pelaku tentunya berbeda-beda dan tidak bisa saya sebutkan, karena semua itu berdasarkan pemikiran masing-masing pelaku. Tentu ada kemungkinan jika pelaku melakukan hal tersebut bukan hanya karena materi saja. Namun yang perlu diperhatikan adalah tindakan aborsi yang tidak melaggar ketentuan, sebagai contoh tertuang dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan larangan tindak aborsi pasal 75 ayat (2).

      Sekian jawaban dari saya, mohon maaf apabila ada kekurangan. Semoga bermanfaat ! :)

      Theodora Arnadia (41170120)

      Hapus
  98. Sangat menarik, mohon ijin bertanya. Apakah semua tindakan aborsi itu dilarang? Jika ada aborsi yang tidak dilarang (legal) itu yg seperti apa? Terimakasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya.
      sebelum menjawab apakah semua aborsi itu dilarang atau tidak, ada baiknya kita mengetabui beberapa jenis aborsi terlebih dahulu. tindakan aborsi sendiri terbagi menjadi aborsi spontan dan aborsi buatan.
      aborsi spontan merupakan aborsi yang terjadi karena mekanisme alamiah untuk mengeluarkan hasil konsepsi.
      sedangkan aborsi buatan (abortus provocatus) adalah aborsi yang terjadi akibat intervensi tertentu yang bertujuan untuk mengakhiri proses kehamilan. aborsi buatan ini terbagi menjadi abortus provocatus medicinalis yang dilakukan berdasarkan indikasi medik, dan abortus provocatus criminalis yang dilakukan berdasarkan indikasi non medik.
      ditinjau dari sisi etik, yang berlandasan lafal sumpah hipokrates, sumpah dokter, dan international code of medical ethics maupun kodeki., setiap dokter wajib menghormati dan melindungi mahluk hidup insani. karena itu, aborsi berdasarkan indikasi nonmedik (provocatur criminalis) adalah tidak etis.
      abortus provocatus medicinalis tidak dilarang dibeberapa negara, dan ada yang digunakan sebagai salah satu metode keluarga berencana. menurut deklarasi Oslo dan UU no. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, mengenai abortus provocatus medicinalis, memiliki ketentuan - ketentuan, seperti :
      1) hanya dilakukan sebagai tindakan terapeutik yang keputusannya disetujui secara tertulis oleh 2 orang dokter yang dipilih berkat kompetensi profesional mereka dan prosedur operasionalnya dilakukan oleh seorang dokter yang kompeten dan disetujui oleh ibu hamil yang bersangkutan, suami atau keluarga.
      2) jika dokter merasa tindakan tersebut melawan hati nurani, maka dokter berhak mengundurkan diri dan menyerahkan pelaksanaan tindakan medik kepada teman sejawat yang kompeten
      3) yang dimaksud dengan abortus provocatus medicinalis adalah suatu tindakan yang benar - benar harus dilakuakan, dan jika tidak akan membahayakan jiwa ibu atau adanya ancaman gangguan fisik, mental dan psikososial jika kehamilan dilanjutkan, atau resiko yang sangat jelas bahwa anak yang akan dilahirkan menderita cacat mental, atau cacat fisik yang berat.
      4) hak utama untuk memberikan persetujuan adalah ibu yang sedang hamil, dan jika tidak sedang sadarkan diri maka persetujuan dapat diminta ke suami atau wali yang sah.

      Jadi tidak semua tindakan aborsi itu dilarang, ada kondisi tertentu yang dapat melegalkan kasus aborsi, dan tindakan aborsi disebut legal/tidak dapat dilihat dari berbagai aspek, karena di tiap negara mempunyai pandangan hukum yang berbeda (jika dilihat dari aspek melanggar hukum).

      beberapa tanggapan diatas dan dasar hukumnya dapat dilihat di :
      Etika kedokteran dan hukum kesehatan oleh prof. dr M.jusuf hanafiah, Sp.og (K) dkk

      semoga jawabannya bermanfaat
      Bagus Made Arisudana WPS (41170110)

      Hapus
  99. Terima Kasih atas artikel yang sangat bermanfaat ini. Semoga kita senantiasa dapat menerapkan etika kedokteran dan dapat dibimbing olehNya dalam mempertimbangkan dan mengambil keputusan dg baik dalam menghadapi kasus2 yg berkaitan dg etika dan moral ketika menjalani profesi kita sebagai dokter. Semangat dan sukses selalu. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. halo ayu putu, terima kasih atas tanggapannya. semoga bermanfaat.

      Hapus
  100. Waaauwwww artikel yang sangat befaedah sekali😁

    BalasHapus
  101. Informasi yang menarik! Namun saya mau bertanya, apa saja pertimbangan tertentu sehingga aborsi dapat dilakukan? Dan sebutkan dan jelaskan macam2 aborsi! Terima kasih :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih pertanyaannya ,ingin menjawab berdasarkan Seseorang tidak boleh melakukan aborsi kecuali pada keadaan/pertimbangan yang terdapat dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana pasal 75 ayat (2) sebagai berikuti:
      “Larangan sebagimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat dapat dikecualikan berdasarkan:
      a.Indikasi kedaruratan medis yang diditeksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dah/ atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan / atau cacat bawaan , maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup; atau
      b.Kehamilan akibat pemerkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban pemerkosaan”



      Pada dasarnya abortus merupakan berakhirnya kehamilan sebelum berusia 22 minggu. Abortus dibagi menjadi dua yaitu terjadi secara spontab dan buatan. Abortus spontan (keguguran) adalah suatu mekanisme alamiah untuk mengeluarkan hasil konsepsi (pembuahan/fertilisasi) yang abnormal. Aburtus buatan (pengguguran, aborsi, abortus provokatus) adalah abortus yang terjadi karena intervensi (perbuatan) tertentu yang bertujuan mengakhiri suatu kehamila. Abortus dapat bersifat legal yang dilakukan dengan indikasi medik. Abortus buatan ilegal adalah abortus yang didasarkan indikasi nonmedik, abortus ini dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten atau tenaga kerja yang tidak kompeten

      Sumber Undang-Undang
      Kitab Undang- Undang Hukum Pidana

      Sumber Buku
      Hanafiah, M. Yusuf dan Amri Amir,Etika Kedokteran dan Hukum
      Kesehatan, Kedokteran EGC, Jakarta,1999

      Hapus
    2. Semoga beranfaat
      salam hangat
      Anathasya Astritaningsih Marjadi _41170106

      Hapus
  102. Mengapa dikatakan aborsi jika sebelum usia 20 minggu? Bagaimana jika melebihi usia tersebut.

    Jika terpaksa aborsi dilakukan oleh karena indikasi medis. Prosedur apa yg tepat untuk dilakukan?

    BalasHapus
  103. Terima kasih banyak artikelnya, saya izin bertanya. Pada pendahuluan dikatakan bahwa kejang pada ibu merupakan salah satu alasan secara medis dapat dilakukannya aborsi. Jadi apakah ibu penderita epilepsi tidak boleh memiliki anak? Atau ada kondisi kejang spesifik yang dimaksudkan dari kalimat ini?
    Terima kasih

    BalasHapus
  104. Terima kasih atas artikel yang telah disampaikan. Saya ingin bertanya apa saja indikasi medis yang memperbolehkan ibu hamil menggugurkan janinnya secara legal ? Apakah hal ini benar-benar tidak bertentangan dengan Hippocratic oath? Jika dilakukan tindak aborsi oleh pihak tidak profesional apa saja akibat kesehatan jangka pendek dan jangka panjang pada ibu tersebut? Dan untuk kebijakan WHO sendiri bagaimana? Terima kasih. (41180**)

    BalasHapus
  105. Terimakasih untuk pembahasan mengenai kasus aborsi di Indonesia yang cukup menarik. Selanjutnya saya ingin tanya mengenai dampak atau efek samping apa saja yang dapat timbul dari prosedur aborsi terhadap tubuh ibu. Apakah dampak yang disebabkan bersifat fisik saja atau dapat menyebabkan dampak lain?
    Terimakasih. (Mary Rose_41170145)

    BalasHapus
  106. ayu amelia rosa.24 Mei 2020 pukul 20.29

    Bagaimana jika pasien yg memaksa ingin aborsi tapi tidak diperbolehlan oleh dokter kemudian pasien bertindak sndiri dengan minum obat" an seperti obat yg dapat menggugurkan atau bahkan jamu" an, bagaimaka tindakan sebagai dokter? Jika memang ada komplikasi apakah ada tindakan agar meminimalisir kejadian tersebut?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih sudah bertanya mba, Ijin menjawab sebagai dokter Tindakan yang dapat dilakukan untuk pasien yang ingin melakukan aborsi sendiri dengan memberikan edukasi kepada pasien dan / atau bila perlu kepada keluarga pasien juga. Edukasi yang dapat diberikan berupa :
      1. Resiko berbahaya apabila melakukan abosi sendiri :
      • Perdarahan
      • Keracunan
      • Kematian janin dalam kandungan tapi tidak bisa keluar
      • Kematian ibu
      2. Bisa terangkut hukum : Pasal 346 KUHP
      “Seorang wanita yang dengan sengaja
      menggugurkan kandungan atau mematikan kandungannya
      atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana
      paling lama empat tahun”
      3. Meminta dukungan dari keluarga :
      a. Misalkan masih remaja / belum menikah minta orang tua tetap menerima kehamilan putrinya dan mendukung penuh keadaan putrinya
      b. Orang tua berperan memberikan edukasi seks kepada remaja misalkan jangan hanya terbayang
      c. Menanamkan nilai nilai moral sosial dan juga keagamaan
      d. Menguatkan kontrol sosial : sering diajak besosial
      e. Apabila sudah menikah, meminta suami untuk mendukung kehamilan istrinya

      Apabila terjadi komplikasi dokter harus segera menangani sesuai kondisi pasien, misalkan :
      - Abortus Iminens artinya kehamilan dapat dipertahankan jadi tidak perlu pengobatan khusus.
      Apabila perdarahanya berhenti : dokter akan memantau kondisi ibu selanjutnya pada pemeriksaan antenatal (kadar Hb dan USG)
      Jika perdarahan tidak berhenti : dokter akan menilai kondisi janin menggunakan USG.
      - Abortus Insipiens  Jika kehamilan < 16 minggu dokter akan melakukan evakuasi isi uterus Apabila tidak ada perdarahan berlanjut akan diberikan ergometrin 0,2 mg IM
      Jika usia kehamilan ≥16 minggu dokter akan menunggu pengeluaran hasil konsepsi secara spontan atau dokter akan memberikan infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu pengeluaran hasil konsepsi. Dokter juga akan memberikan misoprostol
      - Abortus Inkomplit jika kehamilan < 16 minggu disertai perdarahan berat dokter akan mengevakuasi isi uterus, kemudian melakukan vakum manual atau kuret dan juga memberikan ergometrin 0,2 mg IM.
      Bila disertai perdarahan ringan / sedang maka dokter akan memberikan Misoprostol
      - Abortus komplit : dilakukan observasi, kalua ada anemia dokter akan menangani aneminya. Kemudian evaluasi 2 minggu lagi.
      - Missed Abortus : Vakum manual atau sendok kuret dan obat misoprostol

      Semoga jawaban ini dapat membantu, Salam hangat
      Indriani Nur Azizah _ 41160021

      Hapus
    2. Terimakasih sudah bertanya mba, Ijin menjawab sebagai dokter Tindakan yang dapat dilakukan untuk pasien yang ingin melakukan aborsi sendiri dengan memberikan edukasi kepada pasien dan / atau bila perlu kepada keluarga pasien juga. Edukasi yang dapat diberikan berupa :
      1. Resiko berbahaya apabila melakukan abosi sendiri :
      • Perdarahan
      • Keracunan
      • Kematian janin dalam kandungan tapi tidak bisa keluar
      • Kematian ibu
      2. Bisa terangkut hukum : Pasal 346 KUHP
      “Seorang wanita yang dengan sengaja
      menggugurkan kandungan atau mematikan kandungannya
      atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana
      paling lama empat tahun”
      3. Meminta dukungan dari keluarga :
      a. Misalkan masih remaja / belum menikah minta orang tua tetap menerima kehamilan putrinya dan mendukung penuh keadaan putrinya
      b. Orang tua berperan memberikan edukasi seks kepada remaja misalkan jangan hanya terbayang
      c. Menanamkan nilai nilai moral sosial dan juga keagamaan
      d. Menguatkan kontrol sosial : sering diajak besosial
      e. Apabila sudah menikah, meminta suami untuk mendukung kehamilan istrinya

      Apabila terjadi komplikasi dokter harus segera menangani sesuai kondisi pasien, misalkan :
      - Abortus Iminens artinya kehamilan dapat dipertahankan jadi tidak perlu pengobatan khusus.
      Apabila perdarahanya berhenti : dokter akan memantau kondisi ibu selanjutnya pada pemeriksaan antenatal (kadar Hb dan USG)
      Jika perdarahan tidak berhenti : dokter akan menilai kondisi janin menggunakan USG.
      - Abortus Insipiens : Jika kehamilan < 16 minggu dokter akan melakukan evakuasi isi uterus Apabila tidak ada perdarahan berlanjut akan diberikan ergometrin 0,2 mg IM
      Jika usia kehamilan ≥16 minggu dokter akan menunggu pengeluaran hasil konsepsi secara spontan atau dokter akan memberikan infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu pengeluaran hasil konsepsi. Dokter juga akan memberikan misoprostol
      - Abortus Inkomplit jika kehamilan < 16 minggu disertai perdarahan berat dokter akan mengevakuasi isi uterus, kemudian melakukan vakum manual atau kuret dan juga ergometrin 0,2 mg IM.
      Bila disertai perdarahan ringan / sedang maka dokter akan memberikan Misoprostol
      - Abortus komplit : dilakukan observasi, kalua ada anemia dokter akan menangani aneminya. Kemudian evaluasi 2 minggu lagi.
      - Missed Abortus : Vakum manual atau sendok kuret dan obat misoprostol

      Semoga jawaban ini dapat membantu, Salam hangat
      Indriani Nur Azizah _ 41160021

      Hapus
  107. Disebutkan bahwa jika kandungan yg membahayakan kesehatan ibu, dan untuk korban pemerkosaan diperbolehkan aborsi, lalu Jika bayi terdeteksi cacat, namun kondisi kandungannya sehat tanpa membahayakan ibu, apakah boleh di aborsi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimkakasih mba untuk pertanyaanya, ijin menjawab pertanyaan dari mba Ayu.
      Sesuai pasal 75 ayat (2) dilarang melakukan aborsi, kecuali :
      a. indikasi kedaruratan medis yang di deteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/ atau janin, yang menderita pemyakit genetik berat dan/ atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan; atau
      b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologi bagi korban perkosaan
      disambung ayat yang ke (3) yaitu : Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/ atau penasehat pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang
      Artinya dua kondisi diatas boleh melakukan aborsi namun tetap harus konseling kepada yang berwenang. Jika dilihat Kembali ke pertanyaan diatas, “lalu Jika bayi terdeteksi cacat, namun kondisi kandungannya sehat tanpa membahayakan ibu?” Jika kecacatanya sampai menyusahkan sang anak untuk hidup nantinya maka diperbolehkan untuk melakukan aborsi. Tetapi tetap harus melakukan konseling terhadap pihak yang berwenang

      Semoga jawaban ini membantu, Salam hangat

      Indriani Nur Azizah _ 41160021

      Hapus
  108. Terimakasih atas pembahasan artikel yang sangat menarik, melihat aborsi masih jadi pro dan kontra dinegara kita tercinta ini.

    mohon izin bertanya kepada teman-teman semua, menurut teman2 apakah boleh jika seorang ibu mengalami depresi berat atas kehamilan yang sangat tidak diinginkan dalam suatu pernikahan sah melakukan aborsi dengan usia janin kurang dari 6 minggu?
    Dengan pertimbangan bahwa apabila kehamilan ttp dipertahankan akan semakin memperparah gangguan jiwa dari ibu tersebut semakin berat dan akan membahayakan kesehatan ibu tsb.
    terimakasih, sukses selalu teman-teman semuanya.

    -Daniel Raenata 41170170 Kel 3-

    BalasHapus
  109. Terimakasih atas artikel yang sangat menarik. Berkaitan dengan obat aborsi online, apakah di Indonesia terdapat regulasi resmi mengenai penjualan obat - obat aborsi online seperti yang kita lihat selama ini sangta banyak agen agen penjual obat ini. Jika ada UU apakah itu ?

    trimakasih banyak
    Youlla Anjelina (41170153)

    BalasHapus
    Balasan
    1. secara spesfik belum ada UU yang dibuat akan tetapi ada amanat peraturan presiden no 80 tahun 2017 tentang Badan Pengawasan Obat dan Makanan yang meyusun kajian tindak kejahatan obat dan makanan salah satunya adalah peredaran obat aborsi secara daring.

      Antonius Vincent Ero Martono
      41160086

      Hapus
    2. Hallo Youlla, terima kasih atas pertanyaannya.
      Ijin menambahkan ya. Mengenai penjualan obat-obatan aborsi, pada dasarnya tidak ada ketentuan yang secara tegas mengatur hal tersebut. Akan tetapi, jika obat tersebut dijual secara ilegal, penjualnya dapat dikenai pidana berdasarkan UU Kesehatan No.36 Tahun 2009 pasal 98 ayat (2) dan (3), pasal 106 ayat (1), pasal 196, dan pasal 197.

      Semoga terjawab yaa..

      Tiara Adeledya T. Karwur (41160040)

      Hapus
  110. Terimakasih untuk artikelnya, sangat menarik dan menambah wawasan baru bagi saya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai. Terima kasih atas tanggapannya. Semoga bermanfaat

      Hapus
    2. Terimakasih Ulasannya! Semoga membantu dan bermanfaat

      Hapus
  111. Terima kasih atas artikel yang sangat bermanfaat ini. Saya ingin bertanya.

    Pada bagian pendahuluan dikatakan bahwa kasus aborsi meningkat setiap tahunnya di Indonesia. Bagaimana peran dan sikap dokter yang menjunjung tinggi etika profesi dalam menyikapi hal ini, terutama ketika ada pasien yang datang ingin melakukan aborsi tanpa indikasi medis?

    BalasHapus
  112. Halo. Artikelnya bermanfaat sekali. Saya ingin bertanya mengenai kehamilan yg diakibatkan oleh kasus pemerkosaan. Sebagaimana yg tertulis di artikel, bahwa dalam Undang Undang Hukum Pidana, seseorang diperbolehkan melakukan aborsi bila merupakan korban pemerkosaan yg mengalami trauma mental. Namun, dalam KODEKI dijelaskan pula bahwa seorang dokter harus menjaga dan menghormati kehidupan sejak dalam kandungan. Bagaimana komentar Anda mengenai hal ini? Apakah menurut Anda hal ini tetap bisa diterapkan? Terimakasih.

    BalasHapus
  113. Saya disini Iannugrah Pandung Wibowo(41170124) dari Kelompok 4. Teman teman sudah menyebutkan kondisi yang melegalkan aborsi, nah metode aborsi yang baik dan terstandarisasi serta yang mengutamkan keselamatan pasien itu seperti apa ya prosedurnya??

    BalasHapus
  114. terima kasih atas penjelasannya. artikel ini menambah pengetahuan dan wawasan baru bagi saya tentang aborsi.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

TUGAS ETIKA KELOMPOK 5 - PEMALSUAN DIAGNOSA REKAM MEDIS

KASUS MALPRAKTIK KELOMPOK 1 - MALPRAKTIK PADA SITI CHOMSATUN - TIROIDEKTOMI BERUJUNG SESAK NAFAS