TUGAS ETIKA KELOMPOK 3 - BAYI TABUNG

source image: bidanku.com


Disusun Oleh:

Fehren Kurnia Brilian                         41160044
Patrick Kurniawan Latumahina          41170104
Meliana Julistiani                                41170117
Carolina Devi Santi M.                       41170122
Neysa Bella H.                                    41170126
Nathania Dhestia Putri                        41170132
Elsa Wijaya Prayoga                           41170135
Krisentia Yahya                                   41170141
I Gusti Ngurah Bagus S. P.                 41170142
Cornelia Rivanda Berliani                  41170146
Diana Teresa                                       41170147
Lucia Vini Puspita Rodja                    41170158
Gabriel Btara Y. Pramono                   41170163
Brenda Miriane Rustam                      41170167
Jonathan Dave                                    41170168
Videl Christin Dijayani K.                  41170169
Daniel Eka Raenata                            41170170




BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
            Perkembangan zaman banyak membawa kemajuan di segala bidang kehidupan salah satunya adalah kemajuan dan perkembangan di bidang kedokteran. Banyak hal-hal baru yang ditemukan kemudian dipelajari di bidang kedokteran saat ini. Salah satunya mengenai prosedur bayi tabung atau fertilisasi in vitro. Program bayi tabung pada hakikatnya bertujuan untuk membantu pasangan suami istri yang tidak mampu untuk mendapatkan keturunan melalui proses yang alami. Program bayi tabung ini sendiri digunakan oleh pasangan suami istri yang tidak mendapat keturunan akibat beberapa hal seperti adanya infertilitas, faktor imun dan faktor klinis seperti endometriosis dan oligospermia. Program bayi tabung sendiri menjadi salah satu solusi untuk mendapatkan keturunan.
            Dalam pelaksanaannya, prosedur dari bayi tabung sendiri sangat berkaitan dengan hukum dan etik. Mengenai etika dan hukum dari prosedur bayi tabung sendiri sebenarnya berlaku bagi tim dokter dan juga pasien. Berdasarkan hukum yang ada di di Indonesia, program pelaksanaan bayi tabung sendiri mengacu pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 yang membahas tentang kesehatan. Dalam Undang-Undang ini menjelaskan pelaksanaan program bayi tabung harus dilakukan sesuai dengan norma hukum, agama, kesusilaan dan kesopanan. Undang-Undang yang mengatur pelaksanaan bayi tabung di Indonesia  tidak mengizinkan menggunakan rahim yang bukan milik istrinya yang sah.
Dimana berdasarkan Instruksi dari Menteri Kesehatan diatas dapat dilihat bahwa program pelayanan bayi tabung ini sendiri terdapat beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam proses pelaksanaannya. Hal ini juga dipertegas dalam Pasal 16 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berbunyi:
    Ayat 1: Pelayanan teknologi reproduksi buatan hanya dapat diberikan kepada pasangan suami istri yang terikat perkawinan yang sah dan sebagai upaya terakhir untuk memperoleh keturunan serta berdasarkan pada suatu indikasi medis.
    Ayat 2: Hasil sperma dan ovum harus dari suami istri yang bersangkutan dan ditanamkan dalam rahim istri di mana ovum itu berasal.
Di Indonesia belum diperbolehkan pelaksanaan program jenis bayi tabung yang lain, seperti sperma donor dan surrogate mother diakibatkan karena masih adanya pengaruh kultur dan budaya serta nilai-nilai keagamaan.
  1. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini :
      Mengetahui tentang etika-etika di dalam bidang kedokteran
      Mengetahui ada tidaknya pelanggaran hukum dan etika dalam program pelaksanaan bayi tabung.
      Mengetahui dampak-dampak yang dapat terjadi ketika ada pelanggaran etika.

BAB II
RINGKASAN KASUS
Dokter Ben Ramaley merupakan seorang dokter ahli Obstetri dan Ginekologis dari Amerika Serikat yang terkena kasus pelanggaran etika medis terkait bayi tabung.  Kasus ini bermula ketika pada tahun 2002 terdapat pasangan suami istri yang disembunyikan identitasnya datang ke dr. Ben untuk meminta bantuan  melakukan prosedur bayi tabung. Pasangan tersebut juga sudah membawa sampel sperma suaminya dengan harapan prosedur ini dapat membantu pasangan ini hamil dan mempunyai anak. Sembilan bulan kemudian pasangan suami istri yang dibantu dr. Ben tersebut, melahirkan 2 anak perempuan kembar.  Betapa terkejutnya mereka saat mengetahui anak perempuan kembar mereka berkulit putih dan berambut pirang. Anak tersebut memiliki ciri fisik yang berbeda  dari pasangan suami istri  ini, dimana sang suami adalah keturunan Afrika-Amerika dan sang istri adalah keturunan ras Kaukasia. Setelah beberapa bulan mengalami kegelisahan, akhirnya anak kembar yang baru mereka lahirkan menjalani tes DNA pada Maret 2004 dan mendapati bahwa sang suami bukan merupakan ayah biologis dari anak mereka.
Pada tahun 2005 akhirnya pasangan ini  mengajukan gugatan ke pengadilan dengan tuduhan bahwa dr. Ben menggunakan spermanya sendiri dalam melakukan prosedur bayi tabung. Penyelesaian kasus ini dilakukan diluar pengadilan dengan kesepakatan orang-orang yang terlibat tidak membicarakan kasus ini. Pada saat itu dr. Ben tidak diminta untuk memberikan sampel DNAnya, akan tetapi dr. Ben dikenai denda senilai US$ 10.000.
Pada Oktober 2007, dr. Robert Gfeller seorang Ginekologis dari Hartford meninjau kembali kasus ini dan menyatakan bahwa dr. Ben membuat kesalahan serius. dr. Robert menyatakan bahwa anak perempuan kembar tersebut tidak memiliki DNA yang sama dengan ayahnya dan membuat suatu argumen bahwa sperma yang digunakan pada saat awal proses bayi tabung bukan merupakan sperma dari suami pasangan tersebut, melainkan menggunakan sperma orang lain. Selain itu dr. Robert juga menemukan beberapa kesalahan yang dilakukan oleh dr. Ben seperti, kesalahan dalam memberi label pada spesimen sperma serta dr. Robert juga menemukan bahwa tidak ada tanda tangan informed consent yang dilakukan oleh pasien dr. Ben yang mana hal tersebut harus dilakukan ketika melakukan prosedur invasif. Kemudian pada tahun 2009 akhirnya dokter Ben kembali didenda US$ 10.000 dan ditangguhkan lisensi prakteknya selama setahun atas kesalahan yang dibuatnya.


BAB III
ANALISIS
  1. Pencermatan Fakta Berupa Kronologi yang Menjadi Kasus Etika
1.    Dokter Ben Ramaley merupakan seorang dokter ahli Obstetri dan Ginekologis dari Amerika Serikat.

2. Pada tahun 2002 terdapat pasangan suami istri yang meminta bantuan dr. Ben untuk melakukan prosedur bayi tabung.

3.  Sembilan bulan kemudian pasangan suami istri yang dibantu dr. Ben tersebut, melahirkan dua orang anak perempuan kembar

4. Namun anak tersebut memiliki ciri fisik yang berbeda dari pasangan suami istri ini. Anak tersebut berkulit putih dan berambut pirang, sedangkan sang suami adalah keturunan Afrika-Amerika dan sang istri adalah keturunan ras Kaukasia.

5. Kemudian kedua anak kembar tersebut menjalani tes DNA pada Maret 2004 dan didapatkan hasil bahwa sang suami bukan merupakan ayah biologis dari anak mereka.

6.  Pada tahun 2005, pasangan ini mengajukan gugatan ke pengadilan dengan tuduhan bahwa dr. Ben menggunakan spermanya sendiri dalam melakukan prosedur bayi tabung.

7.  Pada saat itu, Department of Public Health (DPH) setempat yang melakukan investigasi, tidak meminta dr. Ben untuk melakukan tes DNA, meskipun Hukum Negara setempat memberi kewenangan DPH untuk meminta tes DNA.

8. Penyelesaian kasus ini dilakukan diluar pengadilan dengan kesepakatan orang-orang yang terlibat tidak membicarakan kasus ini

9. Pada akhirnya dr. Ben dikenai denda senilai US$ 10.000 untuk penggunaan sperma yang salah dalam prosedur, dan dr. Ben tetap bisa mempertahankan lisensi dokternya.

10.  Pada Oktober 2007, dr. Robert Gfeller seorang Ginekologis dari Hartford meninjau kembali kasus ini dan menyatakan bahwa dr. Ben membuat kesalahan serius.

11. dr. Robert menyatakan bahwa anak perempuan kembar tersebut tidak memiliki DNA yang sama dengan ayahnya 

12.  dr. Robert membuat suatu argumen bahwa sperma yang digunakan pada saat awal proses bayi tabung bukan merupakan sperma dari suami pasangan tersebut, melainkan menggunakan sperma orang lain. 

13.   dr. Robert juga menemukan beberapa kesalahan yang dilakukan oleh dr. Ben:
a.      Dr. Ben melakukan kesalahan dalam memberi label pada spesimen sperma.
b. Tidak ditemukan adanya tanda tangan informed consent yang dilakukan oleh pasien dr. Ben dalam melakukan prosedur invasif.

14.  Pada tahun 2009 akhirnya dokter Ben kembali didenda US$ 10.000 dan ditangguhkan lisensi prakteknya selama setahun atas kesalahan yang dibuatnya.

  1. Pencermatan nilai / norma etika yang dilanggar
Dalam kasus ini, dokter melakukan tindakan atau asuhan medis tanpa memperoleh persetujuan dari pasien, keluarga terdekat ataupun wali dimana dokter Ben Ramaley diduga mengganti sperma suami pasien dengan spermanya sendiri dalam prosedur inseminasi buatan atau bayi tabung tanpa sepengetahuan pasien tersebut. Terkait dengan 4 Prinsip dasar bioetika, yaitu :
1.   Autonomy
Penerapan aspek autonomy yakni pihak medis menghormati hak pribadi pasien, menyampaikan kebenaran atau berita yang sesungguhnya pada pasien dan melindungi informasi pasien yang bersifat rahasia. Masalah pada kasus ini terkait aspek autonomy yaitu dokter Ben Ramaley tidak menghormati hak pribadi pasien serta tidak menyampaikan berita atau kebenaran yang sesungguhnya bahwa sperma yang dipakai bukan berasal langsung dari pasien melainkan dari orang lain. Kemudian pada tahun 2008 dr. Ben Ramaley menandatangani surat yang menyatakan bahwa ia memang benar memasukan sperma yang bukan dari milik suami pasangan tersebut ke dalam rahim pasien tersebut.
2.   Non-Maleficence
Prinsip Non-Maleficence yakni melarang tindakan yang berbahaya ataupun yang memperburuk keadaan pasien, dalam penerapannya yakni tidak membunuh, tidak menyebabkan sakit / penderitaan yang lain, tidak menyebabkan orang lain menjadi tidak mampu atau tidak berdaya, tidak melukai perasaan orang lain dan tidak mencabut kebahagiaan orang lain. Masalah dalam kasus ini terkait aspek Non-Maleficence yaitu pasien merasa tidak diuntungkan / dirugikan / dibohongi dimana akibat tindakan dr Ben dengan menggunakan sperma yang bukan milik suami sah.  
3. Beneficence
Prinsip beneficence  yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan untuk kebaikan pasien. Masalah dalam kasus ini terkait aspek beneficence yaitu  pasien memang mendapat bayi yang selama ini diinginkan walaupun bayi tersebut bukan merupakan hasil pembuahan dari sperma suami pasien melainkan sperma milik orang lain.
4.   Justice
Prinsip Justice ini yakni semua pasien yang datang diperlakukan secara adil, layak dan tepat sesuai dengan haknya. Masalah dalam kasus ini terkait aspek justice yaitu pasien yang datang kepada dokter Ben Ramaley memiliki harapan bisa mendapatkan kesempatan yang sama untuk menjadi orang tua dari anak mereka tetapi akibat perlakuan dokter Ben yang memanfaatkan sperma yang bukan dari suami aslinya sehingga menyebabkan pasien mendapatkan anak yang tidak berasal dari gen mereka melainkan dari gen orang lain.

Peraturan Terkait Kasus Bayi Tabung dr Ben Menurut UU dan
AMA Principles of Medical Ethics


Bayi Tabung di Indonesia dimulai sejak tahun 1988 namun Peraturan terkait bayi Tabung baru muncul pada tahun 1933 tertera pada
pasal 16 Undang-Undang no 23 Tahun 2009 tentang kesehatan yang selanjutnya disempurnakan dengan pasal 127 Undang-Undang no 36 Tahun 2009

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 127 yang menyatakan bahwa:
 

1) Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami-istri yang sah dengan ketentuan:


a. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami-istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri darimana ovum berasal.


b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu; dan  Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.


PP No.61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi


Pasal 42 : 


(1) Pelayanan reproduksi dengan bantuan atau kehamilan diluar cara alamiah harus didahului dengan konseling dan persetujuan tindakan kedokteran (
informed consent).

(5) Persetujuan tindakan kedokteran (
informed consent) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Prosedur bayi tabung harus diawali dengan melakukan konseling dan persetujuan (
informed consent) terlebih dahulu dari pasien sebelum melakukan tindakan, tetapi pada kasus ini dr. Ben tidak melakukan prosedur wajib tersebut”. 

AMA Principles of Medical Ethics


Chapter 2


2.1.1
Informed Consent


Dalam meminta persetujuan dari pasien, seorang dokter harus:


a. Menilai kemampuan pasien untuk memahami informasi medis yang relevan serta menyampaikan alternatif perawatan yang ada agar pasien dapat membuat keputusannya sendiri dan secara sukarela


b. Menyampaikan informasi yang relevan dan akurat kepada pasien. Informasi yang disampaikan dokter kepada pasien dapat berupa:


-Diagnosis penyakit (apabila diketahui)


-Sifat dan tujuan dari intervensi yang akan dilakukan


-Beban, risiko serta manfaat dari setiap opsi perawatan ataupun pengobatan yang ada


c.Mencatat
informed consent dalam rekam medis. Ketika pasien atau perwakilan dari keluarga pasien telah memberikan persetujuan khusus secara tertulis, formulir persetujuan tersebut harus dimasukkan ke dalam catatan

Chapter 4


4.2.1 Assisted Reproductive Technology


Dokter yang memberikan layanan bantuan reproduksi harus:


c. Menyampaikan semua informasi yang dibutuhkan pasien untuk mengambil keputusan seperti teknik yang akan digunakan (jika ada), risiko, manfaat, tingkat keberhasilan serta biaya


Pandangan bayi tabung menurut agama Khatolik


Menurut Alkitab, yang diambil dari kitab Kejadian 1:28 mengatakan: “Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” yang menunjukkan bahwa prokreasi merupakan hal yang penting bagi manusia. Namun demikian dalam konteks bayi tabung ini ditentang oleh Gereja Khatolik karena menghilangkan makna prokreasi itu sendiri. Hal ini tidak lain disebabkan oleh prosedur dari bayi tabung ini sendiri yang dilakukan dengan cara masturbasi yang tentunya adalah sebuah tindakan dosa menurut Alkitab. Selain itu embrio yang tidak berhasil beberapa akan dibuang dimana itu adalah suatu bentuk aborsi dan tidak dibenarkan baik dalam Alkitab maupun pandangan gereja. Prokreasi yang seharusnya dilakukan dalam bentuk hubungan badan atau seks dilakukan dengan cara tidak wajar menurut pandangan gereja karena dilakukan di luar tubuh. Bayi tabung ini sendiri akhirnya dianggap sebagai bentuk perampasan atas “hak” Tuhan untuk menciptakan seorang anak manusia
  1. Konsekuensi/resiko dari tindakan pelanggaran etik
Yang dihadapi dokter : 
  • Dokter akan kehilangan kepercayaan/nama baik/reputasi dari masyarakat khususnya pasien-pasien dari dokter tersebut. 
  • Dokter dapat kehilangan izin prakteknya atau dibekukan karena melanggar kode etik yang ada. Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia, pasal 3. Hal berikut yang dilarang : 
1)    Melakukan tindakan kedokteran yang tidak perlu atau tidak sesuai dengan permintaan pasien
2)    Melakukan usaha untuk menarik perhatian umum dengan maksud menambah pendapatan. 
3)    Melakukan tindakan kedokteran sebagai bentuk uji coba/ eksperimen terhadap pasien. 
  • Dokter bisa saja dilaporkan kepada pihak berwajib karena melakukan penipuan dalam prakteknya karena merupakan hak pasien untuk menuntut dokter jika tidak mendapatkan pelayanan yang sesuai
  • New York Board di bulan Maret 2009 memaksa dr. Ben Ramaley untuk melepaskan lisensi dengan tuduhan The wrong man’s sperm.
  • Dokter tersebut harus menghadapi berbagai investigasi yang panjang dan Institusi Kesehatan yang berwenang (American Board of Obstetrics and Gynecology), kasus bergulir dari tahun 2004-2008.
  • Dokter tersebut juga harus menyetujui pada tahun 2008 perintah yang menyatakan bahwa dr. Ben Ramaley membuahi pasien dengan sperma yang salah. Serta dikenai denda sebesar 10.000 US dollars.
  • Pada tahun 2006, dr.Ben Ramaley meninggalkan Greenwich serta mengundurkan diri dari prakteknya, Brookside Greenwich Obgyn Associates pada 30 Juni 2006.·       
  • Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No 39 Tahun 2010 jika terdapat pelanggaran dengan menggunakan sperma milik orang lain yang bukan suami sah, maka izin penyelenggaraan pelayanan TRB pada fasilitas pelayanan akan dicabut, berdasar Pasal 7 Ayat 3.
  • Pasal 4 Ayat 5 serta terdapat kekeliruan dalam pelayanan tersebut, izin dapat ditinjau kembali oleh Tim Pelaksana Penilaian Perizinan Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu yang hasilnya nanti akan bisa menjadi masukkan untuk MenKes RI, jika mencabut izin operasi.
  • Pasal 4 Ayat 1 berisi izin Penyelenggaraan Pelayanan TRB diberikan oleh Menteri. Ayat 2 berisi pemberian izin menteri melakukan pemeriksaan mengenai kesiapan fasilitas kesehatan itu yang terdiri dari : ketenagaan, sarana, prasarana, serta persyaratan lain yang diperhatikan.
  • UU No 23 Tahun 1992, tentang kesehatan di Pasal 82 Ayat 2 yaitu tentang barangsiapa yang sengaja melakukan tindak kehamilan di luar cara yang alami yang tidak sesuai ketentuan, seperti dimaksud pada Pasal 16 Ayat 2 akan dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun/ denda paling banyak Rp 100.000.000,-
Pada pasien :
  • Pasien akan dirugikan karena mengandung anak yang bukan darah dagingnya sendiri, atau anak orang lain.
  • Pasien dapat mengalami stress psikologis dan fisik karena terlanjur mengandung selama 9 bulan dan merawat anak yang dikira adalah anak dari sang suami.
  • Pasien rugi secara finansial karena membayarkan sejumlah uang yang diberikan tetapi mengandung anak dari sperma orang lain.
  • Pasien akan hilang kepercayaan kepada dokter tersebut dan juga tenaga medis lainnya serta dapat memberikan gambaran  buruk atau “melabeli” terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga medis. Dapat pula hal ini disebarluaskan kepada keluarga dan masyarakat sekitar sehingga membuat citra tenaga medis menjadi buruk.


BAB IV
KESIMPULAN

                Profesi sebagai dokter tidak hanya dituntut untuk kompeten dalam bidangnya tetapi juga harus menjunjung tinggi etika dan moral yang didasari atas Sumpah Profesi dan hukum yang berlaku. Mengacu pada hukum di Indonesia, proses bayi tabung pada dasarnya diperbolehkan hanya saja seorang dokter perlu hati-hati dalam menjalankan program tersebut. Pelanggaran etika yang dilakukan dokter dapat mengakibatkan kerugian bagi dirinya dan pasien. Melalui kasus ini diharapkan seorang dokter dapat belajar untuk menerapkan etika dan tidak melakukan tindakan yang merugikan banyak pihak.



REFLEKSI KELOMPOK

Fehren Kurnia Brilian – 41160044
Melihat kasus ini saya sangat prihatin sebagai mahasiswa kedokteran yang melayani di bidang kesehatan. Dimana sebagai seorang dokter yang memiliki otoritas terhadap pelayanannya kepada masyarakat serta memiliki tanggung jawab kepada pemerintah tidak perlu untuk melakukan hal tersebut. Dan jika saya dapat memposisikan sebagai korban(pasien dari dokter bersangkutan) saya akan merasa sangat kecewa akan kepercayaan saya terhadap pelayanan dari seorang dokter. Dan saya sangat setuju atas keputusan pemerintah/kebijakan pemerintah yang memberikan konsekuensi/pertanggungjawaban terhadap tindakan yang diakibatkan oleh kelalaian dari dokter tersebut.
Patrick Kurniawan Latumahina – 41170104
           
Hal yang saya pelajari dari kasus ini adalah diluar masih banyak dokter – dokter yang menyalahi etika yang seharusnya dijalani oleh mereka meskipun dokter di negara berkembang sekalipun. Etika bagi seorang dokter merupakan dasar perilaku seorang dokter sehingga jika terdapat pelanggaran etika itu sendiri pastinya akan membawa dampak yang buruk baik bagi pasien maupun dokter yang melanggar itu sendiri. Dari kasus ini juga saya belajar bahwa hal yang kita hadapi dari pilihan tindakan kita yang salah dapat berdampak besar kedepannya bagi pasien baik dari segi mental, fisik, maupun ekonomi. Dari kasus ini juga saya belajar untuk menjadi dokter bukan saja diperlukan ilmu yang tinggi namun etika dan bagaimana seorang dokter menjalin suatu komunikasi atau hubungan merupakan hal yang sangat penting karena ini mempengaruhi tingkat keberhasilan dari proses medikasi yang dilakukan oleh seorang dokter, Selain ilmu, dokter juga harus memiliki nilai moral yang baik dan mengerti bagaimana adat istiadat dan kebudayan daerah setempat sehingga dalam prakteknya dapat mengaplikasikan ketika menangani pasien.

Meliana Justiani – 41170117
Setelah mempelajari secara rinci kasus ini, saya memahami bahwa etika dan moral sangatlah dibutuhkan dalam praktik kedokteran terutama dalam menghadapi pasien. Etika, dalam bidang kesehatan disebut bioetika, merupakan dasar dari segala tindakan yang dilakukan oleh dokter, yang mana dalam kasus ini adalah prosedur inseminasi. Pelanggaran etika yang dilakukan tidak hanya dapat merugikan pasien, melainkan juga dapat merugikan dokter selaku pelaku dari tindakan amoral tersebut. Melalui kasus ini, saya mempelajari betapa pentingnya asas kepercayaan termasuk di dalamnya informed consent sesuai protokol. Selain itu, penting untuk dokter agar senantiasa berkomitmen untuk menjalankan tanggung jawabnya serta mendahulukan kepentingan pasiennya diatas kepentingan diri, sehingga tidak terjadi hal seperti dalam kasus yaitu tindak amoral dan tak beretika yang dapat merugikan kedua belah pihak.
Carolina Devi Santi M. – 41170122
Dokter dari kasus tersebut melakukan inseminasi dengan sperma sendiri atau dengan milik orang lain merupakan tindakan kurang baik menurut saya,  karena melanggar peraturan etika yang ada.Dikarenakan dokter tersebut membuat keputusan tanpa persetujuan dari pasangan suami dan istri yang merupakan pasiennya.Hal ini juga dapat menyebabkan permasalahan pada diri suami istri tersebut seperti gangguan psikis dan ekonomi, karena sang ibu mengandung bayi yang ternyata bukan anak dari suaminya, dan juga pasangan tersebut sudah membayar uang yang jumlahnya banyak untuk program bayi tabung.Menurut saya, dokter mempunyai hak dan kewajiban, sehingga saat membuat keputusan dokter harus punya prinsip.Prinsip nurani untuk memperhatikan pasien, perasaan serta dampak apa yang mempengaruhi kehidupan dari pasien maupun bagi dirinya.
Neysa Bella H. – 41170126
Pelajaran yang dapat saya ambil dari kasus ini adalah, sebagai seorang dokter dalam menjalankan tugas harus tetap memperhatikan serta menaati kode etik yang berlaku, jangan sampai seorang dokter melakukan tindakan yang dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang lain. Selain itu, sebelum memberikan pelayanan kesehatan, seorang dokter harus jujur dalam menyampaikan beberapa hal kepada pasien seperti tindakan apa yang akan dilakukan terhadap pasien serta apa saja risiko yang mungkin didapatkan oleh pasien dari tindakan tersebut. Seorang dokter juga harus memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar operasional prosedur yang berlaku. Selain itu, penting juga bagi seorang dokter untuk meminta persetujuan atau informed consent terlebih dahulu kepada pasien sebelum memberikan pelayanan kesehatan.
Nathania Dhestia Putri – 41170132
Melalui praktikum analisa kasus etika actual ini saya menjadi belajar dan mengerti hal baru mengenai etika dan juga aturan hukum yang seharusnya diperhatikan dan dilaksanakan oleh seorang dokter saat praktek di masa yang akan datang. Akan tetapi tidak sedikit yang saya temukan melalui media online terdapat seorang dokter yang melanggar aturan dan bertindak yang tidak sesuai dengan etika yang seharusnya dimiliki seorang dokter. Hal ini menjadikan seorang dokter tidak berhati-hati dan tidak bijaksana dalam bertindak menangani pasiennya. Tentu dengan adanya kejadian ini membuat saya menjadi berpikir untuk menjadi seorang dokter yang bijaksana dalam bertindak sesuai dengan aturan dan etika yang ditetapkan untuk seorang dokter. Sehingga di masa yang akan datang saya dapat mengobati dan membuat keputusan yang tepat untuk pasien saya dengan bekal ilmu yang saya pelajari dan tindakan yang saya lakukan sejalan dengan aturan dan etika yang ada.
Elsa Wijaya Prayoga – 41170135
Berbeda dengan pekerjaan lain, menjadi dokter adalah tanggung jawab yang besar karena menyangkut psikologi dan fisik manusia. Etika dokter sangat menentukan untuk mengarahkan profesi dokter agar sesuai tuntutan ideal yaitu menggunakan intelektual dan emosional untuk tindakan yang  manusiawi. Akibat banyaknya pelajaran yang harus kami (tenaga medis)terima maka kadang dokter tidak berpikir jernih (seperti kasus diatas yang menyalahi aturan)sehingga kode etik sebagai rambu untuk membantu agar tenaga medis tetap menjalankan profesinya dengan benar . tindakan yang dilakukan dokter menyangkut dua pihak dari pihak dokter sendiri dan dari pihak pasien maka seharusnya dokter tidak melupakan bahwa kerugian terbesar pasti jatuh ke pihak pasien karena mereka meminta bantuan dan sudah mempercayakan kondisi tubuhnya. Bagi saya Hal yang penting dari kasus ini, pikirkan kebutuhan dan masa depan pasien dan konsekuensi apa yang akan terjadi pada saya(tenaga medis) jika akan melakukan suatu tindakan.
Krisentia Yahya – 41170141
Dari kasus ini saya mengerti bahwa sebagai seorang dokter harus benar-benar mengerti etika medis dan mengikuti aturan dalam pekerjaan. Karena sebagai seorang dokter kita akan menghadapi manusia dan semua tindakan yang kita akan lakukan kepada pasien merupakan tanggung jawab sebagai dokter yang melayani. Dalam melakukan tindakan tersebut sebagai dokter juga harus memikirkan dampak dari prosedur tersebut terhadap pasien seperti apa. Hal lain yang saya petik dari kasus ini adalah kewajiban seorang dokter dalam melakukan informed consent atau meminta persetujuan kepada pasien terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan dan pentingnya ketelitian dalam melakukan prosedur sehingga tidak terjadi kesalahan yang akan berdampak buruk pada pasien maupun sebagai dokter.
I Gusti Ngurah Bagus S. P. - 41170142
Refleksi yang dapat dari kasus ini adalah masih dibutuhkannya pengawasan dari pemerintah agar tidak banyak kasus seperti pelanggaran etika dapat terjadi, dimana pelanggaran etika dapat mengakibatkan hal hal merugikan ke banyak pihak seperti kehilangan hak praktek, terjerat kasus hukum dan hingga terkena denda, hal ini juga perlu ditanamkan pada mindset diri sendiri, dimana seperti yang diketahui segala tindakan pasti memiliki konsekuensi tersendiri, diharapkan dengan mengambil tindakan yang benar dapat mencegah terjadinya hal tersebut, di dalam profesi dokter juga harus dapat menepati Sumpah Profesi yang telah diucapkan. Sehingga dalam menjadi seorang dokter, selain ilmu yang tinggi diharuskan juga untuk memiliki etika dan moral, singkatnya dalam memperlakukan pasien diharapkan perlakukanlah pasien tersebut sebagaimana anda ingin diperlakukan.
Cornelia Rivanda Berliani – 41170146
Hal yang saya dapat pelajari adalah bahwa menjadi seorang dokter apapun harus mempelajari dan menerapkan etika dokter sejak dini. Menurut saya etika dokter selain dipelajari sendiri harus banyak mendengarkan, menerima masukan senior, mencari pengalaman lebih luas dan menyesuaikan dengan motivasi awal menjadi dokter yang baik agar suatu saat mengalami kondisi tertentu tidak menjadi kesalahan fatal. Saya belajar bahwa nilai etika yang paling utama bagi seorang dokter adalah menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, jika nilai itu saja sudah bisa saya pegang maka nilai yang lain akan mengikuti. Berkaitan dengan kasus pada praktikum kelompok saya, jika saya suatu saat bertemu dengan pasien serupa, saya akan melakukan amanah sesuai prosedur dan etika yang benar dan sangat berhati-hati karena pasangan suami istri sangat mengharapkan adanya keturunan dengan bantuan dokter.
Diana Teresa – 41170147
Kasus ini semakin membuka pikiran saya bahwa profesionalisme seorang dokter tidak semata-mata hanya dilihat dari ilmu yang dimilikinya dalam merawat pasien. Bekal ilmu yang dimiliki seorang dokter memang penting, namun hal tersebut belum cukup bila tidak didukung dengan penerapan nilai-nilai moral dan etika profesi kedokteran. Etika profesi dan nilai moral tersebut diperlukan karena kita sebagai dokter berhubungan erat dengan kehidupan manusia yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda-beda dan tentu saja harus kita hormati dan kita hargai. Apa yang dialami dr. Ramaley pada kasus ini menyadarkan saya bahwa meskipun terdapat undang-undang maupun kode etik yang jelas mengatur etika seorang dokter, pada implementasinya tidak semudah yang dibayangkan. Dokter harus benar-benar teliti dalam bertindak karena sebuah kesalahan akan sangat rancu untuk menimbulkan kerugian fatal baik bagi pasien yang ditangani, seorang dokter itu sendiri, dan seluruh masyarakat. Oleh sebab itu, saya sebagai mahasiswa kedokteran perlu menanggapi etika kedokteran tidak hanya sebagai sesuatu yang harus dipelajari dan dihafal, melainkan harus saya jadikan sebagai sebuah prinsip yang saya terapkan hingga menjadi dokter nantinya.
Lucia Vini Puspita Rodja – 41170158
Berdasarkan kasus praktikum ini, pelajaran yang dapat saya ambil yaitu dalam menjalankan kewajiban sebagai dokter, kita harus memperhatikan aturan etika yang ada. Etika bagi seorang dokter yaitu merupakan suatu pedoman yang digunakan dalam bertindak dan bertujuan untuk meminimalisir kesalahan. Sebagai seorang dokter penting  untuk memiliki  ketelitian yang tinggi, jujur, dan profesional. Seorang dokter juga sangat wajib melakukan informed consent atau persetujuan pasien terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan kepada pasien untuk memastikan pasien melakukannya berdasarkan atas keinginan pasien sendiri dan sudah mengetahui kemungkinan resiko yang bisa didapat. Pelajaran lain yang dapat saya ambil yaitu seorang dokter juga harus hati-hati dalam melaksanakan tugasnya, karena jika sampai melakukan kesalahan, bukan hanya bisa berdampak pada pasien melainkan juga berdampak pada dokter itu sendiri
Gabriel Btara Y. Pramono – 41170163
Berdasarkan kasus yang berkaitan dengan etika ini, terdapat beberapa hal yang saya pelajari dimana bahwa pelanggaran etika dapat terjadi bahkan pada seorang dokter yang dimana sebelumnya telah melakukan sumpah. Etika sendiri harusnya sebagai sebuah refleksi ilmiah tentang tingkah laku manusia dari sudut baik ataupun buruk dan bahkan menjadi salah satu dasar yang terus dipelajari selama pendidikan. Itulah mengapa adanya pelanggaran etika yang dilakukan dalam kasus ini sendiri berpengaruh banyak dan memberikan dampak yang buruk bagi pasien baik dari segi kesehatan mental maupun fisiknya. Selain itu, dari kasus ini juga perlu diperhatikan tentang bagaimana cara berkomunikasi yang baik, cara menjelaskan prosedur yang rinci serta informed consent dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahpahaman selama proses hingga hasil dari proses prosedur tersebut.
Brenda Miriane Rustam- 41170167
Memasuki blok 3.11 yang membahas tentang medikolegal menuntut saya untuk memahami sisi lain dari menjadi seorang dokter. Selain harus memahami ilmu fisiologi, penyakit dan pengobatan yang ada, dokter juga dituntut untuk memiliki etika dan moral. Jika melalui ilmu kedokteran kita bisa berkompeten pada bidang ini, maka melalui ilmu etika dan moral kita dituntut untuk profesional dan berintegritas. Seorang dokter yang telah mengucapkan sumpah jabatannya, harus melakukan tugas tanggung jawabnya sesuai kompetensi dan etika. Ketika dokter melakukan kesalahan pada kompetensi  mungkin terlihat lebih berat hukuman yang akan diberi dibanding pelanggaran etika. Tetapi dari etika masyarakat dapat melihat kualitas dokter yang sesungguhnya.
Dari kasus yang kelompok saya diskusikan, saya belajar betul bahwa sehebat apapun seseorang dalam praktiknya sebagai seorang dokter, jika tidak memiliki nilai etika dan moral akan sia-sia. Sejak awal menjadi mahasiswa kedokteran telah diajarkan bahwa dasar dari hubungan dokter pasien adalah kepercayaan. Jika kepercayaan sudah hilang atau kedua pihak terutama dokter tidak dapat dipercaya maka tidak ada lagi hubungan terapeutik dokter-pasien.
Jonathan Dave – 41170168
Refleksi yang bisa saya ambil dari kasus ini adalah di luar sana masih ada dokter yang menyalahi etika baik sengaja maupun tidak sengaja. Etika di segala profesi sangat dibutuhkan agar manusia memiliki batasan-batasan norma dalam hidupnya. Dari kasus ini saya belajar bahwa dalam menjalani profesi dokter selalu dihadapkan dengan pilihan. Jika pilihan yang diambil tidak didasari oleh etika yang baik maka kita akan salah mengambil pilihan dan  akan merugikan pasien dari segi materi, psikis, serta fisik. Selain  pasien yang dirugikan, dokter juga akan dirugikan dengan bisa dicabutnya SIP dokter tersebut dan masyarakat sekitar sudah tidak mempercayai dokter tersebut. Dari kasus ini juga menjadi dokter tidak hanya dibutuhkan ilmu yang tinggi saja namun juga dibutuhkan etika yang baik dari seorang dokter tersebut. Dalam dunia kedokteran juga kita harus menaati peraturan yang ada seperti memberikan informed consent pada pasien saat akan melakukan tindakan invasif. Informed consent ini dibutuhkan karena sebagai tanda bahwa pasien sudah diberi tahu oleh dokternya apa keuntungan dan kerugiannya dari tindakan tersebut serta apa akibat yang dapat ditimbulkan.
Videl Christin Dijayani K. - 41170169
Pada praktikum ini terutama kasus tentang bayi tabung yang saya dapatkan bersama teman-teman sekelompok, saya belajar bahwa dokter yang bekerja dimanapun dapat melakukan pelanggaran etika dalam kasus apapun bukan hanya pada kasus bayi tabung ini. Pada kasus ini  saya belajar  bahwa seorang dokter harus memiliki jiwa kejujuran dan harus bertanggung jawab atas segala hal yang dilakukan kepada pasien terutama hal-hal  yang dapat merugikan pasien baik itu dari segi psikis, fisik, maupun ekonomi. Bukan hanya nilai kejujuran dan pertanggung jawaban yang harus dimiliki oleh seorang dokter tapi masih banyak lagi nilai-nilai  kemanusiaan yang harus dimiliki dokter sesuai dengan janji yang sudah diucapkan. Komunikasi yang baik antara dokter dan pasien juga sangat diperlukan dalam hubungan dokter pasien terutama informed consent sebelum melakukan suatu tindakan medis maupun pengobatan yang akan dilakukan karena pasien memiliki kebebasan untuk memilih tindakan ataupun pengobatan yang akan dijalani dan dokter hanya sebagai fasilitator dalam hal keputusan medis pasien.
Daniel Eka Raenata – 41170170

Pada dasarnya profesi dokter bukanlah profesi yang mudah. Banyak sekali tantangan yang dihadapi pada saat terjun ke masyarakat. Selain harus menguasai ilmu secara kompeten, dokter juga dituntut untuk menerapkan etika yang sesuai dengan sumpah profesi, hukum serta budaya dalam masyarakat luas. Ketika meninjau dan mempelajari kasus bayi tabung, pada dasarnya program pelaksanaan bayi tabung secara hukum diperbolehkan dengan syarat dan ketentuan yang sangat detail. Disini saya belajar banyak dari kasus program bayi tabung yang dilakukan oleh dr. Ben Ramaley kepada pasangan suami-istri. Saya melihat bahwa penerapan etika kedokteran sangatlah penting dalam pelaksanaan program ini, saya mencermati apa yang sudah dilakukan dokter kepada pasien. Ada beberapa tindakan dokter yang melanggar nilai etika misalnya : informed consent pada pasien, penjelasan prosedur secara detail dan benar adanya, dll. Karena kelalaian dokter Ben dalam beretika, sehingga menyebabkan pihak pasien serta dirinya mengalami kerugian. Oleh karena itu, untuk menjadi seorang dokter kelak, saya harus benar-benar tahu dan mengerti tindakan apa saja yang termasuk dalam pelanggaran baik itu nilai moral, agama, hukum maupun budaya setempat, sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi diri saya sendiri, pasien maupun masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

Alfonso, G & John, K. (2017). Bioethics and the Human Goods An Introduction to Natural Law Bioethics. Washington, DC : Georgetown University Press.
Friedman, Debra. (2009). NewsTimes : Wrong Man’s Sperm Produces Teins and Shocking.
Gillon,R. (1994). Medical ethics: four principles plus attention to scope. BMJ1994;309:184-8
IDI. (2004). Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia. USU.

IDI. (2012).  Kode Etik Kedokteran Indonesia.
Salim HS. (1993). Bayi Tabung Tinjauan Aspek Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
UU RI No 61. (2014). Kesehatan Reproduksi.
Xaverius, C. (2018). Bahan Ajar Bioetika.

Komentar

  1. Terima kasih atas artikelnya. Izin bertanya, apa yang harus dilakukan sebagai mahasiswa untuk menjaga etika yang baik dengan maraknya pelanggaran etika yang dilakukan oleh tenaga kesehatan khususnya seorang dokter?
    Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya… ijin menjawab
      Peran kita sebagai mahasiswa disini sangat penting untuk sedari dini menanamkan dan mengamalkan sikap/perilaku yang harus kita miliki sebagai mahasiswa kedokteran yaitu professional behavior. Sikap - sikap seperti cara kita berbicara dengan orang lain, penampilan kita, perilaku kita sangat penting sebagai landasan untuk membangun kepercayaan kepada orang lain yang akan kita bawa sampai menjadi dokter. Contoh nyata dalam keseharian mahasiswa adalah; bertanggung jawab atas tugas kuliah, manajemen waktu yang baik, sikap terhadap sesama mahasiswa dan juga dosen baik dalam komunikasi, sikap dan kerjasama.

      Hapus
    2. Patrick Kurniawan - 41170104

      Hapus
  2. Terimakasih banyak kak artikelnya ..
    izin bertanya apakah dokter juga memiliki hak terkait prosedur medis (yang tidak sesuai dengan kemauan pasien) dengan pertimbangan keselamatan pasien atau keberhasilan tindakan medis yang sedang dijalankan ?
    .
    .
    terimakasih banyak kak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaanya , Berdasarkan kaidah etika. seorang dokter harus bekerja sesuai dengan tindakan/ prosedur medis yang wajib disetujui oleh pasien / wali pasien sendiri. baik itu demi keselamatan pasien ataupun keberhasilan tindakan medis, dokter tetap harus melakukan informed consent kepada pasien terlebih dahulu, apabila pasien tersebut berhalangan / tidak bisa melakukan informed consent bersama dokter bisa digantikan dengan wali pasien/ keluarga terdekat pasien, karna hal terkait informed consent ini tercantum dalam aspek kaidah bioetika yakni Autonomy , jadi Petugas medis wajib memberikan informed consent secara jelas kepada pasien sebelum melakukan tindakan medis tertentu.
      Lucia Vini P Rodja_41170158

      Hapus
  3. Terima kasih untuk artikelnya.
    Saya mau bertanya, pada kasus ini orang tua yang melakukan proses bayi tabung tidak mengetahui bahwa sperma yang dimasukkan bukan milik suaminya.
    Bagaimana jika ada orang tua yang meminta untuk memasukkan sperma orang lain? Jadi bukan keinginan dokter, tetapi keinginan pasien. Apakah dokter tersebut melanggar etika? Jika ya mengapa dan jika tidak mengapa?
    Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berdasarkan KUHP Ps 250
      Jika ada orang tua yg meminta memasukkan sperma orang lain hal ini diperbolehkan ketika sang suami sudah dipastikan secara medis mandul. Dokter tidak melanggar etika karena memang prosedurnya seperti itu dan terlebih dahulu dilakukan informed consent pada pihak donor maupun pihak penerima. Dokter juga harus melakukan tindakan tersebut sesuai indikasi dan bukan permintaan dari pasien, selain itu dokter juga harus memperhatikan norma-norma dan peraturan yang berlaku. Maksud norma di sini adalah norma agama, jika pasien beragama katolik maka prosedur ini tidak bisa dilakukan

      Hapus
    2. Jonathan Dave_41170168

      Hapus
  4. Terimakasih untuk artikelnya kak, izin mau bertanya. Diluar kasus bayi tabung, terdapat banyak kasus yang dilakukan dokter di Indonesia yang melanggar etika serta moral dan kasus tersebut ditutupi oleh pihak rumah sakit sendiri. Sebagai mahasiswa kedokteran, bagaimana tanggapan terhadap tindakan tersebut dan cara mengatasinya? Apakah perlu pengawasan langsung dari pemerintah sendiri? Terimakasih sebelumnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaannya, Niko. Saya akan coba menjawab. Untuk pertanyaan pertama, tanggapannya adalah tentunya hal tersebut merupakan hal yang tidak etis apalagi merupakan sebuah tindakan yang bahkan dilakukan oleh dokter atau pihak medis yang bersangkutan namun kembali lagi melihat apa pelanggaran yang telah dilanggar karena pada umumnya semua hal yang berkaitan dengan etika telah diatur sesuai dengan peraturan dan sebagai mahasiswa kedokteran hal yang mungkin dan bisa dilakukan untuk menanggapi adanya kasus pelanggaran etika yaitu dengan benar-benar mendalami tentang kode etik kedokteran dan dengan tidak mengindahkan hal-hal yang melenceng dari kewajiban sebagai tenaga medis. Kemudian selanjutnya untuk pertanyaan kedua, pengawasan langsung dari pemerintah ini dilihat pengawasan dalam bentuk seperti apa, karena tentunya setiap rumah sakit pun dalam pengawasan dari pemerintah. Dan tentunya setiap rumah sakit sebelum menutupi sebuah kasus tentunya melalui proses diskusi ataupun pertimbangan terlebih dahulu.
      - Gabriel Btara ( 41170163 )

      Hapus
  5. Terimakasih untuk hasil diskusinya kelompok 3

    Disini saya hendak mengajukan beberapa pertanyaan :
    1. Pada bagian percermatan fakta kronologi, pada poin 2, mengapa membutuhkan informed consent dan persetujuan dari kedua pihan yang berisikan persetujuan menggunakan sperma dr Ben ?
    2. Pada kronologi/bacaan kasus, bukti apa yang memperkuat teman-teman menyatakan bahwa dr. Ben menggunakan sperma nya sendiri ? Yang saya baca itu baru sekedar tuduhan dari pihak pasien, dan kesalahan dr Ben menggunakan sperma orang lain akibat dari kesalahan pemberian label spesimen.
    3. Bila kasus ini terjadi di Indonesia, konsekuensi hukum apakah yang akan dijalani oleh dokter yang bersangkutan ?

    Terimakasih
    Selamat berdiskusi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya, saya ingin coba menjawab untuk pertanyaan nomor 1. Pada kasus tersebut diberitakan bahwa pada saat dilakukan investigasi, tidak ditemukan adanya formulir informed consent yang ditandatangani oleh pasien mengenai tindakan invasif fertilisasi in vitro yang akan dilakukan oleh dr. Ben. Sesuai dengan penjelasan KODEKI pasal 10 dan World Medical Association Medical Ethics Manual, seorang dokter wajib memberikan informasi yang jelas mengenai tindakan yang akan dilakukannya. Semua informasi yang harus diterangkan meliputi diagnosis, prognosis, dan regimen terapi dengan berbagai pilihan yang ada termasuk baik dan buruknya tindakan tersebut dengan menggunakan bahasa yang sederhana. Hal tersebut sangat dibutuhkan berhubungan dengan hak pasien dalam mengambil keputusan setelah memahami informed consent tersebut, Terimakasih..
      Diana Teresa (41170147)

      Hapus
    2. Berdasarkan banyak sumber yang kami baca, memang ada yang menyebutkan dugaan bahwa sperma yang digunakan sperma dr. Ben ada juga yang menyebutkan sperma orang lain., jadi hingga saat ini kami juga tidak bisa memastikan. Tetapi yang bisa kami analisis, dr. Ben tidak ada penolakan atau mengelak atas tuduhan tersebut. Alasan lainnya adalah tidak dilakukannya tes DNA oleh The state Department of Public Health antara bayi dan dr. Ben. Kemudian diperkuat lagi dengan bayi yang lahir sangat mirip dengan dr. Ben. Tes DNA hanya dilakukan antara ayah sah dan bayi yang hasilnya tidak ada gen terkait. Pada kasus yang kami ambil difokuskan pada kesalahan dr. Ben yang berbohong dan tidak sesuai informed consent yang tidak memberikan sperma dari suami sah.
      Cornelia Rivanda (41170146)

      https://www-newstimes-com.cdn.ampproject.org/v/s/www.newstimes.com/news/amp/Wrong-man-s-sperm-produces-twins-and-a-215289.php?amp_js_v=a3&amp_gsa=1&usqp=mq331AQFKAGwASA%3D#aoh=15900273639377&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F%2Fwww.newstimes.com%2Fnews%2Farticle%2FWrong-man-s-sperm-produces-twins-and-a-215289.php

      Hapus
    3. Terimakasih untuk pertanyaannya. Saya Carolina Devi 41170122 ingin mencoba menjawab pertanyaan terkait konsekuensi hukum apa yang diterima jika kasus ada di Indonesia :
      - Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 39 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu (TRB) Pasal 2 Ayat 3 berisi pelayanan TRB hanya diberikan pada pasangan suami istri yang terikat secara sah serta sebagai upaya akhir untuk memperoleh keturunan dan berdasar pada suatu indikasi medik.
      - Namun, saat didapat pelanggaran etik dalam TRB seperti pada kasus diatas, maka izin penyelenggaraan pelayanan TRB pada fasilitas pelayanan akan dicabut, berdasar Pasal 7 Ayat 3.
      - Pada Pasal 4 Ayat 5 jika ada kekeliruan dalam pelayanan tersebut, izin dapat ditinjau kembali oleh Tim Pelaksana Penilaian Perizinan Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu yang hasilnya nanti akan bisa menjadi masukkan untuk MenKes RI, jika mencabut izin operasi.
      - Pada Pasal 4 Ayat 1 berisi izin Penyelenggaraan Pelayanan TRB diberikan oleh Menteri. Di Ayat 2 berisi pemberian izin menteri melakukan pemeriksaan mengenai kesiapan fasilitas kesehatan itu yang terdiri dari : ketenagaan, sarana, prasarana, serta persyaratan lain yang diperhatikan.
      - Pada UU No 23 Tahun 1992, tentang kesehatan di Pasal 82 Ayat 2 berisi barang siapa yang sengaja melakukan tindak kehamilan di luar cara yang alami yang tidak sesuai ketentuan, seperti dimaksud pada Pasal 16 Ayat 2 akan dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun/ denda paling banyak Rp 100.000.000,-.

      Semoga sudah mejawab pertanyaannya.Terimakasih :)

      Hapus
  6. terimakasih untuk artikelnya kak, izin bertanya, apabila dokter Ben adalah orang Indonesia, dan kasus ini terjadi di Indonesia, kira-kira sanksi sosial apa saja yang akan didapatkan dr.Ben dari masyarakat lokal? serta apabila ditinjau dari segi norma budaya Indonesia, dr.Ben melanggar norma budaya yang seperti apa ? terimakasih banyak kak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih pertanyaannya! :)
      Di Indonesia sendiri, prosedur bayi tabung yang dilakukan oleh dr. Ben merupakan bentuk dari pelanggaran etika, karena prosedur yang dilakukan melanggar prinsip etika; autonomy, beneficence, non-maleficence, dan justice. Serta prosedur yang dilakukan dengan menggunakan spermanya sendiri tanpa persetujuan dan informed consent sebelumnya dari korban, dapat dilihat oleh masyarakat sebagai salah satu jenis perzinahan apabila dipandang oleh kacamata agama dan budaya. Sehingga sanksi sosial yang akan didapatkan oleh dr. Ben dari masyarakat lokal adalah:
      a. Teguran dari anggota masyarakat, baik secara langsung (peringatan alam bentuk verbal maupun nonverbal kepada pelaku) maupun tidak langsung (peringatan yang disampaikan pada sitasi yang berhubungan dengan pelaku, dalam kasus ini sitasi yang dimaksud adalah IDI).
      b. Cemoohan yang bermaksud untuk mempermalukan pelaku agar menimbulkan efek jera. Pada kasus ini, cemoohan dapat dilakukan oleh masyarakat sekitar pelaku seperti partner pelaku dalam pekerjaannya sebagai dokter, juga pasien pelaku.
      c. Dikeluarkan dari lingkungan, atau dikucilkan.
      d. Hilangnya kepercayaan masyarakat termasuk pasien untuk datang berobat sehingga pelaku akan kehilangan fungsinya dalam masyarakat.
      Seperti yang telah dibahas di atas, pelanggaran norma budaya dan agama yang dilakukan oleh dr. Ben merupakan salah satu bentuk zina. Karena menurut para ulama, penyaluran sperma dari pendonor (dalam kasus ini adalah sperma milik dr. Ben), tanpa mempertimbangkan status ikatan pernikahan, dapat dianalogikan sebagai hubungan kelamin yang melanggar ikatan perkawinan. Selain itu, bagi masyarakat, kehamilan yang terjadi bukan oleh pasangan sahnya akan dilihat sebagai pelanggaran kesetiaan perkawinan tanpa merujuk bagaimana proses terjadinya. Namun hal ini masih menjadi perdebatan antara pihak fuqaha seperti Syaikh Mahmud Syaltut dan Departemen Kesehatan RI.
      Meliana Julistiani (41170117)

      Sumber: Shahih. (2016). Mencari Formulasi Baru antara Agama dan Sains: Refleksi Etis atas Kasus Bank Sperma. Surakarta. LP2M IAIN.
      Anwar, M. (2014). Bank Sperma Perspektif Hukum Islam. Makassar. Fakultas Syariah Dan Hukum Uin Alauddin.

      Hapus
  7. Terimakasih, artikelnya sangat menarik!

    Saya ingin bertanya pada pembahasan diatas disebutkan bahwa Dokter dapat kehilangan izin prakteknya atau dibekukan karena melanggar kode etik yang ada (Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia, pasal 3). Lalu apakah pada kasus dr. Ben ini, izin praktek beliau di bekukan? Berapa lama?
    Selain dibekukan, apakah ada sanksi yang sudah dijatuhkan kepada dr. Ben?

    Terimakasih :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Terimakasih atas pertanyaannya kak Febri disini saya akan mencoba menjawab. Pada kasus pelanggaran dr. Ben sendiri untuk lisensi praktiknya ditangguhkan selama 1 tahun. Selain ditangguhkan lisensi prakteknya dr. Ben juga dikenakan denda sebesar US$ 10.00
      Nathania Dhesti (41170132)

      Hapus
  8. Terimakasih untuk artikelnya yang sangat menarik.
    Saya ingin bertanya, memangnya pelanggaran etika apa saja yang bisa dilakukan dokter selain dari kasus di atas? Terimakasih, Tuhan memberkati

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih untuk pertanyaannya.
      Pelanggaran yang dapat dilakukan oleh dokter sesuai dengan pasal pasal yang terdapat pada KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia), misal seperti Pasal 4 yang berbunyi seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri, dimana jika dokter melakukan perbuatan tersebut sudah dapat termasuk pelanggaran etik, dapat juga diambil contoh pada Pasal 5 yang berbunyi tiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik, wajib memperoleh persetujuan pasien / keluarganya dan hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien tersebut, dimana jika dokter tidak memperoleh persetujuan dari pihak pasien atau keluarganya, dokter tersebut sudah melakukan pelanggaran etik. Selengkapnya tentang Kode Etik Kedokteran Indonesia dapat diakses pada idionline.org
      I Gusti Ngurah Bagus Sulaksana Putra (41170142)

      Hapus
  9. Terimakasih atas artikel nya dengan kasus yg menarik .
    Saya ingin bertanya pada pembahasan diatas, jika pasutri mengetahui ada nya ketidaksuburan diantara mereka, apakah program bayi tabung itu sepenuhnya efektif untuk memperoleh keturunan, atau ada kah metode / program kedokteran lain jika program bayi tabung jika tidak berhasil? Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih untuk pertanyaannya. Program bayi tabung atau biasa disebut dengan in vitro fertilization mempunyai keefektifan kurang dari 50%. jadi walaupun setiap tahun ada ribuan bayi lahir lewat program bayi tabung tetapi banyak juga pasangan suami istri yang kecewa karena ketidakberhasilan bayi tabung. Ada berbagai macam program lain seperti Gamete Intrafallopian Transfer ( GIFT ): sel telur dan sel sperma dimasukan ke dalam tuba fallopi dengan teknik laparoskopi., Zygote Intrafallopian Transfer ( ZIFT) & Tubal Embryo Transfer (TET) : transfer sel telur yang sudah dibuahi dengan teknik laparoskopi ke dalam tuba fallopi , serta Intrauterine Insemination ( IUI ) : sperma yang diambil dimasukan kedalam uterus. Untuk pemilihan program ini bergantung pada kondisi kesehatan reproduksi dari pasangan suami istri tersebut. Lebih lanjutnya mungkin boleh di baca pada sumber di bawah ini :) Terimakasih
      sumber :
      Bertens, K. Etika Biomedis. 2011
      Hendarto, H. (2019). Bayi Tabung : Teknologi Reproduksi Terkini Untuk Mengatasi Infertilitas. Surabaya. IR-Perpustakaan Universitas Airlangga.

      ( Videl Christin D. Kwando- 41170169)

      Hapus
  10. Kasus ini sangat menarik, dari analisis saya kasus ini terjadi karena ada SOP yang tidak sesuai, contohnya adalah kesalahan dalam melabelkan spesimen yang berdampak fatal. Pertanyaan saya, untuk mengurangi resiko terjadinya kesalahan ini, apakah ada lembaga khusus yang mengawasi SOP diklinik, puskesmas atau RS, jika ada mohon dijelaskan? Terimaksih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas tanggapannya. Pada puskesmas dan rumah sakit biasanya terdapat tim monitoring dan evaluasi SOPnya sendiri . Tim tersebut bertugas memonitoring dan mengevaluasi proses yang digunakan untuk menilai perkembangan penerapan standar operasional prosedur.
      Secara umum tim SOP terbagi menjadi 2 yaitu
      1. tim yang menyangkut SOP organisasi secara keseluruhan(tim penyusun SOP kementerian/ lembaga/pemerintahan daerah) yang bertugas untuk melakukan penyusunan pedoman,penyusunan program kerja dan sosialisasi kebijakan, serta melakukan koordinasi penyusunan SOP unit di suatu daerah.
      2. Tim penyusun SOP unit kerja mandiri baik di tingkat kota maupun ditingkat daerah yang bertanggung jawab terhadap SOP di unit kerja masing- masing (termasuk puskesmas, Rumah Sakit, perusahaan). Tim ini dibentuk dan bertanggung jawab kepada pimpinan unit mandiri yang bersangkutan. sumber : modul penyusunan standar operasional prosedur kesehatan oleh kementerian PPN/Bappenas
      Elsa Wijaya Prayoga (41170135)

      Hapus
  11. Woww, what an amazing article! Keep it up!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih Jamie atas tanggapannya, semoga bermanfaat ^^

      Hapus
  12. Wow sungguh artikel yang sangat menarik sekali!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima Kasih, semoga artikelnya bermanfaat 😊

      Hapus
  13. Terimakasih atas artikel yang sangat menarik. Saya ingin bertanya kultur dan budaya apa saja yang menyebabkan Indonesia belum diperbolehkan adanya sperma donor dan surrogate mother? Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih meca atas pertanyaannya. Pelaksanaan bayi tabung sebenarnya masih sangat bertolak belakang dengan kehidupan sosial dan budaya di Indonesia. Di Indonesia sendiri, bila dipandang dari segi etika, prosedur bayi tabung tidak melanggar asalkan dengan syarat sperma dan ovum berasal dari pasangan suami istri yang sah. Hal tersebut juga diatur dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 127. Undang-undang ini menjelaskan bahwa pelaksanaan program inseminasi buatan harus dilakukan sesuai dengan norma hukum, agama, kesusilaan dan kesopanan. Selain itu, undang-undang ini juga mengatur dalam pelaksanaan program inseminasi buatan di Indonesia, tidak diizinkan menggunakan rahim milik wanita yang bukan istrinya. Di Indonesia terdapat 6 agama yang diakui, dimana setiap agama mempunyai aturan tersendiri terkait hubungan anak dan orang tua sehingga donor sperma dan surrogate mother masih belum diperbolehkan. Salah satu contohnya yaitu menurut aspek agama Islam, yang mengatakan bahwa inseminasi buatan yang dilakukan dengan menggunakan sperma laki-laki lain yang tidak ada hubungan perkawinan ataupun menggunakan surrogate mother hukumnya haram dan setara dengan zina.
      Sumber: UU Nomor 36 Tahun 2009

      Neysa Bella H (41170126)

      Hapus
  14. artikelnya sangat menarik. saya ingin bertanya kak.
    jika dokter sudah melanggar etika, pasti pasien akan “kehilangan” kepercayaan kepada dokter tersebut dan akan menceritakan ke teman”nya. Bagaimana tindakan selanjutnya sbgai dokter agar dapat mengembalikan kepercayaan pasien-pasiennya lagi?
    Terimakasii.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima Kasih Devina Johanna atas tanggapannya pada artikel ini.

      Hilangnya kepercayaan dari pasien ke dokter setelah terjadi pelanggaran etika profesi, bukanlah suatu permasalahan yang ringan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar dapat kembali memupuk kepercayaan pasien terhadap dokter tersebut :
      1. Dokter yang telah melakukan pelanggaran etika, harus bertanggung jawab dalam keseluruhan prosedur baik hukum atau organisasi profesi atas apa yang telah dilakukan.
      2. Setelah dokter menyelesaikan tanggung jawab berupa sanksi hukum atau etika profesi, misalnya pencabutan lisensi praktik. Pada waktu pembebasan tersebut perlu adanya pemberitaan secara tertulis yang dikeluarkan atau diterbitkan oleh hukum. Perlunya perlindungan dari organisasi profesi untuk menyatakan bahwa yang bersangkutan sudah bebas dari kasus etika profesi.
      3. Dapat dikatakan bahwa seorang dokter yang sudah bebas dari kasus etika tersebut perlu mengulang kembali dari awal untuk membangun relasi dengan masyarakat tempat dirinya berada. Bisa dikatakan bahwa pada tahap ini dokter akan mengalami “pemutihan”.

      Kepercayaan masyarakat terhadap dokter tersebut tidaklah mudah, perlu waktu yang tidak sedikit agar membuat stigma dan pandangan masyarakat terhadap yang bersangkutan dapat pulih kembali. Dokter juga harus memperbaiki kompetensinya agar kasus pelanggaran etika tidak terjadi lagi dikemudian hari.

      (Daniel Eka Raenata - 41170170)

      Hapus
  15. Artikel yang sangat menarik!

    Saya ingin bertanya, dikatakan diatas ada beberapa hal yang tidak dilakukan dokter Ben mengenai tindakannya salah satu contohnya adalah tidak memberikan informed consent. mengenai hal itu, seberapa pentingkah informed consent pada kasus ini? dan apabila informed consent diberikan apakah dapat mempengaruhi atau mengubah kejadian tersebut? terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih kak Michael atas pertanyaannya, dalam kasus dr. Ben kesalahan lain yang ditemukan adalah tidak ada tanda tangan pada informed consent yang dilakukan oleh pasien untuk pelaksanaan prosedur yang bersifat invasif.
      Informed consent merupakan standar dalam prosedur tindakan yang dilakukan dokter atau petugas medis kepada pasien, dimana pasien berhak untuk mendapatkan informasi terkait tindakan yang akan dilakukan kepada dirinya, sehingga prosedur ini sangatlah penting karena pasien maupun petugas medis mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan persetujuan tindakan medis (informed consent) terlebih dahulu. Sebagai contoh kasus diatas adalah jika dr. Ben melakukan informed consent diawal dengan pernyataan tertulis bahwa pihak pasien setuju terlebih jika pasien memilih melakukan donor sperma dengan alasan yang jelas maka dr. Ben tidak dapat disalahkan dan pasien akan menerima jika anak yang dilahirkan memilki DNA yang berbeda dengan suaminya.
      Mengenai pertanyaan kedua, apakah jika dr. Ben melakukan informed consent maka akan mengubah atau mempengaruhi kejadian tersebut ? jawabannya adalah dapat mempengaruhi. Harusnya di awal dr. Ben melakukan informed consent seperti menjelaskan terkait keberhasilan dari prosedur ini juga tergantung dari sperma yang dihasilkan dari suami. Ketika selama prosedur dilakukan dan didapatkan masalah pada sperma suami maka pilihan terletak pada pasien apakah ingin melakukan donor sperma atau tidak. Tetapi pada kasus ini, tidak adanya informed consent dan pasangan suami istri yang melewati prosedur juga terkejut ketika mengetahui ciri fisik anaknya berbeda dengan mereka terutama DNA yang berbeda dengan ayahnya. Kesimpulannya adalah informed consent pada kasus ini sangat mempengaruhi kejadian yang terjadi mulai dari pasien dapat menolak atau menerima dilakukannya sperma donor, sehingga jika dokter melakukan informed consent secara lengkap dan pasien menolak dilakukannya sperma donor maka hal tersebut dapat dicegah. Terima kasih
      (Krisentia Yahya_41170141)

      Hapus
  16. Terimakasih berkat artikel ini saya jadi mengetahui mengenai program dan SOP dari bayi tabung. Untuk SOPnya sendiri apa saja hal-hal krusial yang sangat wajib dilakukan oleh seorang dokter pada saat program bayi tabung ini? Terimakasih 🙏🏻

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih Lisa Jessica atas tanggapan serta pertanyaanya.

      Program bayi tabung memang secara resmi diakui untuk terapi definitif kasus infertilitas oleh Institute for Health and Care Excellence (NICE). Perlu diingat bahwa terdapat beberapa dilema etika yang muncul pada saat dokter melakukan prosedur bayi tabung seperti : seleksi jenis kelamin, penggunaan embrio simpan beku, kloning rekayasa genetik, riset embrio dll.

      Oleh karena itu, seorang dokter yang siap untuk melaksanakan bayi tabung penting untuk mengerti setiap SOP yang berdasarkan pada nilai - nilai etika :
      - Beneficence : prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan untuk kebaikan pasien.
      - Non Maleficence : melarang tindakan yang berbahaya ataupun yang memperburuk keadaan pasien, dalam penerapannya yakni tidak membunuh, tidak menyebabkan sakit / penderitaan yang lain, tidak menyebabkan orang lain menjadi tidak mampu atau tidak berdaya, tidak melukai perasaan orang lain dan tidak mencabut kebahagiaan orang lain.
      - Autonomy : menghormati hak pribadi pasien, menyampaikan kebenaran atau berita yang sesungguhnya pada pasien dan melindungi informasi pasien yang bersifat rahasia.
      - Justice : pasien yang datang diperlakukan secara adil, layak dan tepat sesuai dengan haknya.

      sumber : Hendarto, H. (2019). Bayi Tabung : Teknologi Reproduksi Terkini Untuk Mengatasi Infertilitas. Surabaya. IR-Perpustakaan Universitas Airlangga.

      (Daniel Eka Raenata - 41170170)

      Hapus
  17. Artikel yang menarik sekali. Izin bertanya Apabila pasien meminta tindakan A dimana tindakan A itu lebih merugikan daripada tindakan B, namun dokter tetap melakukan tindakan B apakah itu melanggar etik?

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih untuk pertanyaanya kak Dennis, tergantung kasusnya. menurut pasal 7 KODEKI dokter dengan alasan apapun tidak boleh melakukan pengguguran bayi dan euthanasia, jadi jika pasien meminta hal tersebut tetapi dokter tidak menuruti/ melakukannya itu bukan merupakan pelanggaran etis.
      contoh lain bila seseorang memberi tidak memberi informed consent untuk diambil sampel darah, meskipun dengan pengambilan darah bisa untuk mengetahui ada tidaknya kelainan pada pasien. Setelah dokter memberi penjelasan dengan baik tetapi pasien yang “kompeten” masih bersikeras tidak mau dan dokter memutuskan untuk tidak melakukan pengambilan darah maka itu bukan merupakan pelanggaran etik hal ini karena pasien memiliki hak terhadap dirinya (autonomy).
      sumber: buku etika kedokteran dan hukum kesehatan
      brenda m, rustam (41170167)

      Hapus
  18. Artikelnya sangat menarik untuk didiskusikan.Izin bertanya kak, bayi tabung menjadi suatu teknologi yang diciptakan manusia, apakah mungkin untuk memprediksi jenis kelamin bayi?
    Apakah hal ini dianggap legal atau bagaimana?
    Terimakasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya.. ijin menjawab
      Untuk memprediksikan jenis kelamin dari bayi adalah hal yang mungkin, tetapi tidak menutup kemungkinan adanya kegagalan yang menyebabkan salahnya prediksi jenis kelamin dari bayi yang dilahirkan…
      Untuk menjawab pertanyaan apakah legal atau tidak untuk menentukan jenis kelamin, menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 61 Tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi Bab V (reproduksi dengan bantuan atau kehamilan di luar cara alamiah) pasal 44 mengatakan: Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah dilarang untuk tujuan memilih jenis kelamin anak yang akan dilahirkan kecuali dalam hal pemilihan jenis kelamin untuk anak kedua dan selanjutnya
      Patrick Kurniawan - 41170104

      Hapus
  19. Terima kasih atas informasinya. Saya ingin bertanya terkait dengan pelanggaran etika yang dilakukan dokter pada kasus di atas. Menurut teman-teman, dari 4 prinsip etika yang ada, apa prinsip yang paling dilanggaran oleh dokter tersebut dan alasannya seperti apa?
    Apakah setiap pelanggran etika yang ada memiliki sanksi yang sama?
    Terima kasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih banyak untuk pertanyaannya kak Frilla, Menurut kami prinsip yang paling dilanggar adalah prinsip autonomy karena dasar prinsipnya yaitu pihak medis harus menghormati hak pribadi pasien, menyampaikan kebenaran atau berita yang sesungguhnya pada pasien dan melindungi informasi pasien yang bersifat rahasia. Dari sikap dokter yang tidak menyampaikan berita atau kebenaran yang sesungguhnya bahwa sperma yang dipakai bukan berasal langsung dari pasien melainkan dari orang lain sudah melanggar prinsip autonomy.
      Terkait dengan sanksi, sanksi akan diberikan jika pelaku telah dinyatakan bersalah oleh komunitas profesi. Dapat berupa pencabutan atau pembekuan hak pelaku, dengan berat ringannya tergantung dari kerugian atau beban yang dialami korban. Pemberian sanksi pada pelaku pelanggar etika akan bersifat tuntunan/ pembinaan kecuali untuk sanksi pemecatan keanggotaan yang bersifat permanen. Mekanismenya diawali dengan pengaduan yang sah, kemudian penelaahan kasus, MKEK menetapkan kelayakan kasus untuk disidangkan. bila terbukti ada pelanggaran etik maka MKEK akan menetapkan sanksi yang berat ringannya tergantung kesalahan yang diadukan.
      sumber : prinsip penetapan sanksi bagi pelanggaran etik kedokteran oleh Anna Rozalina ,dkk tahun 2018. dan Medical ethics: four principles plus attention to scope oleh Raanan Gillon tahun 1994.
      brenda m rustam (41170167)

      Hapus
  20. Informasi yang sangat menarik, sebelumnya sy sdh pernah membaca berita ttg kasus dokter Ben. Saya memiliki sebuah pertanyaan yaitu berdasarkan kasus yang terjadi diatas apakah ada yang berubah atau menyebabkan munculnya regulasi baru terhadap dunia kedokteran untuk menjamin tidak adanya pelanggaran etika dalam prosedur kesehatan?
    Terima Kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima Kasih atas pertanyaan yang diberikan, Jadi setelah kasus yang timbul ini, tidak terdapat adanya peraturan baru yang mengatur terkait etik kedokteran. semua sama seperti kode etik yang telah ditetapkan yakni etika kedokteran harus tetap berada pada tempatnya terutama terkait dengan nilai belas kasih , otonomi dan kompetensi serta kepedulian terhadap hak asasi manusia yang fundamental dan pengabdiannya terhadap profesionalisme. Terima Kasih
      https://www.wma.net/wp-content/uploads/2016/11/ethics_manual_indonesian.pdf

      Lucia Vini P Rodja_41170158

      Hapus
  21. Informasi yang sangat menarik, sebelumnya sy sdh pernah membaca berita ttg kasus dokter Ben. Saya memiliki sebuah pertanyaan yaitu berdasarkan kasus yang terjadi diatas apakah ada yang berubah atau menyebabkan munculnya regulasi baru terhadap dunia kedokteran untuk menjamin tidak adanya pelanggaran etika dalam prosedur kesehatan?
    Terima Kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima Kasih atas pertanyaan yang diberikan, Jadi setelah kasus yang timbul ini, tidak terdapat adanya peraturan baru yang mengatur terkait etik kedokteran. semua sama seperti kode etik yang telah ditetapkan yakni etika kedokteran harus tetap berada pada tempatnya terutama terkait dengan nilai belas kasih , otonomi dan kompetensi serta kepedulian terhadap hak asasi manusia yang fundamental dan pengabdiannya terhadap profesionalisme. Terima Kasih
      https://www.wma.net/wp-content/uploads/2016/11/ethics_manual_indonesian.pdf

      Lucia Vini P Rodja_41170158

      Hapus
  22. Terimakasih atas informasinya, sangat menarik. Saya memiliki pertanyaan.
    Apabila ada pasutri yg dtg ingin melakukan bayi tabung tetapi harus memakai surrogate mother karena istrinya punya masalah yg membuat istri tersebut tidak bisa hamil. Pasutri telah membuat perjanjian terlebih dahulu dengan si ibu pengganti ini dg iming2 uang dan akhirnya ibu pengganti tersebut bersedaia. Apa yg harus dilakukan seorang dokter apabila menemui kasus seperti? Kalau tidak diperbolehkan, bgmn edukasi yg haru diberikan oleh dokter agar pasutri dapat menerima keadaan mereka? Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih untuk pertanyaanya Cikita. Di indonesia teknik bayi tabung sendiri merupakan upaya terakhir yang dapat dilakukan oleh suami istri setelah upaya kontrasepsi lain tidak membuahkan hasil. Surrogate mother belum dilegalkan di Indonesia sehingga sebagai seorang dokter yang taat akan hukum tidak boleh menyarankan/ melakukan IVF dengan surrogate mother, meskipun ibu pengganti telah menyetujui, dokter punya hak untuk tidak melakukan prosedur tersebut.
      Dokter harus memberitahu kepada pasien keadaan nya yang sebenarnya meskipun menurut dokter keadaan tersebut tidak begitu baik. Tetapi tidak selesai disitu saja.Berdasarkan kodeki pasal 7, dokter juga dapat melakukan upaya untuk memberi semangat kepada pasien untuk mengurangi pasien stress setelah mengetahui keadaanya, setelah itu dokter juga bisa meminta pasien untuk tetap memohon ke Yang Maha Kuasa, kemudian dokter dan pasien akan melakukan usaha terbaik nya untuk mendapatkan anak sesuai dengan aturan dan tidak melanggar etika profesi.
      sumber UUno 36 tahun 2009 pasal 127 dan KODEKI dalam buku etika kedokteran dan hukum kesehatan
      BRENDA M. R (41170167)

      Hapus
  23. Artikel yang sangat menarik.
    Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas tanggapannya semoga artikel dapat bermanfaat ^^

      Hapus
  24. Malam
    Dari segi kesehatan apakah ada kontraindikasi dilakukannya prosedur bayi tabung
    Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih untuk pertanyaannya.
      Kontraindikasi medis bayi tabung dapat dibagi menjadi 2, yaitu local dan sistemik
      Kontraindikasi local IVF adalah adanya deformitas uterus, tumor uterus dan tumor ovarium karena keadaan keadaan itu akan mempersulit pertumbuhan dan perkembangan janin serta meningkatkan risiko terjadinya malformasi intrauterine, penggunaan obat obat hormonal pada IVF juga mempengaruhi kondisi ini dan dapat meningkatkan risiko gagalnya IVF
      Kontraindikasi sistemik IVF adalah adanya keadaan inflamasi akut pada organ manapun, keganasan, di organ manapun, dan keadaan lainnya dimana kehamilan dikontraindikasikan, dimana pada inflamasi agen farmakologi yang digunakan pada tindakan IVF akan mensupresi system imun sehingga terjadi penurunan mekanisme pertahanan tubuh dan akan meningkatkan risiko penyebaran proses infeksi dan inflamasi. Sedangkan pada keganasan dapat meningkatkan risiko lainnya hingga kematian, pada penyakit jantung berat, diabetes, hipertensi derajat 3-4 dan gangguan kejiwaan juga merupakan kontraindikasi dari IVF ini sendiri
      I Gusti Ngurah Bagus Sulaksana Putra (41170142)

      Hapus
  25. Artikel yang sangat menarik!

    Saya mau bertanya, bagaimana seharusnya secara etika kedokteran yang benar dr ben bertindak setelah mengetahui kesalahan yang dibuatnya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih untuk pertanyaan yang diberikan , terkait dengan etika kedokteran yang benar seharusnya sedari awal dr. Ben melakukan informed consent yang jelas dan terperinci terkait tindakannya , akan tetapi kasus ini terkuak ketika pasien sendiri yang menyadari adanya kesalahan pada bayi yang baru ia lahirkan , sehingga untuk langkah berikutnya harus mengikuti proses aturan dan hukum yang berlaku , yakni kasus ini harus ditindaklanjuti prosesnya dan bila ditemukan kesalahan dalam proses penyelenggaraan bayi tabung maka nanti izin pemeriksaan ditinjau kembali oleh tim pelaksana penilaian perizinan teknologi reproduksi berbantu dan hasil pemeriksaannya akan dijadikan masukan bagi Menteri Kesehatan untuk mencabut izin operasi dokter tersebut.
      Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 039/Menkes/SK/I/2010 tentang penyelenggaraan pelayanan teknologi reproduksi berbantu.

      Lucia Vini P Rodja_41170158

      Hapus
  26. Artikel cukup baik. IVF memiliki banyak pros and cons dalam pelaksanaannya, cons yang ditimbulkan oleh IVF kebanyakan berkaitan dengan ethics di dalamnya. Dari article yang pernah saya baca tidak semua embryo yang berhasil berkembang akan ditanam di rahim, mereka akan dipilih berdasarkan preferensi yang diinginkan orang tua misalkan orangtua menginginkan anak laki-laki maka embryo yang dipilih hanya yang laki-laki lalu embryo sisanya diterminasi.
    Pertanyaan saya:
    Apakah hal ini sudah dilakukan sesuai dengan etika kedokteran yang ada?
    Bagaimana seharusnya dokter memperlakukan keseluruhan embryo-embro yang berhasil berkembang secara etika?
    Apakah pemilihan embryo merupakan suatu tindakan yang etis untuk dilakukan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jonathan Dave_41170168
      Terima kasih atas pertanyaannya, saya ijin menjawab.
      -Hal Ini sudah dilakukan sesuai dengan etika kedokteran yang ada dimana sesuai dengan peraturan pemerintah No. 61 Th. 2014 pasal 44 yang berbunyi reproduksi dengan bantuan atau kehamilan diluar cara yang alamiah dilarang untuk tujuan memilih jenis kelamin anak yang akan dilahirkan kecuali dalam hal pemilihan jenis kelamin untuk anak kedua dan seterusnya.
      -Dokter seharusnya memperlakukan semua embrio yang berhasil berkembang dengan cara dibekukan tapi hal ini akan dikembalikan lagi ke pihak pasangan suami istri karena pembekuan memerlukan biaya yang cukup besar umtuk melakukannya. Prosedur bayi tabung sebelumnya juga dilakukan konseling dan persetujuan tindakan kedokteran termasuk didalammnya pengelolaan lebih lanjut kelebihan embrio
      -Pemilihan embrio merupakan tindakan yang etis dilakukan tetapi hal ini hanya boleh dilakukan dengan tujuan untuk menghindari penyakit terkait genetik seperti hemofilia (kondisi medis). Selain kondisi non medis, hal ini tidak boleh dilakukan karena akan menimbulkan perdebatan dari segi etika, hukum dan sosial.

      Berikut kondisi medis seleksi jenis gender bertujuan:
      a.Ingin anak pertama anak laki laki.
      b. Jumlah anak laki-laki dan perempuan berimbang.
      c. Dari segi ekonomi, anak laki-laki menguntungkan
      d. Alasan budaya dan alasan-alasan pribadi.

      Sumber
      -PP No.61 Th. 2014
      -Hanafiah, M. J., & Amir, A. (2019, December). Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan. EGC.

      Hapus
  27. Artikel dan pembahasannya menarik sekali. Memang kasus seperti ini patut diekspos terutama, bagi orang awam, karena dengan sistem bayi tabung tersebut, pihak pelaku ( suami dan istri ) butuh transparansi data dan kejelasan dari pihak dokter atau tenaga kesehatan terkait dengan pembuahan yang hendak dilakukan secara sistem bayi tabung tersebut. Hal ini bisa sangat ngeri jika anak yang lahir justru mirip dokternya, hiyaaaa :(

    Makaa, hal ini bisa jd refleksi juga, bila blm ada peraturan yg mengatur tentang etika dokter apabila menangani kasus bayi tabung tersebut dan melanggar etika tersebut maka ada baiknya dibuat peraturan dan hukum yang sesuai, sehingga tidak menimbulkan kerugian dan dapat mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan, serta memberi efek jera apabila terdapat oknum yang melakukan hal tersebut.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat malam... terima kasih banyak telah membaca dan memberikan pendapat tentang kasus ini, Tuhan memberkati

      Hapus
  28. Pembahasan ini begitu menarik karena bahasan ini jarang saya ketemukan di lingkungan pergaulan saya. Terimakasih ee

    BalasHapus
    Balasan
    1. kita ini hidup di bumi, tapi jangan jadi benalu
      terimakasih sudah mengunjungi blok kami, semoga sehat selalu

      Hapus
  29. Artikel menarik, karena kasus ini memang layak untuk diekspos. Sukses terus, terutama mas Btara. Salam sehat, jaya jaya jaya

    BalasHapus
  30. Balasan
    1. Terimakasih Kiren sudah mengunjungi dan membaca blog kami. Semoga selalu sehat.

      Hapus
  31. Terimakasih atas artikel dan penggaliannya.
    Menarik dan cukup detail.
    Pertanyaan sudah banyak diwakilkan :)

    BalasHapus
  32. Pengagum ibu dokter ririn22 Mei 2020 pukul 21.54

    Artikel yang sangat bermanfaat dok!

    BalasHapus
  33. Terimakasih untuk penjelasan mengenai kasus bayi tabung yang cukup menarik. Saya ijin bertanya, apabila dipandang dari sisi etis kedokteran, pihak mana yang sebetulnya melakukan kesalahan? Lalu bagaimana langkah-langkah prosedur bayi tabung yang harus dilakukan kedua pihak? Terimakasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jawaban : Terima kasih untuk pertanyaannya…..Ijin menjawab
      Melihat dari sisi Kode Etik Kedokteran yang memuat prinsip-prinsip etik yaitu beneficence, non maleficence, autonomy dan justice. Di kasus ini yang telah melakukan kesalahan adalah dokter karena telah melanggar prinsip yang ada yaitu prinsip autonomy. Prinsip autonomy adalah pihak medis harus menghormati hak pribadi pasien, menyampaikan kebenaran atau berita yang sesungguhnya pada pasien dan melindungi informasi pasien yang bersifat rahasia. Dalam kasus ini, dokter tidak memberi tahu bahwa sperma yang dipakai bukan berasal langsung dari pasien melainkan dari orang lain. Dan prosedur yang tepat adalah dokter seharusnya menggunakan sperma yang dimiliki oleh suami sah dari istri tersebut (karena dalam kasus telah dijelaskan pasangan suami-istri ini telah membawa sampel sperma dari suaminya) kemudian melakukan informed consent dan persetujuan kedua belah pihak serta melaksanakan prosedur inseminasi sesuai protokol yang tertera (memberikan label pada spesimen dan memiliki penyimpanan medical record yang tepat).
      Fehren Kurnia Brylian (41160044)

      Hapus
    2. Mary Rose_41170145

      Hapus
  34. Bila pasangan suami istri telah melakukan program bayi tabung, namun pada usia kehamilan 8 bulan mengetahui bahwa sperma yang diberikan tidak berasal dari suami pasangan tersebut, apakah dapat dilakukan aborsi terhadap janin tersebut?? Jika dapat, apakah tidak melanggar etik?? Dikarenakan janin tersebut telah mampu hidup diluar kandungan. Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih atas pertanayaannya, dalam kode etik kedokteran Indonesia pada pasal 7d, disebutkan bahwa aspek sumpah dokter “...melindungi makhluk insani sejak saat pembuahan” sudah dihilangkan dengan beberapa pertimbangan, salah satunya pertimbangan “Bahwa perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran telah memungkinkan dilakukannya pembuahan in-vitro (bayi tabung) yang berdampak adanya hasil konsepsi yang tidak ditanam di uterus”. Pada UU yang mengatur aborsi di Indonesia, disebutkan bahwa aborsi hanya diperbolehkan untuk perempuan korban pemerkosaan, kehamilan membahayakan bagi ibu, dan/ atau janin sudah mati dalam kandungan. Secara literatur Indonesia, kesimpulannya tidak boleh dilakukan aborsi, dengan kata lain dokter dengan pasien harus membicarakan secara adil tentang masa depan anak tersebut agar si anak tetap hidup dengan normal. Hukum ini bisa berbeda di luar negri yang mana memiliki kelonggaran untuk aborsi atas anak yang tidak diinginkan.

      sumber: KODEKI 2012

      Cornelia Rivanda B. (41170146)

      Hapus
  35. Halo.. Kasus dan pembahasannya sangat menarik. Terutama mengenai bayi tabung. Memang bayi tabung bisa menjadi solusi untuk pasangan yg mengalami kesulitan untuk mempunyai keturunan. Namun, disini terdapat konflik antara pandangan agama dengan kedokteran. UU 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan jg mengatakan bahwa prosedur ini harus sesuai dengan norma agama.

    Dalam prosedur IVF (Bayi Tabung) ini ada proses dimana embrio-embrio yang telah matang dimasukkan ke dalam rahim. Kemudian, hanya sisa 1 embrio unggul yang akan bertahan hidup dan berkembang. Dalam pandangan agama Kristen, embrio-embrio yang mati tersebut adalah suatu tindakan "pembunuhan". Tampak melanggar perintah Tuhan yang ke-6. Oleh karena itu, bagaimana sikap kita terhadap persoalan hukum dan etika kedokteran ini? Menurut UU no.36 tahun 2009 mengatakan harus sesuai norma agama, tetapi agama mengatakan prosedur itu adalah tindakan "pembunuhan" yg bertentangan dengan norma agama apapun, khususnya Kristen.

    Terimakasih untuk kelompok ini telah mengulas kasus dan membahasnya dengan baik.. 🙏

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jonathan Dave_41170168
      Terima kasih atas pertanyaannya, saya izin menjawab.
      Sikap kita yang seharusnya adalah tetap menghormati norma-norma agama kristen tersebut karena Tuhan memiliki otonomi tersendiri dan tidak bisa diganggu gugat. Meskipun pasangan tersebut minta kepada kita sebagai dokter ahli untuk melakukan prosedur bayi tabung dan peraturan negara memperbolehkan untuk melakukan pemusnahan pada embrio yang tidak dimasukkan ke rahim. Sebagai dokter harus melakukan pendekatan dan edukasi kepada pasien dan memberikan solusi lain untuk mempunyai keturunan
      Sumber
      ·-Ulangan 32:39 Allah berkata kepada Musa, “Akulah yang mematikan dan Akulah yang menghidupkan”
      -PP No.61 Th 2014.

      Hapus
  36. Wah terimakasih, menarik sekali informasinya ����

    Saya ingin menanyakan berkaitan dengan yang telah dituliskan pada artikel ini ;
    1. Bagaimana penerapan hukum bayi tabung di Indonesia? Apakah ada pelanggaran-pelanggaran berkaitan hal tersebut? Atau sudah baik dan terkondisikan, apabila ada tolong disebutkan kasusnya terjadi dimana dan kapan..
    2. Di latar belakang disampaikan terdapat hubungan faktor imun terhadap dilakukannya tindakan bayi tabung, boleh tolong jelaskan apa saja hubungannya?
    3. Menurut penulis (kelompok ini), bagaimana tanggapan kalian terhadap dokter yg melakukan tindakan tersebut?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas tanggapan serta pertanyaannya. Berikut saya ingin menjawab untuk pertanyaan. nomor 1Untuk penerapan hukum tentang bayi tabung di Indonesia mengacu pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 yang membahas tentang kesehatan. Selain itu juga dibahas pula dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Pasal 16 ayat 1 dan ayat 2. Dari setiap peraturan yang mengatur sendiri sudah mencakup berbagai persyaratan yang harus dipenuhi sebelum menjalankan prosedur. Sampai sejauh ini, untuk pelanggaran yang berkaitan dengan aturan hukum bayi tabung tentunya ada. Sebagai contoh adalah kasus dugaan wanprestasi jenis kelamin program bayi tabung yang terjadi di Surabaya, Jawa Timur yang terjadi pada tahun 2015.
      -Gabriel Btara ( 41170163 )

      Hapus
    2. Terima kasih kak Dom atas pertanyaannya, saya ingin menjawab untuk yang nomor 2. Tindakan Bayi Tabung atau Fertilisasi in Vitro seperti yang disebutkan di PP no 61 tahun 2014 BAB V Pasal 40 ayat 1, hanya dapat dilakukan pada pasangan suami istri yang mengalami ketidaksuburan atau infertilitas untuk memperoleh keturunan. Infertilitas sendiri ada banyak penyebabnya, salah satunya bisa disebabkan oleh gangguan imunologi baik itu pada suami dan/atau pada istri. Contohnya adalah pada wanita yang mengalami endometriosis, dapat terjadi gangguan implantasi, defek imunologi, dan penurunan kualitas oosit karena terganggunya proses pembentukan folikel, akibatnya akan menyebabkan infertilitas. Beberapa infeksi (misalnya orkitis, trauma testis, dan riwayat vasektomi pada pria) juga dapat menyebabkan infertilitas dengan melibatkan reaksi imunologis. Reaksi imunologis tersebut dapat menimbulkan terjadinya gangguan interaksi sperma-oosit sehingga sperma tidak bisa bertahan. Selain itu, reaksi imunologis oleh karena adanya infeksi juga dapat menyebabkan inflamasi/peradangan pada zigot yang berujung pada abortus. Sekian, semoga cukup menjawab, Terima Kasih.

      Sumber:
      Ziegler, D. d. (2010). Endometriosis and infertility: pathophysiology and management. The Lancet vol 376, 730-732.
      https://emedicine.medscape.com/article/274143-overview#a1

      Diana Teresa (41170147)

      Hapus
    3. terimakasih untuk pertanyaannya kak, jadi menurut kelompok kami dokter yang bersangkutan memang melakukan tindakan kurang baik dari segi etika, norma, dan moral. Jika memang benar sudah dinyatakan dokter tersebut melakukan pertukaran sperma tersebut dengan spermanya sendiri maka sudah bertentangan dengan kode etik kedokteran yang seharusnya posisi dokter membantu dan melayani pasien dengan tulus dan ikhlas terutama nilai kejujuran.

      Cornelia Rivanda B. (41170146)

      Hapus
  37. Terimakasih atas artikelnya, sangat menarik!
    Saya ingin bertanya terkait dengan Pasal 16 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang sudah dicantumkan di atas dan juga tentang belum diperbolehkannya praogram lain seperti donor sperma dan surrogate mother di Indonesia. Namun sebelumnya saya pernah mendengar berita mengenai adanya kasus surrogate mother di Indonesia. Terkait hal tersebut adakah hukum di Indonesia yg mengatur tentang pelanggaran atas kasus tersebut secara khusus?
    Lalu saya juga ingin bertanya terkait surrogate mother, secara hukum maka anak tersebut merupakan hak dari ibu yang mengandung atau ibu yang menginginkan program bayi tersebut?
    Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaannya.Saya Carolina Devi Santi M-41170122, ingin mencoba menjawab pertanyaan tentang pelanggaran kasus surrogate mother di Indonesia.• Menggunakan surrogate mother yaitu memasukkan sperma laki laki dalam rahim wanita yang tidak ada ikatan perkawinan yang sah, jika menurut pada Pasal 284 KUHP dapat dikategorikan sebagai perzinahan. Dimaksud perbuatan zinah apabila bukan hanya memasukkan alat kelamin, tetapi terdapatnya sperma laki-laki dalam rahim perempuan yang tidak diikat sah oleh perkawinan.Isi dari Pasal 284 KUHP sendiri menegaskan bahwa siapapun yang melakukan perbuatan surrogate mother dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan :
      a.Seorang pria telah kawin yang melakukan gendak (overspel) padahal diketahui Pasal 27 BW berlaku baginya.
      b.Seorang wanita telah kawin melakukan gendak padahal diketahui Pasal 27 BW berlaku baginya
      c.Seorang pria yang melakukan hal tersebut padahal telah kawin
      d.Sorang wanita telah kawin yang ikut serta melakukan perbuatan itu dan Pasal 27 BW berlaku baginya.
      • Pasal 82 Ayat 2 UU No 23 Tahun 1992 menegaskan : Siapapun yang melakukan upaya kehamilan diluar cara alami dan tidak sesuai dengan Ketentuan Pasal 16 Ayat 2, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,-.

      (SUMBER : Muntaha. 2013. Surrogate Mother Dalam Perspektif Hukum Pidana Indonesia Volume 25, Halaman 76-86.Fakultas Hukum : Universitas Haluoleo, Kendari, Sulawesi Utara.)

      Terimakasih, semoga sudah menjawab pertanyaan.

      Hapus
    2. Sebelumnya, terimakasih atas jawabannya! Saya mau coba menjawab terkait Surrogate Mother menurut hukum di Indonesia, ya.
      Di Indonesia sendiri, surrogate mother tidak diperbolehkan pelaksanaannya menurut kacamata hukum. Hal tersebut dijelaskan oleh pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang berbunyi: “Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal” dan diperkuat oleh pernyataan SK Dierjen Yan Medik Depkes RI tahun 2000 nomor (3), yaitu: “Dilarang melakukan surogasi dalam bentuk apapun.”
      Semoga cukup menjawab, ya!
      Meliana Julistiani (41170117)

      Hapus
  38. Wuaaoww artikel yang bagus, jika ingin anak kembar melalui BT, programnya seperti apa?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih untuk pertanyaannya, saya akan mencoba menjawab.Prosedur bayi tabung meliputi 4 tahap : pertama pengambilan sel telur dari ovarium dengan cara mengeluarkan cairan yang mengandung sel telur menggunakan jarum dan bantuan USG untuk melihat pengambilan sel telur, kedua akan dilakukan pemaparan spermatozoa pada sel telur untuk dilakukan pembuahan di luar rahim, ketiga akan dilakukan kultur pada telur selama 3-5 hari, selanjutnya akan dilakukan transfer embrio yang berkualitas baik kembali ke dalam rahim melalui serviks menggunakan alat yang disebut kateter. Proses transfer embrio kembali ke dalam rahim dapat dilakukan dengan 2 macam yaitu Single Embrio Transfer (SET) dan Double Embrio Transfer (DET). Pada pasangan yang menginginkan anak kembar dapat dilakukan transfer embrio ke dalam rahim dengan metode yang Double Embrio Transfer (DET) yaitu mentransferkan embrio yang berkualitas baik dengan jumlah lebih dari 1 ke dalam rahim. Akan tetapi hal tersebut belum tentu sepenuhnya berhasil karena dapat terjadi kegagalan perkembangan embrio setelah dilakukan transfer ke dalam rahim dan untuk transfer embrio sendiri tidak boleh dilakukan lebih dari 3 embrio. - Nathania Dhestia Putri (41170132)
      sumber :
      In Vitro Fertilization and Multiple Pregancies NCBI
      Infertile Couple Prefer Twins : Analysis of Their Reason and Clinical Characteristics Related to This Preference NCBI

      Hapus
  39. Divia Pridayanthi23 Mei 2020 pukul 12.58

    Hallo kelompok 3.. Informasi yang kalian berikan sangat menarik dan bermanfaat

    Saya ingin bertanya terkait masalah bayi tabung di Indonesia..

    Jika ada kasus pasangan suami istri yang tidak bisa mempunyai anak dikarenakan suaminya tidak mampu menghasilkan sperma/adanya kelainan pada spermanya, akan tetapi istrinya masih normal , tidak ada kelainan apapun pada organ reproduksinya. Jika dilihat dari UU dan peraturan diatas dinyatakan bahwa syarat pasangan untuk melakukan bayi tabung adalah sperma dan ovum harus berasal dari pasangan suami istri itu sendiri. Nah jika suatu ketika ada kasus seperti itu, apakah teknik bayi tabung boleh dilakukan ? Jika boleh, mengapa ? Jika tidak, apakah ada alternatif lain yang memungkinkan ?

    Terima kasih :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Divia Pridayanthi23 Mei 2020 pukul 13.01

      Nama : Ni Kadek Ayu Divia P (41170131)

      Hapus
    2. Terima kasih untuk pertanyaannya.
      Jika dalam kasus seperti yang telah disebutkan diatas, teknik bayi tabung masih dapat dilakukan tanpa mengesampingkan persetujuan dari kedua belah pihak (suami dan istri) dengan menggunakan bank sperma/sperma donor, selain persetujuan dari kedua belah pihak perlu juga diberikan informed consent sebelum dilakukan prosedur tersebut agar kedua belah pihak memahami dengan benar dari tindakan yang akan dilakukan serta bagaimana kedepannya nanti. Hal ini sangat perlu dilakukan agar tidak terjerat kasus hukum seperti yang terdapat pada Peraturan Menteri Kesehatan No 39 Tahun 2010 Pasal 7 Ayat 2 yang menyebutkan dalam hal ditemukannya pelanggaran etik dalam penyelenggaraan pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu, maka izin penyelenggaraan pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu pada fasilitas pelayanan yang bersangkutan akan dicabut, dan juga pada Undang Undang No 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan di Pasal 82 Ayat 2 menyebutkan barangsiapa yang sengaja melakukan tindak kehamilan di luar cara yang alami yang tidak sesuai ketentuan, seperti dimaksud pada Pasal 16 Ayat 2 akan dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun/ denda paling banyak Rp 100.000.000,-
      Selengkapnya dapat dilihat pada Peraturan Menteri Kesehatan No 39 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu dan Undang Undang No 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
      I Gusti Ngurah Bagus Sulaksana Putra (41170142)

      Hapus
  40. Halo saya ingin bertanya
    1. Kira2 di indo kasus sepertu dokter ben ini pernah terjadi atau tidak ya ?
    2. Apakah di indo sndri sdh ada aturan atau regulasi terkait etika dan moral yg jelas dalam bidang kedokteran?
    3. Klo misalnya no 1 tadi pernah coba nyambungkan dengan pertanyaan kedua, seperti apa penanganannya.
    4. Misalnya no 2 sdh ada aturan, apakah disetiap rumah sakit, tmpt praktek sdh menerapkan itu ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih atas pertanyaannya. saya coba menjawab untuk nomor 2 , tentu ada, segala tindakan yang dilakukan oleh tenaga medis diatur oleh Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia oleh IDI. Paduan tersebut bisa ditemukan berupa buku maupun akses di internet dengan mudah.
      (elsa wijaya_41170135)

      Hapus
    2. Terima kasih atas pertanyaannya. Saya ijin menjawab untuk pertanyaan nomor 3. Menurut aturan hukum yang berlaku di Indonesia, terdapat sanksi yang dapat dikenakan pada dokter. UU Nomor 23 Tahun 1992 Pasal 82 ayat 2 (a) menyatakan bahwa barang siapa dengan sengaja melakukan upaya kehamilan diluar cara alami yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat 2 maka akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Sedangkan sanksi yang dapat dikenakan pada fasilitas pelayanan dokter yang bersangkutan terdapat pada Permenkes Nomor 039 Tahun 2010 Pasal 7 ayat 3 yang menyatakan bahwa dalam hal ditemukannya pelanggaran etik dalam penyelenggaraan pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu, maka izin penyelenggaraan pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu pada fasilitas pelayanan yang bersangkutan akan dicabut.

      Sumber:
      - UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
      - Permenkes Nomor 039 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu

      Neysa Bella H (41170126)

      Hapus
    3. Terimakasih atas pertanyaannya. Saya mencoba menjawab untuk point no.4

      Pada dasarnya Program Bayi Tabung sudah dilakukan secara legal oleh beberapa rumah sakit umum dan rumah sakit khusus ibu dan anak. Setiap rumah sakit yang dimaksud harus memiliki izin penyelenggaraan pelayanan bayi tabung oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri. Setelah diberikan izin secara resmi, rumah sakit tersebut wajib melakukan pelaporan kegiatan kepada Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan akan dilakukan monitoring secara berkala dan terstruktur.

      Dengan demikian, jelas bahwasannya setiap rumah sakit umum maupun rumah sakit khusus ibu dan anaak di Indonesia “wajib dan sudah” menerapkan peraturan terkait program bayi tabung. Apabila kedapatan rumah sakit yang tidak sesuai dengan SOP yang berlaku maka akan ada pencabutan izin secara tertulis dan sah oleh Direktur Jenderal Menteri.

      Sumber :
      - http://yankes.kemkes.go.id/read-kemkes-tertibkan-klinik-teknologi-reproduksi-berbantu-di-rumah-sakit-833.html
      - Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2015. Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Reproduksi Dengan Bantuan Atau Kehamilan Diluar Cara Alamiah.

      -Daniel Eka Raenata 41170170-

      Hapus
    4. Terimakasih untuk beberapa pertanyaannya, saya mencoba untuk menjawab point nomor 1 tentang apakah kasus seperti dokter ben pernah terjadi di Indonesia.
      Untuk kasus seperti dokter ben sendiri belum pernah terjadi di indonesia, namun ada beberapa kasus kontroversial berkaitan dengan bayi tabung. salah satunya bisa di baca pada link ini di bawah ini :) https://news.okezone.com/read/2017/10/04/519/1788686/kasus-salah-kelamin-bayi-tabung-bergulir-ke-pn-surabaya-ahli-hukum-diminta-bersaksi

      Videl Christin D. Kwando - 41170169

      Hapus
  41. Terima kasih atas artikel yang sangat menarik, saya ingin bertanya dari artikel diatas pelanggaran etika lebib mendasar pada persetujuan antara pasien dokter, diluar hal tersebut apakah bayi tabung dapat dilakukan di indonesia ? Dan adakah efek samping dari metode tersebut? Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih untuk pertanyaannya. Bayi tabung dapat dilakukan di Indonesia tetapi harus memenuhi aturan yang ada, seperti yang telah ditetapkan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi pasal 40 : (1) Reproduksi dengan bantuan atau kehamilan diluar cara alamiah hanya dapat dilakukan pada pasangan suami istri yang terikat perkawinan yang sah dan mengalami ketidaksuburan atau infertilitas untuk memperoleh keturunan. (2) reproduksi dengan bantuan atau kehamilan diluar cara alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan dengan menggunakan hasil pembuahan sperma dan ovum yang berasal dari suami istri yang bersangkutan dan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal. (3) reproduksi dengan bantuan atau kehamilan di luar cara alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tidak bertentangan dengan norma agama. (4) reproduksi dengan bantuan atau kehamilan di luar cara alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi dan kewenangan.
      Sampai saat ini efek samping dan risiko yang ditemukan terkait prosedur bayi tabung berupa :
      1. Multiple birth/kehamilan kembar
      Hal ini terjadi terjadi jika lebih dari satu embrio yang ditanam pada dinding rahim dan dapat menyebabkan timbulnya persalinan prematur dan kelahiran bayi dengan berat badan rendah.
      2. Hipertensi yang diinduksi kehamilan
      Ibu yang menjalani prosedur bayi tabung diketahui memiliki tekanan darah tinggi (umumnya diatas 130/90 mmHg)
      3. Reaksi terhadap obat kesuburan
      Banyak wanita mengeluh mual, muka memerah, nyeri payudara, susah tidur, perubahan suasana hati, dan mudah marah. Beberapa efek samping obat IVF lainnya adalah ketidaknyamanan perut, muntah atau kembung.
      4. Perdarahan
      Perdarahan juga diamati pada para ibu setelah penanaman embrio
      5. Anemia/kekurangan darah
      Disebabkan karena perdarahan uterus/rahim yang berat pada beberapa ibu. Sehingga dibutuhkan transfusi darah.
      6. Keguguran
      Keguguran sangat sering terjadi dengan IVF karena embrio dibuahi di laboratorium dalam kondisi yang terkendali dan tidak menjalani prosedur normal, rahim sering menolak menanamkan embrio. Frekuensi dan tingkat keguguran meningkat dengan bertambahnya usia ibu dan penggunaan embrio beku.
      7. Sindrom hiperstimulasi ovarium
      Dalam prosedur bayi tabung, obat penambah kesuburan seperti suntik HCG (human chorionic gonadotropins) digunakan untuk meningkatkan kemungkinan ovulasi. Ada beberapa efek samping injeksi IVF. Human Chorionic Gonadotropins menyebabkan ovarium bengkak dan nyeri (sindrom hiperstimulasi ovarium). Tanda dan gejala sindrom hiperstimulasi adalah kembung, mual, sakit perut, tidak nyaman, dan diare. Kasus parah sindrom hiperstimulasi ovarium disertai dengan kenaikan berat badan yang tiba-tiba dan sesak napas.
      8. Komplikasi yang berhubungan dengan prosedur pengambilan telur
      Sel telur yang diproduksi wanita diambil dari ovarium dengan bantuan jarum aspirasi yang dapat menyebabkan perdarahan, infeksi, atau kerusakan pada usus, kandung kemih, atau pembuluh darah.
      9. Cacat lahir
      Bayi yang lahir dengan prosedur IVF/bayi tabung lebih rentan mengalami cacat bawaan sejak lahir menurut beberapa ahli. Namun, beberapa ahli juga percaya bahwa usia ibu adalah faktor risiko utama terkait dengan cacat lahir dan bukan prosedur IVF.
      10. Sakit kepala
      Beberapa ibu mengalami sakit kepala parah setelah suntikan obat selama prosedur IVF/bayi tabung, khususnya dalam periode waktu segera setelah injeksi.
      semoga bermanfaat :)

      (Krisentia Yahya_41170141)
      Sumber :
      https://parenting-firstcry-com.cdn.ampproject.org/v/s/parenting.firstcry.com/articles/ivf-side-effects-and-risks/?amp=&usqp=mq331AQFKAGwASA%3D&_js_v=0.1#aoh=15903124317366&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&_tf=Dari%20%251%24s&share=https%3A%2F%2Fparenting.firstcry.com%2Farticles%2Fivf-side-effects-and-risks%2F

      http://kesga.kemkes.go.id/images/pedoman/PP%20No.%2061%20Th%202014%20ttg%20Kesehatan%20Reproduksi.pdf

      Hapus
  42. terima kasih atas artikelnya, sangat menarik. saya ingin bertanya terkait ,Informed consent ini ada di prosedur bayi tabung sebagai bukti kalau pasien udah tau keuntungan dan kerugiannya dari tindakan tersebut serta apa akibat yang dapat ditimbulkan. kalau dari sisi teknologi bayi tabung apa kerugiannya memangnya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima Kasih atas pertanyaanya.. Benar sekali bahwa informed consent sangat diperlukan dan mencakup penjelasan mengenai keuntungan dan kerugian tindakan. Untuk prosedur Bayi Tabung sendiri, kerugiannya pertama, biaya teknik Bayi Tabung bisa dibilang cukup tinggi dan keberhasilannya tidak dijamin yaitu dengan peluang 40-45% dan akan terus menurun seiring bertambahnya usia ibu. Terdapat beberapa efek samping dan resiko dari prosedur ini diantaranya:
      1. Komplikasi pada saat Pengambilan Sel Telur
      2. Ovarian Hyper-Stimulation Syndrome (OHSS), ditandai dengan kenaikan berat badan yang tiba-tiba dan sesak napas
      3. Keguguran, frekuensi dan tingkat keguguran meningkat dengan bertambahnya usia ibu dan penggunaan embrio beku
      4. Kehamilan Ganda, disebabkan karena seringkali ada lebih dari 1 embrio yang dimasukkan kembali ke dalam rahim. Hal ini juga dapat membawa resiko terjadinya persalinan prematur, keguguran, kebutuhan akan operasi caesar, dll
      5. Kehamilan Ektopik, terutama pada wanita yang mengalami kerusakan tuba fallopi
      6. Resiko Prematuritas dan Berat Lahir Rendah pada Bayi, disebabkan oleh kadar estrogen yang tinggi terkait dengan IVF stimulasi tinggi
      7. Kekhawatiran akan Masalah Etika mengenai prosedur dari Bayi Tabung ini
      8. Permasalahan Psikologis dan Emosional, berkaitan dengan tindakan invasif yang harus dijalani
      Semoga cukup menjawab, Terima Kasih
      Sumber:
      https://www.createfertility.co.uk/blog/the-advantages-and-disadvantages-of-ivf

      Diana Teresa (41170147)

      Hapus
  43. Beltsazar Onne P - 41170179

    Terima kasih atas artikelnya yang sangat menarik!

    Saya Billy ijin bertanya, jika istri dari pasangan pasangan suami istri tersebut punya permasalahan atau kelainan yang membuat mereka tidak bisa mempunyai anak, dan memutuskan untuk menggunakan rahim wanita atau perempuan lain untuk dapat melakukan proses bayi tabung ini? Apakah hal ini termasuk kesalahan atau bukan? Mengapa dan Jelaskan peraturan/norma/nilai agama maupun budaya yang di langgar dari kasus ini?

    Terima kasih :)
    Selamat menjawab

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo Billy terimakasih sudah bertanya, disini saya akan mencoba menjawab. Menurut peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 127 ayat (1) :
      Upaya kehamilan diluar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan :
      a. hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal
      b. dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu
      c. pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu
      Dikatakan bahwa bayi tabung hanya dapat dilakukan bagi pasangan yang sah. Apabila program bayi tabung tersebut menggunakan rahim wanita lain merupakan penyalahan aturan yang sudah ditetapkan dalam UU Nomor 36 Tahun 2009. Selain itu dari sudut pandang agama khususnya agama kristen, program bayi tabung dengan menggunakan rahim wanita lain bertentangan dengan ajaran yang ada dalam alkitab dan perbuatan tersebut termasuk dalam tindakan perzinahan (Keluaran 20:14).- Nathania Dhestia Putri (41170132)

      Hapus
  44. Terimakasih atas artikelnya yang menarik ini. Bahasa yang digunakan juga simple jadi saya mulai sedikit memahami tentang permasalahan bayi tabung ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima Kasih Izabel telah mengunjungi laman kami 😊 semoga bermanfaat, ya!

      Hapus
  45. Selamat siang.
    Terima kasih buat informasi dari artikel kelompok Anda.

    Saya ingin bertanya, bagaimana Anda menjelaskan segala simple dan mengerti kepada masyarakat awam yang ingin melakukan bayi tabung ini dan tidak sampai melarang nilai-nilai yang sudah di anut oleh calon klien?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaannya.Saya Carolina Devi Santi M-41170122, disini akan mencoba menjawab pertanyaan.

      Menurut Pasal 127 Ayat 1 UU No. 36 Tahun 2009, upaya kehamilan di luar cara yang alami hanya dapat dilakukan pasangan suami istri yang terikat pernikahan secara sah, berikut ketentuan :
      A. Hasil pembuahan sperma serta ovum dari suami istri ditanamkan di rahim istri sebagaimana ovum tersebut berasal.Jadi, agar tidak melanggar norma keagamaan yang ada, sperma harus berasal dari sang suami, dan sel telur berasal dari sang istri, karena menurut agama islam, jika di dapatkan dari pendonor maka termasuk perbuatan zina.Perbuatan zina sendiri dimaksudkan merupakan terdapatnya sperma laki-laki di dalam rahim perempuan yang tidak diikat pernikahan sah.
      B. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.Jadi, harus dilakukan oleh dokter spesialis kandungan karena dokter tersebut memiliki kompetensi untuk melakukan serta pemantauan program bayi tabung.
      C. Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.Jadi, hanya dapat dilakukan di rumah sakit dengan peralatan, pemeriksaan penunjang yang sesuai untuk program bayi tabung.

      Semoga sudah menjawab pertanyaan.Terimakasih.

      Hapus
  46. Terima kasih atas artikelnya yg sangat bermanfaat.
    Saya ingin bertanya, apakah ada sangsi yang diberikan kepada suami-istri jika merekalah yang melakukan kesalahan, misalnya memberikan sperma palsu (milik orang lain) atas kesadaran mereka sendiri?.
    Terima kasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya. Sampai saat ini masih belum ada aturan resmi yang mengatur sanksi terhadap suami ataupun istri yang memberikan sperma palsu secara sengaja. Hal tersebut masih diatur dalam Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga Pasal 139 yang berbunyi setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan secara sukarela, atau menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri ataupun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

      Sumber:
      RUU Ketahanan Keluarga

      Neysa Bella H (41170126)

      Hapus
  47. terima kasih atas artikelnya, sangat menarik. saya ingin bertanya terkait penangguhan lisensi praktik dokter. adakah peraturan yang mengatur dalam kondisi apa dan selama apa seorang dokter akan ditangguhkan lisensi praktiknya?

    -Virgina Glory B (41170151), Kelompok 4

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya, virgin

      Ijin menjawab, untuk peraturan terkait penangguan lisensi praktek terkait dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 39 Tahun 2010 jika terdapat pelanggaran dengan menggunakan sperma milik orang lain yang bukan suami sah, maka izin penyelenggaraan pelayanan TRB pada fasilitas pelayanan akan dicabut, berdasar Pasal 7 Ayat 3. Tetapi tidak dijelaskan secara detail mengenai lama penangguhan. Untuk lama penangguhan mungkin bisa terkait dengan berat pelanggaran yang dilakukan oleh dokter tersebut.

      Terima kasih, semoga menjawab

      Hapus
    2. Untuk undang undang yang mengatur terdapat pada Undang Undang Republik Indonesia No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Pasal 69 Ayat 3 yang berisi sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada Ayat 2 dapat berupa : a. pemberian peringatan tertulis, b. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik dan/atau, c. kewajiban mengikuti Pendidikan atau pelatihan di institusi Pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.
      Dimana kondisi seperti ini dapat disebabkan oleh hal seperti yang tersebut dalam Undang Undang Republik Indonesia No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Pasal 66 Ayat 1 setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, dimana nantinya akan dilakukan pemeriksaan oleh MKDKI dan jika ditemukan pelanggaran etika MKDKI akan meneruskan pengaduan pada organisasi profesi seperti pada Pasal 68 dan selanjutnya akan diberikan sanksi disiplin.
      Selengkapnya dapat dilihat pada Undang Undang Republik Indonesia No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
      I Gusti Ngurah Bagus Sulaksana Putra (41170142)

      Hapus
  48. Terima kasih atas artikel, sangat menarik. Saya ingin bertanya, pada bagian pencermatan fakta nomor 7, mengapa Dapartment of Public Health setempat yang melakukan investigasi tidak melakukan tes DNA, meskipun hukum negara memberi kewenangan kepada DPH untuk melakukan tes DNA ? Terima kasih

    - Tiara Adeledya T. Karwur (41160040)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaannya, kak!
      Berdasarkan sumber yang kami baca, tidak disebutkan secara spesifik tentang mengapa DPH tidak melakukan tes DNA pada Ben, dan hanya melakukan tes DNA pada ayah sah yang hasilnya tidak ada gen terkait antara ayah sah dengan bayi tersebut, sehingga saat ini kami tidak dapat memastikan alasannya. Yang kami ketahui hanyalah sebatas dr. Ben menolak dilakukan pemeriksaan DNA tersebut, namun, untuk alasannya tidak dipublikasikan dengan jelas. Pada kasus ini kami juga hanya berfokus untuk membahas mengenai pelanggaran etika yang dilakukan dr. Ben. Semoga cukup menjawab pertanyaannya, ya, kak!
      Meliana Julistiani (41170117)

      Hapus
  49. Halo kelompok 3, terima kasih untuk artikelnya, saya ingin bertanya terkait pelaksanaan bayi tabung apakah di Indonesia sudah terdapat instansi yang dapat melakukan praktik bayi tabung?, jika ada bisa dijelaskan spesialis dokter manakah yang boleh melakukan praktik bayi tabung? dan jika tidak, boleh dijelaskan?

    Terima kasih

    Stefan Prayoga Yukari Ujan (41170108)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih untuk pertanyaan teman, untuk program bayi tabung sendiri sudah ada dan tersebar di beberapa klinik pada RS di berbagai daerah, salah satunya adalah Klinik Melati Rumah Sakit Anak dan Ibu (RSAB) Harapan Kita yang ada di Jakarta yang merupakan penghasil bayi tabung pertama di Indonesia tahun 1988. Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 43 tahun 2015 pasal 4 menyebutkan bahwa persyaratan ketenagaan Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu ( TRB) yang meliputi bayi tabung terdiri atas :
      a. Dokter spesialis obstetri dan ginekologi dengan subspesialisasi endokrinologi reproduksi dan fertilitas;
      b. Dokter spesialis obstetri dan ginekologi kompetensi tambahan Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu dan endoskopi ginekologi (laparoskopi, hiteroskopi);
      c. Dokter spesialis urologi dengan kompetensi tambahan Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu, endokrinologi reproduksi pada pria;
      d. Dokter spesialis andrologi dengan kompetensi tambahan teknologi reproduksi berbantu, endokrinologi reproduksi pada pria; dan
      e. Dokter dengan kompetensi tambahan biakan jaringan, pematangan oosit, pembuahan dan pembelahan zigot.

      untuk lebih lanjutnya bisa dibaca pada PERMENKES NO 043 tahun 2015 tentang PENYELENGGARAAN PELAYANAN REPRODUKSI DENGAN BANTUAN ATAU KEHAMILAN DI LUAR CARA ALAMIAH
      :)
      Videl Christin D. K 41170169

      Hapus
  50. Anastasia Aprilia T - 4117020224 Mei 2020 pukul 15.06

    Artikel yang sangat menarik!
    Saya ingin bertanya,
    1. Apabila ada sepasang suami istri ingin melakukan prosedur bayi tabung, tetapi sperma suaminya terdapat gangguan/tidak bisa digunakan, berhubung di Indonesia belum melegalkan donor sperma, kira-kira apa tindakan alternatif yang akan dilakukan dokter? dengan tetap mempertahankan etika dan aturan hukum yang ada.
    2. Saran/edukasi seperti apa yang perlu disampaikan dokter kepada suami istri ini?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya. Karena donor sperma di Indonesia belum dilegalkan dan masalahnya terdapat pada sperma dari suami maka sebaiknya langkah awal yang dilakukan adalah melakukan pemeriksaan pada suami pasien dan melakukan penanganan terlebih dahulu dari gangguan tersebut.
      Saran yang dapat disampaikan sebagai dokter adalah bahwa mereka masih mempunyai peluang untuk memiliki anak, salah satunya adalah jika masalahnya terdapat pada suaminya maka disarankan untuk melakukan pemeriksaan untuk mengetahui masalahnya agar dapat melakukan penanganan yang tepat.
      semoga bermanfaat :)
      (Krisentia Yahya_41170141)

      Hapus
  51. Terimakasih atas artikelnya kak. izin bertanya,juga kak:
    1. Setelah pasangan ini mengetahui bahwa 2 orang anak kembar itu bukanlah anak biologis mereka. Apa yang dilakukan kedua pasangan itu terhadap 2 orang anak kembar hasil dari pembuatan bayi tabung yang dilakukan oleh dr.ben. Apakah tetap diangkat menjadi anak atau bagaimana?
    2. Dimana dr.ben dituduh oleh kedua pasangan menggunakan spermanya sendiri dalam melakukan prosedur bayi tabung yang diminta oleh kedua pasangan tersebut . Mengapa Department of Public Health (DPH) setempat yang melakukan investigasi tidak terlebih dahulu meminta dr. ben untuk melakukan tes DNA untuk membuktikan tuduhan itu bener atau salah ?
    Terimakasih kak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya....Ijin menjawab yang nomor pertama. Bahwa jelas Pasutri tersebut akan menerima anak tersebut, menjadikannya anak mereka. Mengapa?Dilihat dari sisi etika kasus ini mengenai nilai beneficence yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan untuk kebaikan pasien. Masalah dalam kasus ini terkait aspek beneficence yaitu pasien memang mendapat bayi yang selama ini diinginkan walaupun bayi tersebut bukan merupakan hasil pembuahan dari sperma suami pasien melainkan sperma milik orang lain.

      Hapus
    2. Terima kasih atas pertanyaannya....Ijin menjawab untuk pertanyaan nomor satu.
      Bahwa jelas Pasutri tersebut akan menerima anak itu dan menjadikannya anak mereka.Mengapa? Dilihat dari sisi etika kasus ini mengenai nilai beneficence yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan untuk kebaikan pasien. Masalah dalam kasus ini terkait aspek beneficence yaitu pasien memang mendapat bayi yang selama ini diinginkan walaupun bayi tersebut bukan merupakan hasil pembuahan dari sperma suami pasien melainkan sperma milik orang lain.
      Demikian Terima kasih.......(.Fehren kurnia brylian-41160044)

      Hapus
    3. Halo terima kasih sudah bertanya, pertanyaan yang menarik.
      Sumber yang saya baca tidak menyebutkan mengapa DPH tidak terlebih dahulu meminta melakukan tes DNA, yang diberitahukan hanya dr. Ben menolak pemeriksaan DNA
      Sumber:
      https://www.newstimes.com/news/article/Wrong-man-s-sperm-produces-twins-and-a-215289.php#item-85307-tbla-2

      Jonathan Dave_41170168

      Hapus
  52. Permisi saya mau bertanya tentang program bayi tabung ini sendiri. Mungkin dari banyaknya hal yang diatur apakah ada benefit dari program pelaksanaan bayi tabung? Trimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih atas tanggapan dan pertanyaannya, Cindy.
      Disamping adanya kontra terhadap kasus bayi tabung, untuk benefitnya sendiri kembali lagi ke tujuannya yang menjadi alternatif bagi pasangan suami istri yang tidak mampu mendapatkan keturunan. Selain itu, mengambil contoh dari negara lain seperti Inggris dimana program bayi tabung pula dapat dijadikan salah satu program untuk mengontrol populasi penduduknya.
      -Gabriel Btara ( 41170163 )

      Hapus
  53. Informasi yang sangat menarik! Namun, saya mau bertanya kasus yang dilakukan dr. Ben masuk ke dalam medical error atau malpraktik? Dan bisa dijelaskan alasannya? Terima kasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaannya, saya mohon izin untuk menjawab.

      Pada kasus dijelaskan bahwasannya terdapat 2 kesalahan yang dilakukan oleh dr. Ben dalam melaksanakan prosedur bayi tabung :

      - Dr. Ben melakukan kesalahan dalam memberi label pada spesimen sperma.
      - Tidak ditemukan adanya tanda tangan informed consent yang dilakukan oleh pasien dr. Ben dalam melakukan prosedur invasif.

      Berikutnya, kita akan melihat dari sudut etika atau norma yang dilanggar dr. Ben
      - Autonomy : dokter Ben Ramaley tidak menghormati hak pribadi pasien serta tidak menyampaikan berita atau kebenaran yang sesungguhnya bahwa sperma yang dipakai bukan berasal langsung dari pasien melainkan dari orang lain.
      - Non-Maleficence : pasien merasa tidak diuntungkan / dirugikan / dibohongi dimana akibat tindakan dr Ben dengan menggunakan sperma yang bukan milik suami sah.
      - Beneficence : pasien memang mendapat bayi yang selama ini diinginkan akan tetapi bayi tersebut bukan merupakan hasil pembuahan dari sperma suami pasien melainkan sperma milik orang lain.
      - Justice : pasien yang datang kepada dokter Ben Ramaley memiliki harapan bisa mendapatkan kesempatan yang sama untuk menjadi orang tua dari anak mereka tetapi akibat perlakuan dokter Ben yang memanfaatkan sperma yang bukan dari suami aslinya sehingga menyebabkan pasien mendapatkan anak yang tidak berasal dari gen mereka melainkan dari gen orang lain.

      Dengan demikian, dapat dikatakan bahwasannya dokter Ben melakukan pelanggaran Etika dan juga Medical Eror dalam pelaksanaan program bayi tabung tersebut.

      sumber :
      - https://www-newstimes-com.cdn.ampproject.org/v/s/www.newstimes.com/news/amp/Wrong-man-s-sperm-produces-twins-and-a-215289.php?amp_js_v=a3&amp_gsa=1&usqp=mq331AQFKAGwASA%3D#aoh=15900273639377&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F%2Fwww.newstimes.com%2Fnews%2Farticle%2FWrong-man-s-sperm-produces-twins-and-a-215289.php
      - Gillon,R. (1994). Medical ethics: four principles plus attention to scope. BMJ1994;309:184-8

      -Daniel Eka Raenata 41170170-

      Hapus
  54. Halo, saya mau bertanya berkaitan dengan kasus ini. Begitu menarik pada bagian hukuman bahwa dokter tersebut hanya dihukum selama setahun saja dan kemudian dapat melanjutkan lagi. Apakah hukuman tersebut dapat menjadi jaminan agar program ini lebih baik?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaanya,Tentunya hukum yang dijalankan dr ben ini bertujuan agar hal yang dilakukan dr ben dulu tak terulang lagi sehingga selama 1 tahun dr ben dilarang untuk beroperasi terkait penyelenggaraan bayi tabung akibat lisensi dokter ben yang dibekukan, lalu terkait program ini apa bisa menjadi lebih baik tentunya kembali lagi pada etika dokter yang sesuai dengan etika kedokteran yang ada serta kepercayaan dari pasien itu sendiri.
      Lucia V P Rodja_41170158

      Hapus
  55. Terimakasih artikelnya. Saya mau bertanya Bagaimana pendapat kalian penulis terhadap sikap dr Robert ? Ditinjau dari salah satu isi Sumpah Dokter yg sebelumnya sudah diucapkan beliau, apakah tindakan dr Robert sudah tepat ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih untuk pertanyaannya. Dari sudut pandang penulis, saya merasa bahwa tindakan tersebut kurang tepat dan akan berdampak kepada praktik kedokteran yang ada yaitu pasien akan menjadi tidak percaya terhadap dokter yang merawatnya, tapi kami tidak berhak untuk menyalahkan dr Ben. disamping itu kasus dokter Ben ini sudah menjadi alarm bagi calon dokter untuk lebih teliti dan berintegritas sehingga dokter mampu merawat, dan mengedukasi pasien sesuai dengan ilmu yang dipelajari dan tetap mematuhi etika yang ada. Dan apa yang diperbuat dr Ben dalam kasus tersebut bukan hal yang tepat/sesuai dengan yang ada di dalam sumpah dokter baik kepada sesama dokter maupun kepada pasien.
      BRENDA M RUSTAM (41170167)

      Hapus
  56. Terima kasih atas artikelnya kak 😊
    Saya ingin bertanya terkait bayi tabung sendiri
    1. Faktor apa saja yang menyebabkan program bayi tabung dapat mengalami kegagalan?
    2. Jika misal sperma dan ovum setelah di cek dalam kondisi bagus. Namun ketika dilakukan program bayi tabung ternyata hasilnya gagal, apakah itu bisa disebabkan karena prosedur yang kurang tepat? Ataukah ada fator lain yang dapat mempengaruhi?
    3. Bagaimana bisa dr.Ben menukar sperma tersebut tanpa diketahui pihak lain? Apakah saat prosedur bayi tabung ini berlangsung tidak ada pihak lain (selain dr.Ben dan pasangan kekasih) yang terlibat?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya, Jadi faktor yang menyebabkan program bayi tabung mengalami kegagalan adalah mati nya sel spermatozoa sebelum di induksikan ke sel telur, bisa juga karena faktor suhu yang terlalu tinggi dari suhu maksimal hidup sperma saat penyimpanan, kemudian bisa juga karena faktor sel telur yang memang sudah tidak mampu berfertilisasi lagi dengan sperma.

      Cornelia Rivanda B (41170146)

      Hapus
    2. Terimakasih atas pertanyaannya. saya mencoba jawab yang nomor 2. Kegagalan tetap bisa terjadi karena keberhasilan prosedur bayi tabung kurang dari 50% dan ditambah lagi biaya yang cukup besar sehingga sebelum pasangan suami istri memutuskan, dokter sudah harus terlebih dahulu menginformasikan hal ini. Dalam praktiknya pelaksanaan program bayi tabung ini sel telur atau ovum yang diambil tidak hanya satu melainkan lebih banyak, yaitu sekitar 6-10, sehingga peluang untuk berhasil hanya 1: 10 dan yang dikembalikan ke rahim setelah dibuahi juga lebih dari satu tetapi disesuaikan dengan kemampuan calon ibu tersebut itu mengandung dan membesarkannya, karena itulah maka biasanya yang ditanam kembali ke dalam rahim sekitar 2-4 saja. Faktor lain yang mempengaruhi seperti kondisi dari rahim sang calon ibu yang kurang kuat sehingga memungkinkan keguguran, kondisi hormon yang tidak stabil, kondisi sang ibu yang kurang sehat mempengaruhi perkembangan janin. Sumber : Jones, Howard W., Ethical Issues in Vitro Fertilization, Edited Charlotte Schrader, Ph. D., In Vitro Fertilization Norfolk, Waverly Press Inc., USA
      (Elsa wijaya_41170135)

      Hapus
    3. Terima kasih pertanyaannya, akan saya jawab untuk nomor 3. Mengenai ada tidaknya pihak lain yang menjadi saksi ataupun turut serta dalam kasus tersebut, tidak disebutkan secara langsung pada berita. Namun, yang dapat ditekankan adalah memang terbukti dari tes DNA bahwa dr. Ben menggunakan sperma yang salah entah itu spermanya sendiri atau orang lain. Namun dr Ben hingga akhir tetap tidak mengakui kesalahannya, kemudian pada berita disebutkan bahwa rekaman grafik prosedur yang dilakukannya tidak detail dan sulit terbaca sehingga tidak ada bukti yang valid mengenai prosedur yang dilakukan ataupun siapa saja yang terlibat pada prosedur tersebut. Semoga menjawab ya, Terima kasih :)

      Sumber: https://www.newstimes.com/news/article/Wrong-man-s-sperm-produces-twins-and-a-215289.php

      Diana Teresa (41170147)

      Hapus
  57. Bagaimanq bila pasien melakukan bayi tabung ke luar negeri , apakah saat kembali akan dikenakan hukuman?

    Apakah dilakukannya penelitian bayi tabung yg dilanjutkan dlm kapsul teknologi diperbolehkan? (Antisipasi rahim ibu yang tidak dapat mengandung)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaannya, Kak Ken. Izin menjawab jadi bayi tabung itu jika negara luar memperbolehkan tidak apa-apa. Kasus yang kami bahas di sini adalah berkaitan dengan dokternya. Jadi untuk pasien sebenarnya tidak ada masalah.

      Cornelia Rivanda (41170146)

      Hapus
    2. Terima kasih atas pertanyaannya...Ijin menjawab
      Pada prosedur bayi tabung memang seharusnya ketika sperma dan ovum dipersatukan dimasukkan terlebih dahulu di tabung teknologi, setelah itu lalu dipindahkan pada tahap tertentu lalu kemudian dimasukkan ke rahim ibu.
      Uji coba internasional yang dilakukan pada 250 wanita menunjukkan bahwa teknik itu(tabung kecil/teknologi baru/perangkat yang disebut AneVivo) mencapai tingkat kehamilan yang mirip dengan program bayi tabung (IVF) konvensional, tetapi hal itu mengurangi lamanya pertumbuhan embrio yang disimpan secara buatan di luar rahim yaitu dalam sebuah piring plastik yang berisi cairan. Namun tidak ada data klinis yang cukup untuk mengatakan apakah proses itu memiliki manfaat yang besar atau lebih kecil daripada metode IVF tradisional. Dan kapsul teknologi itu bisa menambah biaya yang tidak perlu untuk para pasien.
      (sumber : https://www.bbc.com/indonesia/majalah/2016/01/160119_majalah_bayi_tabung_alami )
      Fehren Kurnia Brilian-41160044

      Hapus
  58. Saya ingin bertanya,
    Apabila ada pasien yang meminta bayi tabung dengan cara pengambilan dari donor sperma di Indonesia, kode etik kedokteran bagian mana yang mengatur? Kemudian sanksi bagi dokter yang menangani apa? Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya...Ijin menjawab
      Jika ada Pasutri (Pasangan Suami-Isteri) berasal dari Luar Negeri kemudian meminta mengambil sampel donor sperma yang berasal dari Indonesia maka yang harus dilakukan adalah antara dokter, Pasutri dan Calon pria (Dari Indonesia) yang akan mendonor sperma harus sudah sepakat terlebih dahulu (Informed Consent). Karena bisa saja ada kemungkinan bahwa Pendonor sperma dari Indonesia adalah keluarga dari Pasutri tersebut. Dan bisa saja antara Pasutri dengan Calon pendonor sperma di Indonesia telah bersepakat. Sehingga jika masing-masing pihak yang akan melakukan program bayi tabung ini telah bersepakat satu sama lain, maka dokter dapat menjalankan tugasnya untuk melakukan program bayi tabung tersebut. Disini saya sebagai yang menjawab pertanyaan saudara, belum paham maksud saudara yang bertanya mengenai kejelasan pendonor sperma di Indonesia tersebut siapa, apakah ada hubungannya dengan Pasutri atau tidak. Sehingga saya memposisikan ada dua kemungkinan jawaban dari pertanyaan saudara tersebut. Lalu jawaban yang kedua adalah jika pendonor sperma di Indonesia bukanlah kenalan dari Pasutri maka jelas bahwa Dokter yang melakukan program bayi tabung telah bersalah atau melanggar kode etik. Dan kode etik mana yang mengatur antara lain adalah penerapan aspek autonomy yakni pihak medis menghormati hak pribadi pasien, menyampaikan kebenaran atau berita yang sesungguhnya pada pasien dan melindungi informasi pasien yang bersifat rahasia. Masalah pada kasus ini yang terkait aspek autonomy yaitu dokter tidak menghormati hak pribadi pasien serta tidak menyampaikan berita atau kebenaran yang sesungguhnya bahwa sperma yang dipakai bukan berasal langsung dari pasien melainkan dari orang lain. Dan wujud sanksi yang diberikan pada dokter adalah menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 39 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu (TRB) Pasal 2 Ayat 3 berisi “pelayanan TRB hanya diberikan pada pasangan suami istri yang terikat secara sah serta sebagai upaya akhir untuk memperoleh keturunan dan berdasar pada suatu indikasi medik”. 1) Adanya pelanggaran etik dalam TRB seperti kasus ini, maka izin penyelenggaraan pelayanan TRB pada fasilitas pelayanan akan dicabut. 2) Pada Pasal 4 Ayat 5 jika ada kekeliruan dalam pelayanan tersebut, izin dapat ditinjau kembali oleh Tim Pelaksana Penilaian Perizinan Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu yang hasilnya nanti akan bisa menjadi masukkan untuk MenKes RI, jika mencabut izin operasi. 3) Pada UU No 23 Tahun 1992, tentang kesehatan di Pasal 82 Ayat 2 berisi barang siapa yang sengaja melakukan tindak kehamilan di luar cara yang alami yang tidak sesuai ketentuan, seperti dimaksud pada Pasal 16 Ayat 2 akan dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun/ denda paling banyak Rp 100.000.000,-.
      Demikian Terima kasih
      Fehren Kurnia Brylian-41160044

      Hapus
  59. This is a good article❤ sebagai orang awam, penjelasannya mudah dipahami,terkhusus penjelasan kasus dr.Ben. Mau menanyakan, kalau ada kegagalan program bayi tabung, apakah itu semata2 krn kualitas sperm yang kurang baik, atau bisa juga karena ada kesalahan dari dokternya, atau ad faktor lainnya? Bagaimana dokter biasanya menanggapi kegagalan tsb,terlebih di hubungan dengan etika di dunia kedokteran yg ada. Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaan dan apresiasinya! ❤
      Selain faktor sperma (morfologi, pergerakan, dan jumlah dari sperma dalam air mani), faktor dari ovum dan ovarium juga mempengaruhi keberhasilan dari program ini, seperti; tingkat kematangan ovum dan rendahnya hormon FSH yang menjadi penyulit untuk produksi ovum oleh ovarium. Kesalahan pada teknis prosedur sendiri mungkin dapat terjadi, karena bagaimanapun dokter juga tidak luput dari kesalahan, seperti; tidak optimalnya aspirasi mukus serviks sebelum dilakukan prosedur, kelalaian prosedur aspirasi cairan yang mengandung sel telur dari ovarium maupun transfer embrio kembali ke dalam rahim, dan kesalahan dalam pengaturan lingkungan (pH, suhu, konsentrasi oksigen dan karbondioksida) saat kultur ovum yang telah diisi spermatozoa.
      Untuk meminimalisir maupun menanggapi kegagalan program tersebut, kembali lagi pada perjanjian awal saat inform consent bersama pasien. Dokter harus mengakui kesalahan yang dibuatnya dengan sejujur-jujurnya, dan melakukan kompensasi yang sesuai yang tidak merugikan pasien. Namun pada dasarnya, dokter memang tidak boleh menjanjikan keberhasilan dalam suatu prosedur dan hanya melakukan tindakan sesuai SOP (Pasal 17 ayat (2) UU No. 29 Tahun 2004, tentang Praktik Kedokteran).
      Sumber: Nagy, Zsolt. et al. (2012). Practical Manual of In Vitro Fertilization: Advanced Methods and Novel Devices. Springer-Verlag: New York.

      Semoga cukup menjawab pertanyaannya, ya!
      Meliana Julistiani (41170117)

      Hapus
  60. Terimakasih atas artikel yang informatif, menarik dan sistematis
    saya ingin bertanya, bagaimana jika kesalahan yang muncul dengan akibat yang sama seperti kasus diatas ( bayi ber DNA yang berbeda dengan orang tuanya ) berasal dari klien tersebut ? Padahal dokternya sudah melakukan prosedur bayi tabung sesuai dengan standar yang ada, apakah dokternya di tindak pidana atau tidak ? dan apa UU yang terkait ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas tanggapan serta pertanyaannya. Mohon izin untuk menjawab

      Berdasarkan Peraturan Undang Undang No.23 tahun 1992 Pasal 16 dijelaskan bahwasannya Bayi Tabung "hanya" dapat dilakukan dengan ovum istri maupun sperma suami yang sah.
      Pada proses bayi tabung pun segala macam prosedur seharusnya dilakukan dengan teliti dan sangat berhati-hati.
      Apabila terdapat kasus dimana dokter diberitakan sudah melakukan sesuai dengan protokol yang ada, akan tetapi terdapat bukti bahwa sperma yang digunakan bukan merupakan sperma dari suami yang sah ini akan menyebabkan suatu kejanggalan. Mana mungkin dokter tersebut dapat dikatakan mengikuti protokol bayi tabung dengan baik akan tetapi lalai dalam hal persiapan sperma yang hendak digunakan dalam proses bayi tabung.
      Dengan demikian, kembali mengacu pada peraturan diatas, hal yang terjadi demikian tetap menjadi kesalahan tim dokter dan bukan tidak mungkin dokter akan dilakukan tindak pidana.

      -Daniel Eka Raenata 41170170-

      Hapus
  61. Trimakasihh atas artikel yang sangat menarik
    saya ingin bertanya, sesuai dengan alur cerita, dikatakan bahwa dr Ben ditangguhkan lisensi prakteknya selama setahun atas kesalahan yang dibuatnya.
    saya ingin bertanya beberapa hal :
    1. Apakah dr ben bisa mendapatkan lisensi secara spontan setelah setahun ? atau perlu melaksanakan beberapa prosedur lagi agar bisa mendapatkan kembali lisensi tsb ?
    2. Apabila dr Ben sudah mendapatkan lisensi nya, apakah dr Ben masih diperbolehkan melakukan program bayi tabung atau tidak boleh ?
    3. Semisal kasus ini terjadi di Indonesia, seberapa lama lisensi praktek akan di tangguhkan ?

    Trimakasih banyak
    Youlla Anjelina ( 41170153 )

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih Youlla atas pertanyaannya , saya izin menjawab untuk pertanyaan no 1
      Lisensi dr ben dapat digunakan kembali secara spontan setelah setahun dibekukan , karna hal ini terkait dengan peraturan yang ditetapkan dan disisi lain dari pihak dr ben juga sudah membayar denda sebagai bentuk aturan hukum yang perlu ditaati dan dari pihak keluarga sendiri pun kurang berpartisipasi dalam kasus hukum dr ben sehingga setelah setahun dr ben bisa mendapatkan lisensi dokternya.

      Lucia Vini P Rodja_41170158

      Hapus
    2. Terima kasih untuk pertanyaannya, saya izin menjawab untuk pertanyaan nomor 2.
      Jika dinyatakan bersalah maka sanksi disiplin dapat berupa : peringatan tertulis, rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik, dan kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik sebagaimana dimaksud dapat berupa rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik sementara selama-lamanya 1 (satu) tahun, atau rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik tetap atau selamanya. Sehingga, jika pencabutan bersifat sementara dalam batas waktu yang ditentukan maka dr. Ben dapat melakukan praktik seperti sebelumnya tetapi jika pencabutan parktik bersifat tetap atau selamanya maka tidak bisa melakukan praktik sebagai dokter lagi.
      Terima kasih

      Sumber :
      http://www.kki.go.id/assets/data/arsip/Buku_MKDKI.pdf
      (Krisentia Yahya_41170141)

      Hapus
    3. Terima kasih atas pertanyaannya. Saya izin menjawab.
      Jika kasus dr. Ben terjadi di Indonesia, menurut KKI pasal 28 ayat 2 lisensi praktek atau SIP akan dicabut sementara paling lama 1 tahun atau tetap ( selamanya)

      Sumber:
      KKI pasal 28 ayat 2

      Jonathan Dave 41170168

      Hapus
  62. Wow artikel yang sangat menarik.
    Berdasarkan kasus tersebut ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan :
    1) Bilamana kasus dr. Ben tersebut terjadi di Indonesia , bagaimana pendampingan IDI atau sikap IDI dalam menangani kasus tersebut ? Apakah sudah disertai dengan sanksi pidana (KUHP) atau ada sanksi lainnya ?
    2) Bangsa Indonesia sangat erat kaitannya dalam hal sosial ,budaya dan keagamaan. Sedangkan faktor agama ini sendiri menentang adanya program bayi tabung , apakah di Indonesia sendiri hal ini diperbolehkan? Jika diperbolehkan apakah ada sistem "promotif bayi tabung" terutama bagi mereka suami istri yang bermasalah ? Jika tidak diperbolehkan,apakah kedepannya teknologi bayi tabung ini tidak akan bisa dilaksanakan di Indonesia ?

    Terimakasih atas perhatiannya
    Gregorius Daniel Gokasi Ambarita (41170172)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas tanggapan dan pertanyannya, Daniel. Berikut saya akan menjawab pertanyaan nomor 2. Jadi untuk program bayi tabung di Indonesia diperbolehkan dengan disertai adanya persyaratan dan aturan seperti yang tertera pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 yang membahas tentang kesehatan dan juga yang tercantum pada Pasal 16 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992. Namun, untuk sistem promotif dari program bayi tabung ini sendiri jarang bahkan tidak ada yang bersumber langsung dari puskesmas atau rumah sakit. Jadi cara masyarakat atau pasangan suami istri yang membutuhkan program ini adalah dengan melihat atau mencari adanya berita ataupun akses informasi dari berbagai platform media seperti media elektronik khususnya sosial media.
      - Gabriel Btara ( 41170163 )

      Hapus
    2. Terima kasih Daniel atas pertanyaanya. Saya izin menjawab untuk pertanyaan nomor 1. Di Indonesia sendiri, terdapat badan otonom IDI yang bernama Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) yang berperan mengawasi penerapan etika kedokteran. Berdasarkan Pedoman Organisasi dan Tata Laksana MKEK Pasal 29, sanksi terhadap dokter yang melakukan pelanggaran etik terbagi menjadi 4 kategori, dimana kategori 1 merupakan sanksi untuk pelanggaran etik ringan yang berupa pembinaan sampai kategori 4 yang merupakan sanksi untuk pelanggaran etik sangat berat dimana sanksinya berupa pemberhentian keanggotaan tetap.

      Sumber:
      Pedoman Organisasi dan Tata Laksana MKEK

      Neysa Bella H (41170126)

      Hapus
  63. Terimakasih untuk penjelasannya diatas. Saya ingin bertanya apakah tindakan yang dilakukan oleh dokter Robert benar atau tidak karena ditinjau dari aspek kesamaan profesi dan sumpah hipocrates dimana kesalahan dari dokter Ben tidak boleh langsung di ekspose ke media.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih untuk pertanyaannya. Menurut saya tindakan tersebut kurang tepat karena dr Ben tidak dapat menjelaskan juga alasan beliau melakukan itu dan hal yang dilakukannya sudah jelas bukan permintaan pasien. Tindakan dr Ben yang terekspos ke media bisa dikarenakan bentuk kekesalan dari pasien tersebut (bukan sengaja diekspos oleh sejawat) dan oleh karena berita tersebut ,diketahui bahwa tindakan dr Ben bukan pertama kalinya maka akan berdampak kepada praktik kedokteran yang ada yaitu pasien akan menjadi tidak percaya terhadap dokter yang merawatnya.
      (Elsa wijaya_41170135)

      Hapus
  64. Terimakasih kak, artikelnya sangat menarik !
    Saya ijin mau bertanya kak
    1. Pengaruh kultur dan budaya indonesia seperti apa sehingga program bayi tabung sperma donor dan surrogate mother masih belum diperbolehkan pelaksanaannya? Lalu, bagaimana korelasi antara berbagai agama di indonesia dengan program sperma donor dan surrogate mother?
    2. Apakah terdapat sanksi tegas apabila seorang dokter di indonesia terbukti menangani sperma donor dan surrogate mother? Jika ada, apa saja sanksi tersebut? Lalu, apakah sudah ada hukum tertulis mengenai hal tersebut?
    Terimakasih kak!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya ikut menantikan jawaban atas pertanyaan ini. Terima kasih.

      Hapus
    2. Hai, Terima kasih atas pertanyaannya, akan saya jawab untuk nomor 2 terlebih dahulu, ya. Mengenai sperma donor dan surrogate mother di Indonesia, sudah ada hukum yang mengatur kedua hal tersebut. Untuk Sperma Donor sendiri dicantumkan pada UU no 36 tahun 2009 pasal 127 ayat (1). Selain itu, donor sperma juga diatur dalam Peraturan Pemerintah no 61 tahun 2014 pasal 40 ayat (1) dan (2). Kedua peraturan tersebut menyebutkan bahwa reproduksi dengan bantuan atau kehamilan diluar cara alamiah, dilaksanakan dengan menggunakan hasil pembuahan sperma dan ovum yang berasal dari suami istri yang terikat perkawinan yang sah. Dengan kata lain, Hukum Indonesia melarang warganya untuk menerima donor sperma dari orang lain selain dari suaminya sendiri. Kemudian mengenai Surrogate Mother diatur juga dalam UU no 36 tahun 2009 pasal 127 dan Peraturan Pemerintah no 61 tahun 2014 pasal 40 ayat (2). Disebutkan bahwa reproduksi dengan bantuan atau kehamilan diluar cara alamiah ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal.
      Apabila melanggarnya, akan dikenakan sanksi sesuai dengan UU no 36 tahun 2009 pasal 188 yaitu tindakan administratif berupa peringatan tertulis dan pencabutan izin sementara atau izin tetap hingga sanksi pidana yang dicantumkan pada BAB XX. Sekian, semoga jawabannya cukup jelas. Terima Kasih

      Sumber: UU no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah no 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi

      Diana Teresa (41170147)

      Hapus
    3. Terima kasih atas pertanyaannya
      Izin menjawab... Pengaruh kultur dan budaya di Indonesia memang sangat kental dan sangat berpengaruh terhadap keputusan - keputusan yang diambil penduduk Indonesia mengenai suatu hal apakah dipandang baik atau tidak. Jika berbicara mengenai kultur dan budaya Indonesia juga tidak terlepas dengan norma - norma agama yang sangat dipegang oleh orang Indonesia dimana terdapat perbedaan pula pada agama yang dianut dalam memandang bayi tabung ini. Untuk lebih mudahnya saya akan mengambil dua agama yang ada di Indonesia sebagai perbandingan. Menurut agama islam, Bayi tabung diperbolehkan tetapi dengan syarat bahwa bayi tabung tersebut berasal dari ayah dan ibu kandungnya yang berarti tanpa sperma donor dan rahim pinjaman. Sedangkan pada Khatolik sendiri tetap tidak diperbolehkan walaupun itu dari sperma sang suami dan rahim sang ibu karena tidak sesuai dengan konsep prokreasi pada Alkitab bahwa proses memiliki keturunan dilaukan dengan melakukan hubungan badan pada suami isteri yang sah. Kembali lagi kepada norma agama apa yang dianut oleh pasangan suami isteri yang akan melakukan bayi tabung ini apakah menurut kepercayaan mereka ini adalah hal yang diperbolehkan atau tidak
      Semoga menjawab :)
      Patrick Kurniawan 41170104

      Hapus
  65. Terima kasih atas artikel dan diskusi yang menarik.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Dokter atas feedbacknya😇

      Hapus
  66. Informasinya bagus dan menarik, ternyata pertanyaan sudah diwakili beberapa orang diatas jadi sudah cukup. Terimakasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih banyak sudah membaca artikel kami. semoga bisa bermanfaat. Tuhan memberkati

      Hapus
  67. Terimakasih untuk artikel yang menarik ini. Semoga informasi ini bisa berguna bagi masyarakat luas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih telah mengunjungi laman kami. Semoga bermanfaat, ya. uhuy

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  68. Artikel yang menarik, dari artikel ini saya jadi lebih mengetahui tentang salah satu permasalahan etik yang berkaitan dengan bayi tabung. Saya juga lebih sedikit mengerti tentang bayi tabung

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih sudah mengunjungi blog kami, semoga artikel ini bermanfaat :)

      Hapus
  69. Artikel yang sangat menarik, pertanyaan saya.... 1.proses bayi tabung dibutuhkan waktu berapa lama? 2. Syarat apa yang harus di penuhi oleh pasutri agar bisa mengikuti proses bayi tabung? Trima kasih...🙏🙏🙏

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih untuk pertanyaanya. Proses pembuatan bayi tabung sendiri akan mencapai tahap implantasi biasanya sekitar 6-10 hari sejak sel telur dikeluarkan. Dan ini belum termasuk waktu persiapan selama terapi fertilitasnya karena sangat bergantung dari hasil lab tingkat hormon dan pemeriksaan usg transvaginal. Syarat yang harus dipenuhi yaitu usia ibu kurang dari 40, telah melakukan pemeriksaan dasar dan fertilitas baik suami ataupun istri, bersedia melakukan terapi fertilitas dan telah melakukan upaya KB jenis lainnya. semoga membantu
      https://americanpregnancy.org/infertility/in-vitro-fertilization/
      BRENDA M R (41170167)

      Hapus
    2. Terimakasih atas tanggapan dan pertanyaannya. Saya mohon izin menjawab

      Dalam proses pelaksanaan program bayi tabung terdapat beberapa tahap persiapan yang dilakukan oleh pasangan suami istri :
      1. untuk umur istri, paling ideal kurang dari 30 tahun. Ada beberapa pasutri yang melakukan program bayi tabung pada usia diatas 45 tahun, akan tetapi tingkat keberhasilan cendung menurun.
      2. melakukan pemeriksaan kesuburan suami. pemeriksaan ini menilai kualitas dan kuantitas dari sperma yang mampu dihasilkan oleh suami.
      3. melakukan pemeriksaan lanjutan (USG) pada organ genitalia istri. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat apakah ada kelainan anatomis pada organ vital bagian dalam misalnya, polip rahim, endometriosis dll,
      4. dilakukan pemeriksaan hormonal untuk melihat kondisi hormon pada istri. Apabila terdapat masalah hormonal maka akan diberikan farmatorerapi hormonal.
      5. pemeriksaan darah yang bertujuan untuk menyingkirkan penyakit infeksi maupun melihat kondisi kesehatan istri
      6. terkadang dilakukan pemeriksaan kadar hormon tyroid, karena fisiologis hormon tyroid memiliki peran dalam proses kehamilan
      7. pola hidup sehat dan hindari rokok baik bagi suami maupun pada istri.
      sumber : https://hamil.co.id/bayi/bayi-tabung/syarat-untuk-program-bayi-tabung-bagi-suami-dan-istri

      -Daniel Eka Raenata 41170170-

      Hapus
  70. Wah, artikel yang informatif sekali! walaupun pembahasannya cukup panjang utk dibaca tapi tidak mengurangi intinyaa. Saya jadi tahu lebih banyak terkait bayi tabung dari bidang kedokteran sendiri. Terima kasih :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah, senang sekali turut membantu membagi informasi tentang bayi tabung ini. Terimakasih atas kunjungan dan tanggapannya di laman ini.

      Hapus
  71. Citra Marcellinus28 Mei 2020 pukul 02.29

    Apakah bayi tabung haram?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya...
      Untuk beberapa agama yang ada di Indonesia bayi tabung tidak diharamkan. Hanya beberapa agama seperti Khatolik dan Kristen yang menganggap bayi tabung ini merupakan cara prokreasi yang tidak tepat sesuai dengan alkitab seperti yang telah dijelaskan dalam artikel ini..
      Semoga menjawab :)
      Patrick Kurniawan 41170104

      Hapus
  72. Terimakasih atas artikelnya, kerenn. Saya ingin bertanya, tindakan pasien yang mengajukan gugatan mengenai penggunaan sperma oleh dr. Ben tidak ada tuntutan balik? karena ternyata gugatan itu salah, kasus yang ada adalah karena tidak diberikan label yang sesuai. dan apabila teman-teman berada di posisi dr. Ben apakah akan mengajukan tuntutan balik? terimakasih

    intan saraswati /41170194

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih Saras atas pertanyaannya.Saya Carolina Devi Santi M-41170122 izin untuk menjawab ya.

      Sesuai dengan Pasal 50a UU Praktik Kedokteran yang berisi tentang : Dokter ataupun dokter gigi dalam melakukan serta melasanakan praktik kedokteran mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional.Kasus yang menimpa dokter Ben memiliki beberapa resiko yang harus beliau tanggung hal ini juga mempengaruhi kredibilitas dokter tersebut, namun melihat bahwa kasus ini sudaah selesai dengan baik antar dua belah pihak serta dr.Ben masih melanjutkan praktik dokternya hingga sekarang, maka kelompok kami setuju dengan tindakan dr.Ben yang tidak menuntut balik.

      Terimakasih atas pertanyaan yang diajukan. Semoga sudah menjawab pertanyaan.

      Hapus
  73. Terima kasih artikel nya sangat bermanfaat sekali. Saya ingin bertanya Bagaimana solusi dokter dalam menyelesaikan masalah bilamana pasien yang dirugikan dan tidak mau merawat bayi hasil bayi tabungnya? terima kasih

    H FAJAR KESUMA /41170193

    BalasHapus
  74. Terima kasih, artikel yang sangat bagus. Saya ingin bertanya bila bayi tersebut sudah dilahirkan dan ternyata terjadi kasus seperti di atas, bagaimana kah nasib bayi tersebut? Apakah ada peraturan yang bisa menjamin?
    Hansen Wilbert (41170200)

    BalasHapus
  75. Kenapa kalau saya baca banyak embrio dari bayi tabung itu menjadi kembar? Terimakasih
    Iannugrah Pandung Wibowo/41170124

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

TUGAS ETIKA KELOMPOK 6 - KASUS ABORSI

TUGAS ETIKA KELOMPOK 5 - PEMALSUAN DIAGNOSA REKAM MEDIS

KASUS MALPRAKTIK KELOMPOK 1 - MALPRAKTIK PADA SITI CHOMSATUN - TIROIDEKTOMI BERUJUNG SESAK NAFAS